Bupati Mamasa Dr. H. Ramlan Badawi. (Foto: Wahyu)

TRANSTIPO.com, Mamasa – Beberapa pekan terakhir masyarkat Kabupaten Mamasa kembali diributkan dengan prosedur pemberangkatan Jemah Calon Haji (JCH) yang tidak memprioritaskan penduduk asli Kabupaten Mamasa, dan dinilai tidak berdasarkan Peraturan Daerah (Perda).

Berkaitan dengan hal tersebut, Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Mamasa melakukan Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama pihak Kementrian Agama (Kemenag) Mamasa pada Kamis 27 Februari 2020 kemarin.

Dalam RDP tersebut, pihak Komisi I DPRD Mamasa meminta Kemenag memberikan penjelasan terkait prosedur pemberangkata JCH asal Kabupaten Mamasa yang dilakukan salama ini, hingga dinilai tidak memprioritaskan penduduk asli Mamasa.

Kepala Kemenag Kabupaten Mamasa Imran Kakesa menjelaskan, terkait pemberangkatan JCH Asal Mamasa pihaknya mengacu pada Undang – undang Nomor 13 Tahun 2008 yang kemudian diperbaharui dengan UU Nomor 8 Tahun 2009 tentang penyelenggaraan ibadah haji dan umroh.

Dikatakan Imran, dalam pasal 35 mengatakan kewenangan dan tanggung jawab daerah dalam pemberangkatan haji, ialah menyangkut transportsi JCH dari daerah asal ke Emberkasi, begitu pula saat pemulangan dari Emberkasi ke daerah asal.

Mengenai Perda kata Imran, jika bercermin pada daerah lain, di Kalimantan Timur umpama, dalam Perdanya yang diatur mengenai transportasi, bukan sol pemberangkatan JCH. Sementara di Mamasa kata dia, dalam Perda judulnya transportasi tapi mengapa mengatur soal pendaftaran.

“Ini yang saya maksud dimana domain – domain kita yang sebetulnya,” kata Imran Kakesa.

Menanggapi hal itu, Ketua Komisi I DPRD Mamasa Reskianto Taula’bi Kia mengatakan, karena menggunakan APBD sehingga kewenagan daerah dikerucutkan untuk memproteksi warga mamasa, jangan sampai kata dia, kuota yang disiapkan menggunakan APBD dimanfaatkan oleh orang – orang  luar daerah Mamasa.

Sehingga kata Reskianto, dibuatlah Perda yang mengatur tentang prasyarat pendaftaran JCH asal Mamasa berdasarkan dokumen kependudukan minimal berdomisili selama tiga tahun sebagai penduduk Kabupaten Mamasa.

“Saya rasa ini sangat jelas diatur dalam Perda Mamasa yang seharusnya dipedomani oleh Kemenag saat menerima berkas JCH,” katanya.

Dalam Perda Kabupaten Mamasa nomor 3 tahun 2015 tentang pembiayaan transportasi jemaah haji, jelas pada bab III pasal 3 ayat 3 menyebutkan, persyaratan sebagaimana dimaksud ayat 2 dalam memiliki KTP yang dibuat minimal tiga tahun sebelum mendaftarkan diri sebagai  jemaah caln haji.

Namun, berdasarkan pengakuan pihak Kemenag Kabupaten Mamasa, Perda tersebut sebelumnya tidak pernah diketahui adanya, pihaknya mengaku pemerintah daerah tidak pernah melakukan sosialisasi terkait adanya Perda yang mengatur tentang prasyarat pemberangkatan JCH asal Mamasa.

Sementara Bupati Mamasa H. Ramlan Badawi mengatakan, hal yang  wajar jika masyarakat mempertanyakan soal proses pemberangkatan haji, namun, itu karena sepenuhnya diatur oleh UU soal haji bukan Perda.

Kata Ramlan, jika ada yang komplen terkait e – KTP itu tidak boleh karena para JCH telah memiliki dokumen kependudukan Mamasa saat melakukan pendaftaran, meskipun itu orang Jakarta mislnya, kalau memiliki e – KTP Mamasa, maka tidak ada dasar untuk tidak menerimanya.

Ia menuturkan, soal pendaftaran dan pemberangkatan JCH harus berdasarkan pada UU soal haji yang telah ditetapkan oleh Kementrian Agama secara nasional, ia menegaskan, urusan haji merupakan kebijakan Nasional bukan kebijakan daerah.

“Tidak bisa kita main – main soal e – KTP karena bisa saja kita dipidana, apalagi mau membatalkan orang – orang yang sudah mendaftar menggunakan KTP Mamasa tidak boleh sama sekali, sekali lagi saya bilang  urusan haji bukan kebijakan daerah, tapi kebujakan nasional” kata H. Ramlan Badawi saat dikonfirmasi, Jumat 28 Februari 2020, siang tadi.

WAHYUANDI

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini