Terong Gosong NU

758
Foto: Istimewa

Oleh: Dhimam Abror Djuraid

MUKTAMAR NU (Nahdhatul Ulama) di Bandar Lampung menjadi panggung persaingan dua tokoh yang meprepsentasikan dua generasi yang berbeda. K.H Said Aqil Siradj sebagai petahana mewakli kelompok status quo kalangan senior, dan K.H Yahya Cholil Staquf mewakili generasi baru kia-kiai muda NU.

Kiai Said mewakili kelompok establishment yang selama kepemimpinannya menikmati hubungan yang mesra dengan pemerintahan. Kiai Said sudah menanam saham besar di pemerintahan dengan kehadiran K.H Ma’ruf Amin sebagai wakil presiden yang menjadi representasi NU.

Kiai Said juga menjadi benteng terdepan dalam perang melawan radikalisme Islam yang menjadi fokus pemerintahan Jokowi. Program-program deradikalisasi rezim Jokowi mendapatkan legitimasi kuat dari gerakan moderasi dan pribumisasi Islam yang secara konsisten dikampanyekan oleh Kiai Said.

Di bawah kepemimpinan Kiai Said NU mendapatkan deviden yang besar dari kekuasaan. Jatah menteri agama, yang sebelumnya sempat lepas ke tangan militer, akhirnya kembali ke tangan NU dengan penunjukan Yaqut Cholil Qoumas sebagai menteri agama. NU juga mendapat beberapa jabatan komisaris BUMN, termasuk Kiai Said yang menjadi komisaris KAI (Kereta Api Indonesia).

Di bawah kepemimpinan Kiai Said NU mempunyai peran yang lebih progresif dalam aktivitas politik. Munculnya K.H Ma’ruf Amin sebagai pendamping Jokowi adalah wujud dari keterlibatan NU dalam politik praktis. Perhelatan pemilihan presiden pada 2024 mendatang akan menjadi faktor penting bagi NU untuk memilih ketua baru.

Hubungan yang mesra dengan kekuasaan dan resource yang melimpah sebagai petahana membuat posisi Kiai Said cukup kokoh, dan punya peluang lebih besar untuk mempertahankan kekuasaan. Kalau NU ingin mempertahankan status quo dan kemapanan seperti yang dinikmatinya sekarang, maka pilihan akan jatuh kepada Kiai Said sebagai petahana.

Sementara itu K.H Yahya Cholil Staquf sebagai penantang establishment relatif tidak terlalu dikenal namanya di luar lingkaran NU. Nama Gus Yahya muncul di kancah nasional ketika diangkat menjadi salah satu juru bicara Presiden K.H Abdurrahman Wahid pada 1999. Ketika itu peran Gus Yahya masih tidak terlalu menonjol, karena kalah pamor oleh juru bicara yang lebih senior, seperti Wimar Witoelar dan Addi Massardi yang jauh lebih berpengalaman.

Tetapi pengalaman singkat menjadi juru bicara presiden memberi kesempatan besar kepada Gus Yahya untuk mencecap langsung ilmu dari Gus Dur. Gus Yahya mengagumi Gus Dur dan merasa mendapat berkah besar ketika dipilih sebagai juru bicara. Gus Yahya mendampingi Presiden Gus Dur dalam momen-momen penting, termasuk ketika Gus Dur dilengserkan pada Juli 2001.

Gus Dur dikenal punya cara yang unik dan khas dalam melakukan pengkaderan. Anak-anak muda dari daerah yang dianggap punya potensi akan langsung diambil oleh Gus Dur dan dibawa ke Jakarta. Biasanya, anak-anak muda itu diambil dari ‘’dhuriyah’’ pesantren yang masih mempunyai nasab dengan Gus Dur.

Saifullah Yusuf dan Muhaimin Iskandar adalah contoh dua anak muda yang langsung dicomot Gus Dur dari daerah dan dibawa ke Jakarta. Muhaimin dicomot dari Jombang dan Saifullah dicomot dari Pasuruan ketika lulus SMA. Dua keponakan Gus Dur itu terbukti berhasil menjadi tokoh politik pada kelasnya masing-masing. Muhaimin atau Cak Imin menjadi ketua PKB (Partai Kebangkitan Bangsa) dan Gus Ipul menjadi politisi ulet yang sekarang menjadi walikota Pasuruan.

Yahya tidak mempunyai nasab langsung ke Gus Dur seperti Imin dan Ipul. Meski begitu Yahya punya nasab kekiaian yang kuat. Yahya adalah putra Kiai Cholil Bisri pengasuh Pesantren Raudhatut Thalibin, Rembang. Yahya adalah kakak kandung Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas. Yahya juga keponakan dari K.H Mustofa Bisri alias Gus Mus.

Garis nasab Gus Yahya ini menjadi modal yang kuat untuk maju memperebutkan posisi tertinggi di NU. Jabatannya sekarang sebagai katib aam atau sekretaris jenderal PBNU memberi tambahan kredensial yang penting bagi Gus Yahya.

Gus Yahya, Cak Imin, dan Gus Ipul adalah genre baru kader-kader NU yang paling menonjol. Ketiga-tiganya kurang lebih sepantaran. Gus Yahya dan Imin sama-sama  lahir pada 1966 dan sama-sama berkuliah di Fisipol UGM (Universitas Gadjah Mada) Yogyakarta. Gus Yahya tidak bisa menyelesaikan kuliahnya sampai tuntas karena lebih memilih berpetualang di beberapa negara Timur Tengah pada 1990-an.

Cak Imin mendapat gelar doktor honoris causa dari Unair (Universitas Airlangga) Surabaya. Ia menjadi salah satu tokoh politik paling berpengaruh di pemerintahan Jokowi dan berhasil menempatkan beberapa menteri di pemerintahan.

Cak Imin yang sekarang menjadi wakil ketua MPR (Majelis Permusyawaratan Rakyat) menjadi salah satu politis muda NU yang ulet dan licin. Ia yang dikader langsung oleh Gus Dur dianggap melakukan kudeta ketika merebut PKB dari Gus Dur pada 2005.

Gerakan Cak Imin mendongkel kepemimpinan Gus Dur ketika itu dianggap sebagai pengkhianatan. Sampai sekarang kabarnya hubungan Cak Imin dengan keluarga Gus Dur tetap dingin gegara kasus itu. Muhaimin yang dikader Gus Dur dengan menjadikannya sebagai sekretaris jenderal PKB dianggap tega melengserkan pamannya sendiri.

Apapun yang ditudingkan terhadap Muhaimin, yang jelas sampai sekarang posisinya masih tetap kokoh di puncak kepemimpinan PKB. Muhaimin berhasil meremajakan kepengurusan PKB dan memunculkan kader-kader muda ke level nasional. Rata-rata pengurus elite PKB sekarang adalah generasi sepantaran Muhaimin, termasuk menteri-menteri yang sekarang duduk di kabinet Jokowi.

Muhaimin mempunyai kontrol yang kokoh terhadap kepengurusan dan pintar merawat para kiai NU yang ditempatkannya sebagai penasihat pada majelis syuro partai. Perpaduan kecerdikan politik dan nasab kiai yang kuat menjadikan Muhaimin sebagai politisi muda NU yang paling menonjol.

Kudeta Muhaimin terhadap Gus Dur masih tetap menyisakan misteri yang tidak terjawab. Konflik terbuka paman dan keponakan itu begitu keras sampai membuat banyak orang tidak percaya bahwa hal itu benar-benar riil. Banyak yang curiga bahwa konflik itu adalah settingan Gus Dur untuk mengatrol nama Muhaimin supaya dikenal di percaturan politik nasional.

Itulah cara unik Gus Dur dalam melakukan pengkaderan. Hal yang sama dirasakan oleh Gus Ipul yang dicomot langsung dari Pasuruan selepas SMA dan dibawa langsung ke Ciganjur untuk menjadi ajudan Gus Dur. Gus Ipul menangis waktu dibawa Gus Dur ke Jakarta. Tapi, sekarang Gus Ipul bisa tertawa merasakan hasil gemblengan Gus Dur.

Gus Ipul menjadi politisi yang ulet dan pantang menyerah. Ia NU tulen tapi menyeberang ke HMI (Himpunan Mahasiswa Islam). Oleh banyak orang ia tidak dianggap punya kapasitas intelektual seperti Gus Dur. Tapi, Gus Ipul punya keterampilan lobi yang bagus. Ia menjadi anggota DPR RI dari PDI-P dan dekat dengan almarhum Taufiq Kiemas dan Megawati Soekarnoputri.

Gus Ipul menjadi menteri Pembangunan Desa Tertinggal di kabinet SBY, tapi kemudian menjadi korban resafel. Gus Ipul kemudian menjadi wakil gubernur Jawa Timur dua periode di bawah Pakde Karwo. Pada 2019 Gus Ipul maju dalam pilgub Jatim tapi kalah dari Khofifah Indar Parawansa.

Banyak yang menduga Ipul tamat karir politiknya. Tapi bukan Ipul kalau tidak bisa bounce back. Dalam pemilihan walikota Pasuruan 2020 Ipul mengalahkan petahana dan menjadi walikota Pasuruan berdampingan dengan adiknya, Irsyad Yusuf, yang menjadi bupati Pasuruan.

Yahya Staquf tidak membangun karir politik seperti Imin dan Ipul. Yahya lebih memilih jalan aktivisme untuk membangun reputasi. Ia membangun jalur hubungan internasional yang luas dan mempunyai lobi yang baik ke Amerika Serikat dan Israel. Gus Yahya diundang menjadi pembicara dalam peringatan 20 tahun serangan terhadap WTC, September 2021.

Kedatangan Gus Yahya ke Israel untuk bertemu dengan pemimpin Israel Benyamin Netanyahu memantik kontroversi nasional. Manuver Gus Yahya ini terlihat diilhami oleh Gus Dur yang mempunyai hubungan mesra dengan pemimpin-pemimpin Israel.

Gus Yahya banyak mendapat inspirasi dari Gus Dur dan meniru langkah-langkahnya. Gus Yahya punya humor yang khas ala Gus Dur. Humor-humor ala santri itu dikumpulkan oleh Gus Yahya dalam buku berjudul ‘’Terong Gosong Reloaded’’ (2016).

Gus Yahya adalah Presiden Republik Terong Gosong (RTG) yang mencatat peristiwa-peristiwa lucu dan menggelikan di negara tetangga, Republik Indonesia. Gaya sindir khas pesantren menjadikan Terong Gosong kaya dengan humor yang tajam tapi tidak menyakitkan.

Gus Yahya adalah generasi baru Terong Gosong Indonesia. Bersama-sama pantarannya, Gus Ipul dan Cak Imin, Gus Yahya adalah trio Terong Gosong yang solid.

Apakah ke depan NU akan dipimpin oleh ulama hebat kaliber Kiai Said, ataukah warga NU akan memilih perubahan dengan memilih Kiai Terong Gosong? Muktamirin yang akan memutuskan pilihannya.

Penulis adalah Wartawan senior Persatuan Wartawan Indonesia (PWI)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini