
TRANSTIPO.com, Mamasa – Ini moment bergembira menyambut hari ulang tahun Tondok kita, HUT ke-22 Kabupaten Mamasa.
Kita memeringati ingatan deraian air mata seraya isak tangis, mengenang memori indah ketuk palu yang dibalut peluh dan keluh para pejuang—pendahulu yang telah pergi selamanya dan telah tiada, yang masih hidup mungkin sedang berfantasi di beranda mengingat pahit getir perjalanan berkabupaten—hingga benar-benar kita pijak jalan-jalan beton yang tebal, bangunan bertingkat yang mengilau, gerak ekonomi yang bergerak naik, dan yang lainnya yang dirasakan dan dilihat dalam keseharian mesti mungkin belum merata.
Inilah buah perjuangan para tokoh—plus sambung-menyambung Doa Rakyat yang tak kasat mata—22 tahun lalu. Jangan dilupakan itu!
Pekan ini—di ibu kota kabupaten yang tata tentram nan sejuk—tak terbilang orang, yang cukup ramai, berkumpul kembali apa makna berotonomi yang diperjuangkan kerja keras dan sekuat tenaga.
Tidakkah kita introspeksikan realitas masa lalu dan cara menata mengayun tungkai ke depan?
Sudut pandang apa yang mesti menyisakan koreksi, dan tentu evaluasi, untuk menelisiknya terbatas di ulang tahun kali ini?
Disederhanakan dengan menyimplikasi dua hal saja berikut ini. Tingkat kemiskinan di Kabupaten Mamasa belum beranjak dari angka dua digit: 13,38 persen di 2020, naik sedikit yakni 13,77 persen di tahun 2021, malah angka kemiskinan kabupaten ini melonjak di angka 14,33 persen di tahun 2023.
Alasan pembenar pada angka yang masih relatif tinggi di tiga tahun seperti yang tersebut di atas lantaran anomali, yang kondisi ini menasional, yakni wabah penyakit Covid-19—praktis melanda kita semua sejak Maret 2020 hingga paruh kedua tahun 2022.
Pemulihan pandemi covid baru normal benar di 2023. Jika alasan ini—faktor pembenar angka kemiskinan Mamasa tak menurun, bahkan cenderung naik—bolehlah mengkonfirmasi di masa hidup normal tanpa petaka sosial yang memengaruhi seluruh sendi kehidupan Rakyat Indonesia periode sebelumnya. Tahun 2018 dan 2019—cukup dua masa ini melihat angka kemiskinan—yang masih kukuh di angka dua digit: 13 persen.
Simplikasi ‘kegagalan’ kedua—kalau boleh menyebutnya begitu—yaitu Pendapatan Asli Daerah (PAD) adalah klausul penting bagi Kabupaten Mamasa menjawab tuntutan pembangunan daerah berjalan normal atau terseok-seok?
Tahun 2022 dan 2023 misalnya, neraca keuangan daerah Mamasa menunjukkan realisasi PAD tak lebih di bawah Rp20 miliar, dari target yang dicanangkan di atas dari angka realisasi itu. Siapa yang salah?
Ini tak penting lagi diurai jika para pemangku kepentingan hendak menatap dan melangkah ke depan. “Saya target pencapaian PAD Kabupaten Mamasa di 2024 ini sebesar Rp45 miliar. InsyaAllah ril,” komitmen Pj Bupati Mamasa, Dr. Muhammad Zain di Mamasa, Rabu pagi, 6 Maret 2024.
Pernyataan punggawa Mamasa saat ini diamini oleh Wakil Ketua DPRD Kabupaten Mamasa Juan Gayang Pongtiku.
“Saya sepakat itu pak. Bahkan kalau perlu kita alokasikan anggaran sampai Rp1 miliar, asalkan menghasilkan PAD yang maksimal, apalagi kalau ditarget sampai Rp45 miliar. ‘Kan, banyak tenaga kontrak di daerah, yang memang tidak terlalu urgen pekerjaannya di kantor-kantor itu, ‘kan bisa jadi Debt Collector (maksudnya, Sales Marketing pajak). Dilatih khusus agar biasa bekerja profesional. Tidak masuk akal pajak hotel dan restoran hanya realisasi Rp8 juta-an di tahun lalu,” ujar Muhammad Sapri, seraya mempertegas, “Perlu betul ditelaah pengelolaan pajak di daerah kita pak Pj.”
Pokir dan KPK
Beberapa jenis penggalian dan serapan aspirasi Rakyat yang perlu diketahui atau yang umum dikenal adalah Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang). Ada musrenbang di tingkat desa/kelurahan, lalu di tingkat kedua di kecamatan, dan di tingkat berikutnya Musyawarah Rencana Pembangunan (Musrenbang) Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) di level kabupaten/kota.
Selanjutnya di level provinsi dan nasional. Begitulah rutinitas tahunan sebelum menyusun agenda pembangunan di Indonesia.
Salah satu tahapan dalam proses perencanaan pembangunan bertujuan mengakomodir usulan kegiatan dengan pendekatan dari bawah ke atas atau bottom-up planning.
Pada tahapan ini biasanya dilakukan pada awal bulan Februari setiap tahunnya. Berlangsung satu atau dua pekan, lamanya waktu yang diperlukan tergantung besaran kecamatan yang ada di sebuah kabupaten/kota.
Di Kabupaten Mamasa, Provinsi Sulawesi Barat, dengan 17 kecamatan, 13 kelurahan, dan 168 desa dengan luas wilayah 3.005,88 km2 (data BPS Kabupaten Mamasa) dimungkinkan musyawarah kecamatan cukup dengan waktu satu pekan.
Pelaksanaan kegiatan musrenbang kecamatan ini dihadiri oleh tim musrenbang Bappeda, narasumber dari pimpinan Organisasi Perangkat Daerah (OPD), Forkopincam, Anggota DPRD, Tokoh Masyarakat, TP-PKK, serta stakeholder terkait lainnya.
Musrenbang adalah agenda tahunan masyarakat saling bertemu mendiskusikan masalah yang mereka hadapi, mengusulkan dalam bentuk usulan sesuai dengan kamus usulan dari masing-masing perangkat daerah yang nantinya usulan tersebut diputuskan sesuai prioritas desa dan kecamatan.
Setelah prioritas tersusun, kemudian diusulkan kepada pemerintah di level yang lebih tinggi, dan melalui Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) usulan masyarakat kemudian dikategorikan berdasarkan urusan dan alokasi anggaran, yang nantinya akan diusulkan dalam musrenbang kabupaten.
Musrenbang berjenjang hingga pada penyusunan RKPD, di Kabupaten Mamasa misalnya, bagai dua sisi mata uang. Kenyataan selama ini, pokok-pokok pikiran (Pokir) Anggota DPRD Kabupaten Mamasa menjadi pintu masuk menambal program inti dalam batang tubuh APBD kabupaten.
Pokir DPRD—tertangkap di banyak perbincangan setahun ini di media percakapan berjejaring—seolah membuat pihak OPD dan pimpinan daerah di Mamasa tersandera dengan pokir dewan yang angkanya relatif besar yang dipatok oleh Rante-rante—alamat gedung DPRD Mamasa.
Bagi Doktor Muhammad Zain, pokir dewan tidak jadi soal. Ketika berangkat dari usulan awal di tingkat Rakyat sesuai musrenbang di kecamatan, program apa pun yang tertuang di APBD pokok, tentu pihak eksekutif mematuhinya.
“Hanya, kalau pokir itu tiba-tiba masuk ke batang tubuh dengan angka besaran yang tak rasional, itu di luar rasionalitas saya,” ujar Pj Bupati Mamasa, Doktor Muhammad Zain di Mamasa, Rabu pagi, 6 Maret.
Selaku pimpinan daerah, pihaknya tak mau jadi batu sandungan hukum di kemudian hari, terutama—yang ia harapkan—kelak bupati definitif sudah dianggap nihil masalah terkait penganggaran pembangunan. “Termasuk ya, pokir itu,” katanya.
Potret dan jejaring informatif yang ia dapatkan sejak awal memimpin daerah ini—yang secara waktu baru sebulan lebih—terindikasi mutu dari program pokir disinyalir rendah. “Ini kadang jadi pintu masalah, terutama secara hukum,” katanya.
Ia tekankan, nama baik daerah ini akan ia jaga, juga reputasi karirnya di birokrasi yang kadung melekat orang Kementerian di Jakarta. “Saya ikut bertanggungjawab menjaga nama baik daerah ini.”
Banyak pihak yang tak bersedia lantang berbicara terkait pokir DPRD di Mamasa ini. Selaku pimpinan DPRD Kabupaten Mamasa, David Bambalayuk menyahuti pertanyaan yang dilayangkan media ini pada Rabu petang.
Wakil Ketua DPRD Kabupaten Mamasa ini menjelaskan posisi pokir dewan secara legal.
“Terkait pokir itu wajib hukumnya diakomodir karena itu dilindungi undang-undang dan tentunya menjadi kewajiban bagi anggota dewan untuk menyalurkan aspirasi konstituennya. Soal besarannya itu tergantung kemampuan APBD,” sebut David Bambalayuk dalam keterangan tertulisnya, Rabu, 6 Maret 2024, sekitar pukul 15.39 WITA.
David menyitir landasan formil yang menguatkan pihaknya, yakni berdasarkan Pasal 178 Permendagri Nomor 86 Tahun 2017, penelaahan pokir merupakan kajian permasalahan pembangunan daerah yang diperoleh dari DPRD berdasarkan risalah rapat dengar pendapat dan/atau rapat hasil penyerapan aspirasi melalui reses (DPRD).
Ia menambahkan, pokir atau pokok-pokok pikiran anggota DPRD merupakan agenda rutin tahunan yang diamanatkan dalam PP Nomor 16 Tahun 2010 sebagaimana telah diubah terakhir dengan PP Nomor 12 Tahun 2018, tentang Pedoman Penyusunan Tata Tertib Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi, Kabupaten, Kota.
Legislator dari PKB Kabupaten Mamasa, Muhammad Sapri—mesti tak terlampau benderang menyentil pokir—ketika berbicara di depan Doktor Zain, Rabu pagi, dengan mengatakan bahwa agenda-agenda itu telah terkomunikasikan dengan masyarakat di basis kami. “Ini perlu perhatian pak Pj,” singgung Sapri.
Pj Bupati Mamasa menyinggung terkait beban Pemkab Mamasa atas pinjaman daerah yang nilainya sudah sebesar seratusan miliar rupiah, sejak beberapa tahun.
Selain beban utang dari pinjaman daerah, angka defisit keuangan Pemkab Mamasa yang sempat menyentuh angka sebesar Rp200 miliar lebih, tak sedikit pihak di bagian otoritas keuangan baik di kabupaten maupun provinsi dengan menyebut kondisi keuangan Mamasa “sudah masuk perawatan ICU”.
Kehadiran enam orang kapasitas KPK RI di Mamasa, Sulawesi Barat, pada Selasa, 29 Oktober 2023, bertemu dengan Bupati Mamasa Ramlan Badawi yang didampingi sejumlah pejabat teras Pemkab Mamasa, pertanda sinyal kuat kondisi keuangan Pemkab Mamasa sedang tak baik-baik saja. Pertemuan kala itu tertutup—oleh dan siapa pun.
Kemudian hari, sumber media ini menyebutkan, kunjungan pejabat KPK ke Mamasa untuk pembinaan dan pencegahan tindak pidana korupsi di Pemkab Mamasa.
Menurutnya, pihak KPK juga menitipkan catatan penting, bahwa belanja hibah dan bansos—di dalamnya pokir—yang tidak selayaknya Pemkab Mamasa anggarkan sebab sekarang dalam kondisi defisit anggaran.
Pihak KPK juga beri catatan penting, yakni harus terpenuhi dulu belanja wajib baru belanja yang lain.
Dalam pikiran Dokter Zain, salah satu yang didamba adalah keuangan Pemkab Mamasa—untuk kelancaran agenda pembangunan daerah ke depan—maka pendapatan daerah dari upaya bersama merumuskan peningkatan PAD Kabupaten Mamasa.
Ia melihat, sumber-sumber PAD yang potensial ada bidang pariwisata, pajak dan retribusi, RPH, pemotongan hewan, termasuk pajak hotel dan restoran.
“Potensi lainnya akan kita temukan dari seringnya kita urun rembuq dalam waktu dekat ini, bisa kita mulai di luar kota Mamasa, apakah di Buntu Kepa’ atau di Tondok Bakaru,” kata Pj Bupati Mamasa.
Ia ancang-ancang, memulai diskusi lintas peran yang berisi itu, “Setelah Kirab Budaya.”
SARMAN SAHUDING