Catatan Rama Wijaya
Mamasa adalah ‘Surga’
Mamasa sebuah surga kecil di atas hamparan bumi, dengan ketinggian rata rata 1.500-2.000 Mdpl membuat Mamasa menjadi salah satu Kabupaten tersejuk di Indonesia dengan temperatur yang stabil 22°C sampai 25°C.
Mamasa juga dikenal dengan berbagi produk hasil bumi seperti kopi, kakao, sayur mayur dan beberapa hasil pertanian lainnya. Sudah lebih 20 tahun Kabupaten Mamasa terbangun, 3 generasi kepemimpinan di Kabupaten Mamasa telah membawa Mamasa sampai pada masa yang “mase-mase” atau miskin dalam bahasa yang umum digunakan di Kabupaten Mamasa.
Mantan Bupati Bantaeng Pimpin Mamasa
Awalnya, Mamasa di bawah pimpinan mantan Bupati Bantaeng, HM Said Saggaf (alm.)yang mengisi kursi kepemimpinan Mamasa selama 5 tahun bersama wakilnya Victor Paotonan (alm.)
Tugas berat harus diemban para pemimpin di awal berdirinya Kabupaten Mamasa, dengan kondisi gedung pemerintahan yang sangat minim, belum lagi kondisi jalan yang sangat parah akibat tak pernah tersentuh perbaikan selama Mamasa masih bergabung bersama Kabupaten Polewali Mamasa.
Dengan visi membangun kota mungil yang bisa menjadi destinasi pariwisata baru, dimulailah pembangunan dibawah kepemimpinan Said Saggaf (alm.). APBD lebih banyak dihabiskan untuk membangun jalan sebagai modal utama untuk menghubungkan antarkecamatan dan desa di Kabupaten Mamasa. Pembangunan ini tidak bisa dikatakan berjalan lancar, masalah keterbatasan anggaran tentu menjadi tantangan utama hari itu.
Dalam kepemimpinan beliau juga membangun beberapa infrastruktur dasar pemerintahan seperti kantor DPRD dan kantor bupati baru. Segala bentuk peletakan dasar infrastruktur pemerintahan ini wajib diberikan apresiasi namun bukan tanpa celah.
Tidak adanya rencana jangka panjang tentang tata ruang membuat pembangunan gedung pemerintahan seperti tanpa konsepsi, gedung-gedung pemerintahan di Kabupaten Mamasa tidak terkonsentrasi sehingga membuat tata ruang di Kabupaten Mamasa menjadi carut marut dalam penataannya.
Beberapa hal inilah yang akhirnya sempat melahirkan gerakan putra daerah yang menuntut agar Bupati Mamasa berasal dari Kabupaten Mamasa sendiri agar mampu memetakan Mamasa lebih efektif.
Putra Daerah Pertama
Periode selanjutnya dilanjutkan oleh dua putra daerah terbaik Mamasa hari Itu, Obed Nego Depparinding dan Ramlan Badawi yang dikenal dengan Obor. Dimulai pada 18 September 2008, harapan akan Mamasa yang lebih punya konsepsi pembangunan yang bersandar pada nilai adat istiadat di Mamasa dimulai.
Mimpi Rakyat Mamasa untuk mendapatkan kesejahteraan dibawah pimpinan putra asli daerah Mamasa sangat besar. Melanjutkan visi pembangunan infrastruktur dasar seperti jalanan dan gedung pemerintahan juga menjadi program utama periode ini.
Sayangnya kegagalan untuk mewujudkan tata ruang yang terencana dan masif masih juga terjadi di periode ini, belum lagi politik dinasti yang menjadi momok utama penghambat pembangunan.
Dimana banyak tudingan bupati hanya menggunakan keluarga terdekatnya sebagai kepala-kepala di beberapa proyek, hari itu menjadikan pemerintah ini juga tidak lepas dari banyak protes.
Mamasa dibawah pimpinan putra daerah belum juga menemukan bentuk bakunya dalam proses pembangunan yang berkelanjutan, hingga akhirnya periode ini harus selesai lebih awal.
Obed Nego Depparinding diberhentikan dari Bupati Mamasa akibat dituduh terlibat dalam skandal kasus korupsi bersama beberapa anggota DPRD Kabupaten Mamasa periode 2003-2008. Meski akhirnya divonis bebas oleh Mahkamah Agung tetapi periode ini dilanjutkan oleh wakilnya Ramlan Badawi yang sampai hari ini masih menjadi penguasa di Kabupaten Mamasa.
Pemimpin 3 Periode
Ramlan Badawi menjadi pemimpin Mamasa paling lama. Hampir 3 Periode beliau menjadi pemimpin di Kabupaten Mamasa. Mulai menjadi wakil bupati di periode 2008-2011 kemudian menjadi Bupati Mamasa dari periode 2011-2013, dilanjutkan pada periode 2013-2018 dan 2018 sampai 2023.
Tentu dibawah, kepemimpinan ini Rakyat Mamasa mempunyai harapan tentang masyarakat yang Harmonis dalam segala sisi. Mamasa dengan potensinya yang melimpah mulai dari sektor pertanian karena tanahnya yang subur, sampai pada sektor pariwisata yang bisa menjadi modal untuk keberlanjutan pembangunan.
Namun tak seperti yang diharapkan oleh kebanyakan Rakyat Mamasa, di bawah kepemimpinan 3 periode ini Mamasa justru semakin terpuruk, padahal Mamasa sudah lebih maju dalam bidang Infrastruktur dasar seperti jalan antarkabupaten yang mulai membaik dan gedung pemerintahan yang sudah cukup lengkap meski masih belum terkonsentrasi, tetapi pembangunan ekonomi, sosial dan budaya di Mamasa masih sangat timpang dan jauh dari harapan banyak orang.
Belum lagi kurangnya perhatian pemerintah untuk peningkatan sumberdaya manusia, terbukti dengan minimnya program pembangunan di bidang pendidikan dan kesehatan sebagai penopang utama pembangunan sumberdaya manusia.
Di bawah kepemimpinan ini juga Mamasa tidak mampu memanfaatkan potensinya untuk mendapatkan pemasukan asli daerah sehingga membuat Mamasa selalu merasakan defisit anggaran hampir setiap tahun dan yang paling parah terjadi di tahun 2021 dan 2022 dan 2023.
Tak kurang dari 100 miliar defisit anggaran yang dirasakan Kabupaten Mamasa pada tahun 2021 dan pada 2022-2023 akibat dari defisit anggaran telah menjadi momok menyeramkan, tak kurang dari 220 M nilai defisit di Kabupaten Mamasa pada era tahun 2022-2023.
Akibat defisit daya beli masyarakat menjadi menurun dan perputaran ekonomi menjadi tidak stabil yang lebih dikenal di Mamasa sebagai “ta’modeendoiinde Mamasa” (sangat minim uang yang beredar di Mamasa).
Dampak langsung dirasakan juga oleh pegawai instansi pemerintahan seperti ribuan aparat desa di 100 desa di Mamasa yang tidak menerima gaji 7 bulan akibat kosongnya kas daerah, dan ratusan tenaga honorer yang terpaksa menelan ludahnya dan mengencangkan ikat pinggang karena gaji mereka diputihkan dan bahkan ada yang dipecat karena daerah tidak lagi mampu mempekerjakannya.
Yang paling aneh justru terjadi pada Ratusan Tenaga Kesehatan di RSUD Kondosapata, mereka juga tak mendapatkan haknya selama 5 bulan dengan alasan defisit ini, dan terpaksa melakukan mogok kerja.
Padahal pemerintah Kabupaten Mamasa telah nengakses dana Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) kurang lebih Rp97 miliar yang prioritasnya adalah untuk kesehatan dan ekonomi masyarakat termasuk membayar gaji para tenaga kesehatan dan peningkatan kualitas pelayanan kesehatan serta menstimulasi UMKM agar bisa bangun pasca pandemi covid19. Tetapi kenapa gaji para tenaga kesehatan tidak bisa di bayarkan? Apakah dana PEN justru digunakan untuk proyek fisik yang bukan peruntukannya?
Penutup
Dari masa ke masa pemerintahan Kabupaten Mamasa sepertinya belum bisa membawa Mamasa menjadi satu daerah yang Mamase, satu daerah yang memberi kasih sayang dan kesejahteraan terhadap seluruh rakyatnya. Mamasa masih digunakan oleh segelintir orang untuk memperkaya diri sendiri dan kolega.
Sebagai generasi muda kita tentu bertanggung jawab untuk terus memberi perhatian untuk Mamasa yang sejahtera dan Mamase. Apakah kita akan terus berdiam diri melihat daerah kita yang setiap harinya di paksa menjadi mase-mase?
Jika solidaritas adalah senjata, mari kita rakit dan kokang barsama rakka batu tuo naolai kada mesa.