Wabah dari perspektif Kearifan Nusantara: Bunga Rampai Tulisan dalam dua volume tebal.

TRANSTIPO.com, Jakarta – Semenjak pandemi berlangsung pembicaraan tentang wabah dari berbagai sudut tak henti-hentinya dilakukan.

Banyak buku dan artikel telah diterbitkan untuk mengulas wabah. Baik wabah yang kini terjadi maupun wabah-wabah yang sebelumnya pernah terjadi.

Namun jarang sekali terdapat buku yang menghimpun ulasan-ulasan tentang bagaimana khazanah tradisional nusantara menyikapi berbagai penyakit atau wabah menular yang pernah terjadi di nusantara.

Masih banyak yang belum kita ketahui adakah info tentang wabah atau berbagai ragam penyakit itu terekam dalam ritual-ritual nusantara, manuskrip-manuskrip ataupun foklor-foklor nusantara.

Mengawali Januari tahun 2021 ini, BWCF (Borobudur Writers and Cultural Festival) bekerjasama dengan Penerbit Ombak Yogyakarta dibantu Direktorat Pengembangan dan Pemanfaatan Kebudayaan, Ditjen Kebudayaan, Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan maka dari itu mencoba menerbitkan dua jilid tebal buku bertema wabah dalam perspektif khazanah lokal nusantara. Buku ini berjudul: Menolak Wabah (Suara-Suara dari Manuskrip, Relief, Khazanah Rempah dan Ritual Nusantara).

Buku ini berisi 85 tulisan menampilkan pembicaraan penyakit dan pengobatan dari sudut filologi, antropologi, sejarah, seni pertunjukan, arkeologi, pendidikan sampai kebatinan. Buku ini diberi kata pengantar oleh Dr Hilmar Farid, Direktur Jendral Kebudayaan, Kementrian Pendidikan & kebudayaan RI.

Beberapa tulisan dari buku ini ada yang dibuat berkelompok sehingga jumlah penulis yang terlibat secara keseluruhan adalah 105 penulis. Artikel-artikel yang terhimpun ini diseleksi dari progam Call for Papers yang dibuat oleh BWCF pada tahun 2020 bertema: Wabah-Wabah di Nusantara. Saat itu lebih dari 150 abstrak masuk ke panitia BWCF.

Mereka yang mengirim abstrak beragam dari mulai mahasiswa, peneliti, dosen, aktivis kebudayaan, aktivis lintas iman, penghayat kebatinan, ibu rumah tangga, guru meditasi, sampai guru sekolah. Dari sekian itu diambil 85 abstrak terpilih.

10 penulis utama yang terlibat dalam buku ini adalah: Dr Hudaya Kandahjaya, Prof. Dr. Oman Fathurahman, Prof. Dr Agus Aris Munandar, Dr. Heriyanti O Untoro, Dr. Titi Surti Nastiti, Dr. Andrea Acri, Dr. Lydia Kieven, Pandita Mpu Jaya Prema Ananda (Putu Setia), Dr. Diane Butler dan Dr. Hawe Setiawan.

Sementara di luar penulis utama tersebut banyak nama lain di antaranya adalah: Dr. Abhimarda Kurniawan, Agus Dermawan T, Dr, Kris Budiman, Dr. Rita Margaretha Setyaningsih, Dr. Mu’jizah, Dr. Sofwan Noerwidi, Dr. Ichwan Azhari, Dr. (kandidat) Salman Yoga, Stanley Khu. Rusyad Adi Suriyanto, Hari Suroto dan sebagainya

Secara keseluruhan tebal dua buku ini lebih dari 1500 halaman. “Jilid satu buku ini tebalnya 911 halaman. Dan jilid dua tebalnya 865 halaman,” kata Seno Joko Suyono, kurator progam BWCF. Sampul buku menampilkan gambar sebuah patung perempuan Loro Blonyo mengenakan masker.

Patung ini adalah milik budayawan dan komponis Sutanto Mendut. Saat pandemi, Sutanto yang memliki banyak arca dan patung-patung di rumahnya di Mendut tiba-tiba secara spontan menutupi mulut dan hidung patung-patung itu dengan masker. “Ini simbol keprihatinan dan tolak bala,” katanya.

Sutanto Mendut menyatakan bahwa apa yang dilakukannya merupakan sebuah metafora bahwa siapapun harus waspada terhadap virus dan aktif mendoakan agar pandemi ini segera berlalu.

Salah satu patung yang terasa malah bernyawa dan magis auranya saat dikenakan masker atas seizin Tanto, mantan presiden Lima Gunung itu kemudian kami jadikan cover.

BWCF, Penerbit Ombak dan juga Studio Mendut mengharapkan buku ini bisa menjadi langkah awal sederhana untuk mendata berbagai hal mengenai penyakit yang terekam dalam tradisi lokal nusantara.

“Kami percaya masih banyak hal-hal seputar wabah dan penyakit yang tersembunyi dalam khazanah lisan, foklor, mitologi, manuskrip-manuskrip, seni-seni pertunjukan, tradisi bermain, tradisi herbal dan pengobatan, khazanah seni rupa, lontar-lontar, relief-relief atau situs-situs nusantara yang belum diungkap dan dikumpulkan,” kata rohaniawan Mudji Sutrisno SJ dan Imam Muhtahrom dari BWCF.

Buku ini hanyalah sumbangan kecil saja. Diperlukan kerja lebih besar agar data mengenai itu bisa terhimpun semua.

YUSUF SUSILO HARTONO

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini