Donald Trump (2); Sejatinya Penakluk Wanita

732
Zacky Antony

Catatan Zacky Antony

DONALD TRUMP memenangi Pilpres Amerika Serikat yang kedua dengan elegan. Menang elektoral vote (suara electoral college) dan menang juga populer vote (suara rakyat). Pilpres November 2024 lalu, Trump meraih dukungan 277 suara elektoral. Sedangkan Kemala Harris dari Demokrat meraih 244 suara elektoral. Butuh minimal 270 suara elektoral untuk memenangi Pilpres AS.

Kemenangan Trump terasa meyakinkan setelah unggul juga dalam perhitungan suara populer vote. Dari 224 juta mata pilih rakyat AS, hanya sekitar 136 juta yang menggunakan hak pilih. Dari jumlah tersebut, Trump memperoleh 70,7 juta suara. Berbanding 65,8 juta suara Kemala Harris.

Perolehan suara Trump ini masih jauh di bawah perolehan suara Prabowo Subianto yang mencapai 96,2 juta saat memenangi Pilpres Indonesia 2024. Suara Trump hanya unggul atas Anis-Muhaimin yang meraup 41 juta dan Ganjar-Mahfud yang memperoleh 27 juta suara.

Ketika memenangi Pilpres 2016, legitimasi politik Trump tidak sekuat sekarang. Kala itu, Trump menang elektoral vote. Tapi kalah dalam populer vote. Pada 2016 penghitungan one man one vote suara rakyat Amerika, Trump hanya memperoleh 62,9 juta suara. Kalah dibanding rivalnya saat itu, Hillary Clinton yang memperolehan dukungan suara 65,8 juta.

Apabila aturan berlaku sama seperti Pilpres Indonesia, maka yang memenangi Pilpres adalah Hillary. Namun Pilpres AS tidak memakai suara terbanyak. One man one vote tidak menentukan siapa pemenang. Presiden terpilih ditentukan oleh suara elektoral yang berjumlah 538. Ketika itu, Trump unggul 304 suara elektoral. Sedangkan Hillary hanya meraih 227 suara elektoral.

Dalam sejarah, Amerika telah menggelar 60 kali perhelatan Pilpres. Dan hanya 5 kali terjadi, Presiden terpilih kalah dalam perhitungan suara rakyat (one man one vote) yakni tahun 1824, 1876, 1888, 2000 dan 2016.

Seperti diketahui, sistem Pilpres AS berbeda dengan Pilpres di Indonesia. Di Indonesia, pemenang Pilpres ditentukan suara terbanyak. Tapi di AS, pemenang Pilpres ditentukan oleh elektoral vote yang berjumlah 538 suara. Di sisi lain, seluruh rakyat AS juga tetap memberikan suara (one man one vote), namun hasilnya tidak menentukan presiden terpilih.

Sederhananya begini; rakyat Amerika yang terbagi 50 negara bagian akan memilih elektor presiden. Para elektor presiden ini disebut Electoral College (Dewan Pemilih). Jumlahnya 538 orang (suara). Biasanya mereka berlatarbelakang pimpinan partai politik, pejabat atau pribadi yang berafiliasi dengan kandidat capres. Mereka dicalonkan oleh partai politik tingkat Negara bagian.

Dengan kata lain, di TPS, rakyat Amerika selain memberikan suara untuk calon presiden, juga memilih calon anggota Electoral College. Mereka yang duduk di Electoral College ini bertugas memilih presiden dan wakil presiden berdasarkan hasil suara rakyat (populer vote) di Negara bagian.

Pilpres AS berlaku sistem winner take all (pemenang ambil semua). Artinya, capres yang memenangi populer vote (suara rakyat) di suatu Negara bagian, maka dia akan merebut seluruh elektoral vote dari Negara bagian tersebut. Contoh, kalau Trump menang di California, maka dia merebut seluruh elektoral vote dari California yang berjumlah 54.

Sebaliknya, bila kalah di California, maka 55 suara elektoral akan diraih capres lain. Anggota Elektoral College tidak mungkin memberikan suara yang bertolakbelakang dari hasil populer vote Negara bagian yang diwakili. Sebab sudah diikat undang-undang.

Setiap Negara bagian memiliki elektoral vote atau wakil di Electoral College berbeda-beda jumlahnya, tergantung jumlah penduduk. Negara Bagian California karena berpenduduk padat, memiliki 54 elektoral vote. Negara Bagian berpenduduk sedikit seperti Alaska hanya memiliki 3 elektoral vote.

Sebaran suara elektoral Pilpres AS; California (54 suara), Texas (40), Alabama (9), Arizona (11), Arkansas (6), Colorado (10), Connecticut (7), Delaware (3), Florida (30), Georgia (16), Hawaii (4), Idaho (4), Illinois (19), Indiana (11), Iowa (6), Kansas (6), Kentucky (8), Louisiana (8), Maine (4), Maryland (10), Massachusetts (11), Michigan (15), Minnesota (10), Mississippi (6), Missouri (10), Montana (4), Nebraska (5), Nevada (6), New Hampshire (4), New Jersey (14), New Mexico (5), New York (28), North Carolina (16), North Dakota (3), Ohio (17), Oklahoma (7), Oregon (8), Pennsylvania (19), Rhode Island (4), South Carolina (9), South Dakota (3), Tennessee (11), Utah (6), Vermont (3), Washington (12), Virginia (13), Washington DC (3), Wisconsin (10) dan Wyoming (3).

Hanya 2 negara bagian yang tidak menerapkan sistem winners take all yaitu Maine dengan 4 suara elektoral dan Nebraska 5 suara elektoral. Karena itu, suara elektoral di dua Negara bagian tersebut pernah terpecah (meski sangat jarang) dalam mendukung dua kandidat capres. Itu terjadi di Nebraska pada Pilpres 2008 dan 2020. Dan Maine pada 2016 dan 2020. Sedangkan 48 negara bagian lain berlaku winner take all.

Yang menarik, saat Trump memenangi dua kali Pilpres AS, dua rival yang dikalahkan adalah capres wanita. Saat memenangi Pilpres 2016, Donal Trump mengalahkan Hillary Clinton. Sedangkan pada Pilpres 2024, Trump mengalahkan Kemala Harris.

Saingan Trump sejatinya adalah calon petahana, Joe Biden. Namun di penghujung persaingan, Partai Demokrat mengganti Joe Biden dengan Kemala Harris sebagai kandidat Capres. Menyusul makin menurunnya elektabilitas Joe Biden di sisa masa jabatan.

Donalp Trump sepertinya memang ditakdirkan spesialis penakluk wanita.

Penulis adalah Wartawan senior di Bengkulu

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini