Haji Damris, Pendekar Gunung di Belantika Politik Tarung Mamuju

6083
HAJI DAMRIS

TRANSTIPO.com, Mamuju – Pemandangan tak biasa tampak di rumah Ado Mas’ud. Sejak mulai ba’da isya, sekitar pukul 20.00 Wita, beriringan orang datang ke rumahnya. Ada yang berkelompok kecil, satu dua orang seolah tak putus-putusnya hingga pukul 21.50 Wita.

Terpantau, rentang waktu sekitar hampir dua jam itu, baik lelaki maupun perempuan, kebanyakan pakai sandal jepit. “Mereka datang dari kampung-kampung di Mamuju ini,” kata salah seorang sahabat Ado’ kepada media ini, Senin malam, 9 September 2024.

Yang ibu dewasa mengenakan kebaya berpenutup kepala, yang lelakinya pakai kaos, ada pula di antara mereka pakai batik berlengan.

Yang meramaikan perbincangan lantaran sejumlah aktifis Mamuju juga mengambil tempat duduk di mana Ado Mas’ud duduk santai dengan sesekali melempar tawa.

Kepada tetamunya yang datang nyaris sambung menyambung itu, tuan rumah Ado kerap menyilakan makan dan minum, sesuai hidangan yang telah disiapkan ibu-ibu dari dapur belakang.

Sebentar-sebentar pengantar kue rajin mengganti piring yang kosong, kue panas di atas penganan dari dapur dibawa dan ditaruh di atas hampir setengah lusin meja.

Ini rumah putih, markas pemenangan Ado Mas’ud. Pilkada Serentak 2024 di Kabupaten Mamuju, Ibu Kota Provinsi Sulawesi Barat, bakal bertarung dua pasangan, yakni Hj. St. Sutinah Suhardi-Yuki Permana yang diusung 13 parpol, dan pasangan lainnya Ado Mas’ud-H Damris yang diusung 3 parpol, yakni PDI Perjuagan, Golkar, dan Perindo.

Ado Mas’ud sendiri adalah petahana Wakil Bupati Mamuju. Ia bersama Sutinah Suhardi memimpin Mamuju periode 2021 s.d. 2024. Di Pilkada Mamuju kali ini Tina dan Ado bertarung memperebutkan mahkota Mamuju 01.

Dua periode di parlemen Mamuju menjelaskan diri Ado Mas’ud (40 tahun) bukan politisi kemarin sore. Setelah mengenyam pengalaman di dunia aktifis sosial di masa mudanya, melabuhkan diri ke politik menjadi lanjutan pengabdiannya pada publik Mamuju.

Politisi NasDem dari Parlemen Sulawesi Barat, Hatta Kainang, yang datang nimbrun semalam di rumah pemenangan Ado, bilang begini:

“Ini momentum terbaik untuk Rakyat Mamuju. Liatmiki’ kanda, saya tidak tau dari mana semua Rakyat biasa ini datang ke sini,” ujar Hatta yang pada semalam tampak santai: pakai kaos pendek, celana sporty sebatas lutut.

Ado Mas’ud sumringah mendengar rekan Hatta menyeringai bak pujian. Calon bupati ini mengenakan bawahan jins biru muda dipadu kemeja putih berlengan dengan khas dilipat hingga ke pokok lengan.

Sekitar pukul 21.15 Wita, Ado memasang dan merekatkan ikatan tali sepatunya. Ia bilang ada kumpulan kecil ASN Mamuju minta silaturahmi.

Sebelum beranjak pergi, ia mengontak seseorang. Di ujung telepon suara itu dengungan khas Haji Damris. Benar Damris sedang di luar kota untuk sebuah misi, yang dari jawaban Ado, misi perjalanan ini belum tuai sasaran. Seperti kata Damris pada saya, dua malam lalu, ia akan kembali ke Mamuju, Kamis.

Pengelana yang Enjoy

Lahir di Baitang, Aralle Utara, 30 Januari 1968. Dalam diri mengalir darah Tomakaka di Pitu Ulunna Salu (PUS). Lahir dari pemangku Indona Puangbanua– gelar keHadatan di Lembang Aralle.

Masa kecilnya ia habiskan di kampung halamannya, Baitang. Kampung ini familiar pagi siapa pun yang pernah melintas dari Mamuju ke Mamasa.

Di masa remajanya ia pengelana ke segala kampung. 35 tahun silam, tepatnya 1989 ia sudah melanglang ke seantero Mamuju. Mula-mula ia menjangkau kampung Polohu, Mamuju bagian tengah.

Di kampung kecil dalam lanskap kampung tua Babana itu, Haji Damris mulai merenda masa depannya. Tidak siang tidak malam ia masuk belantara mencari kayu.

Ia ajak lusinan kerabatnya yang kerap menyertainya sembari menenteng mesin senso. Rupa-rupa kayu yang primadona di pasaran Jawa dan Malaya, ia bawa menyeberang lautan dengan ancaman perompak.

Damris nekat menyeberang. Di benak kebayang rupiah menebal di saku. Ia abai, di tengah lautan yang dalam, nyawa taruhan setipis silet belaka. Tercebur di laut atau kena bidikan timah panas, ia anggap enteng.

Masa muda Damris adalah momen kisah heroik yang miris. Dari Polohu itulah dulu nama Haji Damris mulai dikenal meluas: nekat, pemberani, dan penderma tak tahu menggantang pindah rupiah di telapak sesiapa saja.

ADO MAS’UD – HAJI DAMRIS

Sesekali Damris pulang ke kampungnya di pegunungan Baitang sana. Ia menjenguk kerabat dan anjangsana ke kampung-kampung tetangga.

Sesekali Damris muda tampak di Mambi, terutama saat acara meriahan 17-an. Kemeriahan di tengah bulan Agustus dulu itu, Damris menggelandang jalan dari Aralle ke Mambi.

Sakunya berisi, maklum perantauan dari Mamuju. Di masa itu, tampak penampilannya parlente: berpengalas kaki dari kulit, baju kemeja tak berlengan, ujung baju diselip dalam celana jins. Jadilan ia berjalan gontai mengundang perhatian.

Tapi keramahan dan solidaritasnya menjadi gaya gaulnya, dari dulu hingga kini.

Manajer Jasmianti Titik Kuat Damris

Menjadi Kepala Desa di Aralle Utara bukan kehendaknya. Tapi markasnya di Polohu seolah jadi saksi yang tak kuat ditolaknya ketika beruntun datang kerabat dari kampung memintanya bersedia dipilih jadi Kades Aralle Utara.

Masa dulu itu memang adalah moment superior bagi Damris. Hasil kebun di Mamuju bagian tengah sudah mulai membuahkan hasil. Bisnis kayu menantang pun mendatangkan rupiah tak sedikit. Damris berlebih duit kala itu.

Permintaan kerabatnya dari Baitang dan di Mamuju ia terima. Menjadi kepala desa di kampung, fisik di Mamuju papan nama di kantor desa. Tapi Haji Damris tahu diri.

Meski tak mendekap saban hari selama satu periode memimpin warga desa, dari waktu sesekali ia muncul di Baitang, ia buat gebrakan, salah satunya bentuk tim bola voli– terutama untuk tim putra.

Melalui bola voli ini nama Damris di pegunungan kian santer. Ia dianggap bak pendekar gunung di Mamuju. Tak hanya itu. Damris paham akan posisinya. Ia tahu dunia intelektual bukan ranahnya selama mengembarakan diri di Mamuju. Karena itulah ia mengakrabi sejumlah pemuda mahasiswa dari Pitu Ulunna Salu di Makassar. Ia kerap bantu mereka yang sedang mengecap kuliah di Makassar.

Kembali soal bola pukul. Tim bola voli terkuat tempo dulu bergilir, Kelurahan Mambi plus Rantebulahan dan Desa Bambang. Tapi di tangan dingin Kades Aralle Utara itu yang permak ciamis tim bola voli dari Aralle, kedua tim pesohor di atas mampu ia geser.

Pemain bola voli dari Aralle Utara menggila di lapangan. Smesnya tertancap di garis serang lawan. Haji Damris mensupport pemainnya dengan segala cara, terutama jaminan materi.

Hajjah Jasmianti adalah istri Haji Damris. Damris seolah asisten manejer kala sedang di rumah, Jasmianti-lah manajernya. Urusan bisnis dan seluk-beluk pendapatan dari kebun sawit misalnya, Damris tak tahu semua itu.

Damris akui itu semua. “Supung kodik politik kuinsang. Bisnis, iyak haji Baine yang urus semua,” kata Haji Damris suatu ketika.

Bersama Jasmianti– keturunan langsung Pue Dolla –telah dikaruniai 14 anak: 8 perempuan, 6 laki-laki. Sekarang Damris-Jasmianti telah punya 10 cucu.

Keluarga Haji Damris menetap di sebuah bukit landai tak jauh dari jalan besar di Desa Bambu, Kecamatan Mamuju. Jika berdiri di pinggir jalan, mata memandang sejauh sepelemparan batu, sebuah masjid berdiri di samping rumahnya yang besar.

Rumah Damris bagai laron-laron. Banyak orang tinggal dan datang. Warga dari Aralle ke Mamuju, rumah Damris salah satu yang dituju. Kemurahan hati Damris setali tiga uang senyum merekah Hajjah Jasmianti saat menyambut kerabatnya yang datang. Harta tak dibawa mati.

Catatan politik Damris juga mencengangkan. Tahun 2008 hingga 2013 memimpin partai yang didirikan Jenderal TNI (Purnawirawan) R. Hartono: PKPB. Partai inilah yang mengantar Damris masuk DPRD Mamuju (2009-2014).

Putaran waktu berpihak padanya. Di sebuah moment ketika partai-partai sedang berbenah, Damris ketiban rezeki mengepalai Partai Golkar Kabupaten Mamuju yang digenggamnya hingga kini.

Pemilu berikutnya untuk masa keanggotaan legislatif 2014-2019, Haji Damris naik kelas. Partai Golkar mencalonkan dirinya ke DPRD Sulawesi Barat dari Dapil Kabupaten Mamuju. Gol. Ia kunci dua periode, terakhir 2019-2024.

2024 ini Haji Damris telah memantapkan keputusan politik sebagai Calon Wakil Bupati Mamuju, mendampingi Ado Mas’ud.

Hari-hari senggangnya ia isi bertani, berkebun, beternak ayam. Hidup Damris bagai pedati mengikuti irama tanpa memusingkan banyak hal. Soal materi untuknya, sudah lebih dari cukup, toh sang menejer di rumah tak pernah terdengar risau dan memekik suara amarah.

Jika menelaah energi hidupnya, sepertinya ini Pilkada Mamuju yang ia ikuti adalah momentum tetakhir. Kalah, yaa habis, menang bisa jadi pemuncak amaliah sepanjang garis waktu hidupnya.

Uang sudah cukup dari hasil kebun yang luas dan usaha-usaha kecil lainnya. Menyelam di politik sudah banyak makan garam, lingkungan keluarga bersama anak-cucu, bukankah nikmat Tuhan yang sudah tiada banding?

Pada Minggu dini hari, Haji Danris membalas beberapa pertanyaan singkat. Ia mengaku sedang di Makassar, Sulsel. Kepada sosok petahana ibu Sutinah Suhardi, wawancara terbaru terkait pilkada, belum terjadwal. Tunggu.

SARMAN SHD

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini