Sureq La Galigo, Karya Sastra Bugis Terpanjang di Dunia

363
Dua buku Novel terbaru terkait La Galigo. (Foto: FB Armin Mustamin Toputiri)

Catatan Armin Mustamin Toputiri

MATTHES dan Collieq Pujie, dua novel the history of the legend. Novel ini mengulik kedua sosok yang musykil ditelan masa. Dua legend yang tak lagi bisa dilepaskan dari keunggulan literasi dan karya sastra masyarakat Bugis. Pionir tersusunnya secara utuh kitab [sureq] La Galigo.

Sureq La Galigo, kitab maha karya sastra terbesar dunia, berasal dari tanah Bugis. UNESCO mengaklaimnya sebagai salah satu warisan budaya dunia, “Memory of the World”. Karya sastra terpanjang saat ini di dunia. Terdiri 6.000 halaman dan 30.000 bait, melebihi kitab Mahabarata.

Matthes, lengkapnya Benjamin Ferederik Matthes. Lahir di Amsterdam 16 Januari 1818. Wafat di Nijmegen 9 Oktober 1908. Ia seorang filologis, ahli bahasa.

Semula, ia diutus pemerintah Belanda berangkat ke Hindia Belanda (Indonesia) sebagai negeri jajahan. Tugas utamanya sebagai misionaris Kristen untuk menerjemahkan Al-Kitab ke bahasa Bugis dan Makassar.

Alan TH (kiri), penulis asal Bandung, Jawa Barat (Foto: FB Armin Mustamin Toputiri)

Tiba di Makassar 1852, ia mengunjungi sejumlah daerah di Sulawesi pada bagian Selatan. Semula tujuannya untuk belajar aksara Bugis dan Makassar. Kemudian ia takjub saat menemukan banyak serpihan karya sastra La Galigo beredar di tengah masyarakat. Ia kumpulkan.

Beruntunglah, karena di Istana Tanete-Barru, ia bersua Colliq Pujie. Kelak 1857-1867 saat Colliq Pujie dalam tawanan kolonial Belanda di Makassar, Matthes meminta Coliiq Pujie menyusun ulang kisah La Galigo.

Colliq Pujie, lengkapnya Retna Kencana Colliq Pujie Arung Pancana Toa. Ia lahir 1812, wafat 11 November 1976. Ia sosok perempuan Bangsawan Bugis Melayu di kerajaan Tanete di Barru. Putri dari Raja Tanete, La Rumpang Mega. Tetapi karena ayahnya selalu mendapatkan intimidasi kaum kolonial, maka mengurusi kerajaan lebih banyak dikendalikan Colliq Pujie.

Colliq Pujie sendiri adalah pembaca akut. Di istana Tanete, ia punya perpustakaan pribadi, mengoleksi banyak buku. Meski di masa itu, buku masih sangat langka. Kelak akibat tekanan kolonial terhadap Kerajaan Tanete, ia diasingkan. Ditawan di Makassar. Pada masa tawanan itulah, kesempatan baginya menerima tawaran Matthes. Ia menyusun serpihan-serpihan kitab I Lagaligo, utuh dalam satu kitab.

Alpha Hambally dari KPG (kanan), penyunting novel Matthes dan Colliq Pujie. (Foto: FB Armin Mustamin Toputiri)

Kitab ditulis Colliq Pujie itulah yang kelak diakui UNESCO sebagai kitab terpanjang di dunia. Berisi mitologi terciptanya alam semesta, asal-usul manusia dari negeri atas, beserta peradabannya.Tokoh-tokoh utamanya, memiliki peran penting dalam mitologi masyarakat Bugis, yaitu; Batara Guru, Sawerigading, We Tenri Abeng, We Cudai, dan La Galigo itu sendiri.

Kitab yang mengandung pesan moral dan kebijaksanaan ini, disusun dalam bahasa Bugis Kuno, yang pada saat ini dipahami hanya oleh sedikit orang, tak kecuali oleh masyarakat Bugis. Kitab La Galigo ditulis Colliq Pujie itu, diboyong Matthes ketika ia pulang ke Belanda. Kini tersimpan rapi di Perpustakaan Universitas Leiden.

Kisah La Galigo, menginspirasi sutradara kawakan Amerika Serikat Robert Wilson, mengangkat dalam sebentuk seni teater. Pentas tak hanya di Makassar dan juga di Jakarta, tapi berkeliling dunia.

Alan TH, penulis asal Bandung, mengulik kisah penyusunan kitab La Galigo dalam trilogi novel. Telah terbit dua judul, yaitu; Matthes dan Coliiq Pujie. Satu judul lagi, “masih rahasia” ujar Alan pada saya, saat bertemu sekian hari lalu di benteng Fort Rotterdam Makassar.

Robert asal USA, Alan asal Bandung, dua -duanya non-Bugis. Nah, loh! Hi hi hi…

Makassar, 06 Juni 2025

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini