TRANSTIPO.com, Mamasa – Minimnya informasi tentang objek wisata yang ada di Mamasa dikeluhkan para wisatawan mancanegara yang berkunjung ke Mamasa.
Dua turis asal Perancis, Stephane (43) dan Anabelle (32), yang berkunjung ke Mamasa sangat sulit mendapatkan informasi tentang wisata Mamasa.
“Kami pertama mengenal nama Mamasa saat kami sudah lima belas hari berada di Rantepao, Toraja. Dari informasi salah seorang penduduk di sana, kami kemudian mulai mencari di mana itu Mamasa berada. Setelah kami tahu, barulah kami berkunjung ke sini,” kata Stephane di Mamasa.
“Kami sudah dua hari di Mamasa dan sudah mengunjungi beberapa perkampungan, salah satunya di Desa Taupe, yang pemandangannya sangat indah. Mamasa ini, jika dibandingkan dengan Tana Toraja, masih sangat natural dan alami. Perpaduan antara pemandangan gunung, persawahan, dan perkotaan. Selain itu, modal Mamasa adalah keramahan dan sifat penolong oleh warganya,” urai Stephane dalam bahasa Inggris yang diterjemahkan oleh Alfredi Toding, dalam sebuah diskusi yang difasilitasi oleh Agussalim, Ketua PHRI Mamasa di penginapan Dian Satria, Jumat, 19 Agustus 2016.
Stephane mengungkapkan sebuah kisah yang dialaminya selama melakukan perjalanan wisata di Mamasa. Saat menuju ke Desa Rambu Saratu, dia melihat rumah adat. Ketika menuju ke sana, dia nyasar ke perkampungan warga di Tatale Desa Tawalian Timur Kecamatan Tawalian.
Pasangan suami istri ini, Stephane dan Anabelle, memilih arah Tatoa menuju Pallu, Kecamatan Tawalian. Seharusnya mereka mengambil arah berlawanan jika hendak menuju ke Desa Rambu Saratu.
Karena mereka tak menemukan tanda penunjuk arah, makanya mereka nyasar hingga sampai ke Tatale. Meski begitu, keduanya cukup menikmati perjalanan lantaran disuguhi pemandangan pegunungan dan persawahan yang indah dan alami di sekitar pemukiman warga.
“Awalnya, Anabelle memarahi saya saat dia tahu kami telah kesasar. Namun akhirnya isteri saya senang dan bersyukur sudah nyasar dan telah menikmati alam yang indah nan alami,” kata Step.
Hal lain, selama di Mamasa, Stephane dan Anabelle sulit menemukan penginapan atau hotel yang pegawainya bisa berbahasa Inggris.
Makanya, dia berharap pentingnya pembangunan infrastruktur, trasportasi dan informasi yang terkoneksi ke kepariwisataan sehingga para wisatawan tak lagi kesulitan jika melakukan perjalanan wisata ke Mamasa.
Pada diskusi ketika itu, hadir Dinas Pariwisata Mamasa, para pelaku wisata serta sejumlah wartawan.
Alfredi Toding, atau biasa disapa Yafet, selaku pelaku wisata mengatakan, ”Seharusnya kita semua stakeholder kepariwisataan duduk bersama untuk mendiskusikan bagaimana membangun objek wisata kita ke depan. Sebab apa yang diungkapkan para turis adalah sebuah gambaran tentang keadaan wisata kita di Mamasa.”
Sementara Arvinital Putra, Kepala Seksi Promosi dan Pemasaran Kepariwisataan Dinas Pariwisata Mamasa mengatakan, “Dinas Parawisata Mamasa sudah cukup aktif melakukan promosi, namun satu hal yang kurang adalah alangkah baiknya jika Dinas Pariwisata Mamasa membuat website agar objek wisata mamasa lebih dikenal luas,” harap Arvin.
FRENDY CHRISTIAN