
LIBUR akhir pekan yang panjang, saya pulang ke Makassar. Sekali ini, hendak mewujudkan keinginan lama yaitu naik kereta api Sulawesi Selatan. Ini kereta api pertama di daratan pulau besar Sulawesi dengan rute terentang sejauh 145 kilometer dari pinggiran Makassar hingga Barru.
Saya memilih naik kereta kedua yang berangkat siang pukul 12.35.
Maka, sejam sebelum jadwal kereta, dengan tiket untuk 12 orang — saya mengajak serta saudara dan keponakan-keponakan — kami datang ke Stasiun Mandai, stasiun terujung arah Makassar yang lokasinya di seberang bandara Hasanuddin.
Stasiun ini cukup resik, sendiri, seperti bangunan yang menyembul di tengah hamparan savana. Saat kereta Lontara 3 datang diiringi pengumuman, ratusan penumpang turun. Saya melihat sebagian penumpang kembali berjalan memutar ke arah pintu keberangkatan. Rupanya, mereka memang hanya jalan-jalan. Ada rombongan keluarga, ada teman-teman sekolah yang hendak reuni dengan naik kereta.
Kami naik di gerbong paling belakang. Kereta ini hanya berupa rangkaian tiga gerbong dengan penumpang paling banyak 278 orang, sebanyak 160 penumpang duduk dan selebihnya berdiri.
Pukul 12.35, kereta berderak meninggalkan stasiun. Dari jendela kereta yang lebar, terlihat para petugas stasiun berdiri berjajar mengantar para penumpang dengan senyum dan lambaian.
Dan selanjutnya adalah perjalanan dua jam yang asyik. Pemandangan yang berarak di jendela kereta begitu menyenangkan: pesawahan, tambak-tambak ikan, pegunungan batu kapur, bukit-bukit yang memanjang di kiri dan kanan, juga laut. Sepanjang 145 kilometer, kereta berkecepatan maksimal 90 kilometer per jam ini menyinggahi 12 stasiun.
Dua stasiun dari Mandai, kereta berhenti di Stasiun Rammang-Rammang di Kabupaten Maros. Ini tempat perhentian menuju obyek wisata yang terkenal: kawasan pegunungan karst besar yang telah diakui UNESCO sebagai situs warisan dunia.
Perjalanan selanjutnya adalah ke arah utara Sulsel, menyinggahi stasiun-stasiun di Kabupaten Pangkep dan Barru. Dua jam di perjalanan, kereta sampai di stasiun terakhir, Stasiun Garongkong, Barru — stasiun yang berada di kawasan ekonomi baru, bersisian dengan Palabuhan Garongkong.
Setiba di sini, sembari menunggu kereta pulang dua jam kemudian, saya diajak teman-teman untuk menikmati makanan laut di rumah makan yang tak kurang asyiknya: rumah makan Belakang Rumah Nenek di kota Barru.
Begitulah. Pukul 17.45 kami kembali berkereta dari Garongkong menuju Makassar. Kereta tetap saja penuh penumpang.
Pemandangan di jendela kereta di perjalanan ini semakin asyik: matahari senja menjelang di ujung cakrawala, berbatas sawah, gunung, tambak-tambak dan laut. Dan deretan bukit-bukit karst yang tegak menghitam dalam temaram malam menjelang perhentian terakhir.
Berangkat pukul 12 siang dan pulang ke rumah selepas petang, saya telah menunaikan satu impian lama untuk mencobai kereta api pertama dan satu-satunya di Pulau Sulawesi.
TOMI LEBANG