
TRANSTIPO.com, Mamuju – Dulu, ia pemandu gerakan besar yang berstruktur dan massif. Gerakan pemberdayaan masyarakat kota dan desa—gerakan pro demokrasi, lebih tepatnya.
Namanya, Mulyadi Prayitno. Lelaki Tinambung, Mandar, Sulbar. Dia aktifis tulen. Dulu, berkantor di Makassar dengan memimpin lembaga pemberdayaan masyarakat sipil.
Profesi Mulyadi lebih kental sebagai pemberdaya masyarakat sipil di Indonesia timur. Dari aktifitasnya inilah yang mengantarnya melanglang ke seantero negara di dunia.
di dunianya ini, ia kemudian bertemu sekian banyak aktifis dunia lainnya di forum-forum resmi yang besar, maupun dalam sekadar diskusi pendalaman pelbagai soal tentang lingkungan, kemiskinan, urban dan rural, bahkan tentang dampak buruk terorisme di dunia.
Minggu pertama Januari ini, laman ini mendapatinya sedang kongkow-kongkow bersama sejumlah aktifis PMMI dan tokoh muda Nahdlatul Ulama (NU) Sulbar di sebuah pojok bibir pantai Mamuju, Sulbar.
“Sekadar ketemu dan diskusi dengan adik-adik dinda,” sapa Mulyadi kepada Sarman SHD—kru laman ini yang menemuinya di malam itu.
Mulyadi Prayitno masih tampak muda, tak jauh beda pada belasan tahun silam di Makassar dulu.
Lelaki Mandar ini tahu banyak detail perkembangan politik Indonesia saat ini, sebab ia kini tengah “berada dalam jantung Jakarta yang strategis”. Sejam atau dua jam bersamanya berdiskusi, waktu berlalu tak terasa.
Di malam itu, dan untuk beberapa malam di Mamuju, ia sudi menerima “undangan diskusi” oleh sejumlah kalangan—dengan latar belakang aktifis kampus dan sosial yang sedang bergelut di dunianya masing-masing di Sulbar kini.
Kini, atau selama debat Pilgub Sulbar berlangsung, ia diserahi amanah oleh KPU Sulbar sebagai bagian dari Tim Pakar.
Bersama tim pakar lainnya, dialah yang meracik isi soal debat yang kita telah dua kali tonton secara beramai-ramai, baik secara langsung maupun lewat frekuensi radio dan di layar tivi lokal yang nyaris buram warnanya.
SARMAN SHD