TRANSTIPO.com, Mamuju – Bisa dibilang pada Juni dan Juli ini, Provinsi Sulawesi Barat menjadi perhatian penting bagi Kejaksaan Agung (Kejagung) Republik Indonesia.
Pasalnya, pasca terbitnya Keputusan Presiden (Keppres) Republik Indonesia tahun 2019 tentang pembentukan Kejaksaan Tinggi (Kejati) Provinsi Sulawesi Barat (Sulbar), maka sudah barang pasti segala turunan dari perintah Keppres itu berjalan maju.
Salah satunya, dan ini sudah jadi pengetahuan umum, yang terus tergerak itu adalah penyediaan lahan untuk pembangunan kantor Kejati Sulbar. Beberapa bulan lalu, upaya penyediaan lahan untuk kantor dimaksud telah terlihat.
Sebuah lokasi yang luas—entah dalam jumlah berapa meter—di kawasan Arteri Mamuju, Kecamatan Simboro, pihak Kejati Sulawesi Selatan dan Barat (Sulselbar) telah mematenkannya sebagai milik pihak Kejaksaan dengan peruntukan bangunan Kantor Kejati Sulbar.
Kebenaran akan tanah itu kian absah sebab pada Rabu, 10 Juli 2019, Kepala Kejati Sulselbar Firdaus Dewilmar sengaja datang ke Mamuju untuk meninjau lokasi dimaksud. Saat di lokasi, tak jauh dari bibir Jalan Artari, tampak Firdaus Dewilmar ditemani oleh Ali Baal Masdar, Gubernur Sulbar saat ini.
Pada Rabu sore, 10 Juli, kemarin sekitar pukul 16.15 WITA, saya mewawancarai Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Mamuju Ranu Indra, SH, MH terkait pelembagaan Kejati Sulbar.
“Keppres Kejati Sulbar sudah (ada) pejabatnya belum ada,” kata Ranu Indra, menjawab pertanyaan melalui whatsapp.
Pertanyaan berikut saya layangkan kepada Salahuddin, SH, Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejati Sulselbar, hanya beberapa menit setelah selesai wawancara singkat dengan Ranu Indra.
“Kalau Keppres tentang pelembagaan Kejati Sulbar sudah ada,” tulis Salahuddin dalam aplikasi whatsapp persis setelah ia turun dari mobilnya dari setelah berdinas di sore hari kemarin itu.
Tak hanya ini, penjelasan panjang datang dari mantan juru bicara Kejari Mamuju ini.
“Mengenai siapa nanti akan jadi Kajatinya (di Sulbar, red) belum ada. Mengenai isu bahwa saya yang akan isi jabatan tersebut, itu tidak benar, karena belum ada Keputusan Jaksa Agung tentang siapa ditunjuk selaku Kajati Sulbar,” begitu Salahuddin menjawab pertanyaan laman ini.
Kembal ia perjelas, “Terkait siapa yang menjadi personil Kajati Sulbar, itu adalah mutlak kewenangan Kejaksaan Agung.”
Ia tak lupa tambahkan penjelasan. “Sebagai tindak lanjut dari Perpres 55 tahun 2012 tentang stategis nasional pencegahan korupsi untuk jangka panjang serta Perpres 54 tahun 2018 tentang stategis nasional pencegahan korupsi, dengan focus pada 3 hal yakni: Tata Niaga dan Perijinan, Reformasi Birokrasi, dan Keuangan Negara (Penyelamatan),” jelas Salahuddin.
Dari apa yang Salahuddin jelaskan di atas, ia tambahkan rinciannya dengan menyebutkan, “Di mana masing-masing kementerian lembaga Negara membuat rencana aksi. Rencana aksi tersebut sebagaimana terimplementasikan pada kegiatan Kajati di Sulbar kerjasama dengan KPK dan Polda Sulbar adalah mengoptimalkan pendapatan negara/daerah.”
“Setiap kota membuat rencana aksi guna optimalkan pendapatan daerah. KPK, Jaksa dan Polisi bergerak bersama melakukan penguatan yang terintegrasi dalam penegakan hokum,” tulis Salahuddin lagi.
Selain itu, tambah Salahuddin, pak Kajati Sulselbar meninjau lokasi atau lahan rencana pembangunan Kantor Kejati Sulbar.
“Urusan ini sedang dalam proses dan kini telah berjalan di Kejagung. Pak Kajati mendorong percepatan pembangunan kantor (Kejati Sulbar, red),” sebut Salahuddin.
Di ujung penjelasan Salahuddin, “Bersama Gubernur Sulbar telah melakukan peninjauan lokasi kantor. Sekalian pula rencana pemakaian gedung sementara para pegawai Kejati Sulbar nantinya sambil menunggu perampungan kantor Kejati baru.”
Masih ada satu tokoh Kejaksaan yang saya wawancarai, persis setelah ba’da Magrib, semalam. Namun sayang, di ujung penjelasan figur penting yang kini berdinas di tanah Jawa tersebut, ia tulis di whatsapp, “Off the record.”
SARMAN SHD