Sejarah berutang pada Katiluaan: kampung tua tertutup, tertinggal. Kades Marwan datang hendak membukanya, sesuai mimpinya sejak lama. Tapi langkahnya terlampau berani — berhentikan 10 aparat desanya.
Di Sendana, Nasir pun begitu.
Kini dua desa di Mambi dalam pusaran kasus serius — separah badai? Kapan berakhir?
TRANSTIPO.com, Mambi – Jumat malam, selepas magrib, di penghujung Mei 2022. Ia datang di Lingkungan Pulla Timur, Kelurahan Mambi.
Tak terbilang jari lagi ia menggeser topi dinasnya, dan sesekali dari itu ia lepas lalu ditaruh di atas meja, dan dipakai lagi.
Pemuda Syamsul Marwan duduk di sebuah tempat teduh di bilangan pojok Mambi malam itu, hingga terlewatkan waktu berbilang jam.
Belum larut memang saat ia kembali ke Saludurian bersama mobil pick-up miliknya yang sudah berumur.
Di Saludurian, Kecamatan Mambi itulah kini Syamsul Marwan menjadi punggawa: ia dilantik sebagai kepala desa (kades) pada 29 Desember 2021.
Marwan atau lebih akrab disapa Mawang pernah merantau ke Kalimantan. Dulu, dan lama di pulau Borneo demi peruntungan nasibnya.
Setibanya di Saludurian beberapa tahun lalu, uang seratusan juta rupiah hasilnya merantau itu, ia beli mobil bekas jenis avanza. Sejak itulah Marwan cari uang bawa penumpang, dari gunung Mambi ke kota di pesisir pantai.
Belakangan ia kadang digantikan oleh adiknya, Marwan urus yang lain. Meski mobil hasil keringatnya itu di tangan adiknya, ia tetap kontrol pelihara.
Beberapa bulan sebelum ia maju bakal calon kades di Saludurian, “Saya jual itu mobil. Laku 100-an juta rupiah,” cerita Marwan, November 2021.
Sesekali tampak tegang, dan serius. Jika sudah begitu sebelah kakinya diangkat lalu menindih pada pahanya yang satu. Ciri duduk bersilang begini kebiasaan orang dewasa masyarakat pegunungan (terutama di Pitu Ulunna Salu).
Tempat duduk Marwan pada Jumat malam itu, juga tempat duduk yang sama oleh seorang lelaki Sendana, ST (46 tahun). Ia “orang dekat” kades Nasir. Cerita di awal malam, disudahi sebelum dekat-dekat dini hari. Sewaktu dengan Marwan pun sama.
Mimpi indah yang ia bawa ke Kalimantan dulu, lalu ia pulang ke Saludurian hendak mewujudkannya, titik terang itu ada.
“Saya jadi kades sebetulnya hanya mau agar masyarakat tahu bahwa saya ini bisa berguna pada mereka,” kata Marwan di malam itu.
Setiap menyebut Katiluaan, Marwan sumringah. Ia terlihat semangat — dari gerak gerik duduknya.
Desa Saludurian yang dipimpin Marwan saat ini berpenduduk 1.009 jiwa. Terdapat 7 dusun. Di kampung Katiluaan dipecah jadi dua dusun.
“Dusun Katiluaan Timur dan Dusun Katiluaan Barat,” kata Sekdes Saludurian, Dahlan yang dikonfirmasi pada 30 Mei dan 2 Juni.
Menurut Dahlan, Desa Saludurian pemekaran dari Desa Rantebulahan (induk), definitif pada 2015 lalu.
Saludurian dan Rantebulahan hanya diantarai sebuah sungai kecil, jaraknya dekat tapi dilaluinya bisa lama karena jalannya yang rusak — terbilang parah. Ke Desa Salumaka’ hingga ke Desa Salubanua, nun jauh di sana, apalagi. Kondisi jalannya meski tak ditulis bayangkan saja, yang sudah pernah memaksakan diri kesana. Yang “sengaja mau rusak” kendaraannya (motor).
Dua dusun di Katiluaan itu sudah seperti urat nadi hidup kades Marwan. Impiannya begitu indah. Gambar jalan kecil lagi rusak di Katiluaan itu tersimpan apik di handphone-nya.
Di sana ada dua Masjid kecil. “Ada satu SD kecil. Kelas jauh dari Saludurian,” kata Marwan. Sebuah jembatan yang menghubungkan dua dusun dibangun swadaya warga Katiluaan.
“Kalau rusak lagi, kami perbaiki lagi,” aku Marwan.
Kampung Katiluaan itu memang menjauh: jauh dari induk kampung Saludurian yang sekitar 3,5 km, pun tak bisa dibilang dekat dari Kelurahan Mambi, Kecamatan Mambi.
Kampung Katiluaan sebenarnya punya ‘keistimewaan’. Punya jalur setapak ke Kelurahan Talippuki, juga Mambi dan Saludurian sendiri.
Tapi apa lacur, hingga kini kampung ini masih tertinggal — dilihat dari banyak sisi. Tapi Marwan punya impian, jembatan dan jalan akan ia perbaiki. Juga ia mau masyarakatnya punya pendidikan yang maju.
Marwan hendak membuka diri, membuka Katiluaan. Meski hanya 100-an jiwa penduduknya atau 44 kepala keluarga (KK), kawasan “segi tiga emas” ini menyimpan banyak potensi sumber alam.
“Hampir semua jenis tanaman bisa tumbuh di Katiluaan.”
Mimpi-mimpi Marwan itu berbanding terbalik dengan keadaan pemerintahan desanya saat ini — atau dua bulan belakangan ini.
Pemandangan itu terjadi lantaran ulahnya sendiri. Pada akhir Maret lalu ia berhentikan 10 orang perangkat Desa Saludurian. Meski di malam Jumat lalu itu, ia beberkan “kekuarangan” 10 aparat desanya itu. Salah satunya ijazah dan kedisiplinan pengabdi di desa.
Tapi apa pun itu, kades Syamsul Marwan terlanjur dalam deraan masalah. Sejurus waktu pasca pemberhentian perangkat di desanya, dilawan. Dilaporkan ke pihak terkait.
Ceritanya kemudian, oleh Dinas PMD Kabupaten Mamasa menerbitkan sebuah surat tertanggal 25 April dengan salah satu penekanan diminta kades Marwan kembalikan 10 perangkat desa yang diberhentikan itu aktif kembali jadi perangkat Desa Saludurian.
Marwan pun cerita jika ia baru saja kembali dari Mamuju, 25 Mei, menghadiri undangan Ombudsman Sulawesi Barat.
“Hari ini Desa Saludurian baru selesai klarifikasi,” demikian keterangan singkat punggawa Ombudsman, Lukman Umar pada 25 Mei siang.
Ditelisik, solusi tepat atau apakah Marwan hendak mundur “selangkah”? “Tidak. Anna kao kades. Aparat saja bisa, masak kao kades latek mala.”
Kades Saludurian ini kukuh pada keputusannya. Dari caranya menekan kata dan penjelasan, rupanya ia tak bakal mau anulir SK pemberhentiannya itu.
Hal sama terjadi pada Nasir di Sendana. Melalui pemuda ST — orang dekat Nasir — keputusan beliau itu saya rasa naposirik beliau.
Tidak ada kata mundur.
Ketegangan atas SK pemberhentian perangkat desa di Sendana dan Saludurian masih kisruh hingga kini.
Bupati Mamasa Ramlan Badawi mulai turun tangan. Sebuah surat digital yang beredar di Mamasa pun diterima transtipo mengaitkan nama Ramlan Badawi.
Pada surat tertanggal 30 Mei 2022 itu bersifat penting. Surat undangan itu perihal pertemuan para “pimpinan daerah” untuk penyelesaian polemik penggantian perangkat desa (di Kabupaten Mamasa). Hajatan penting ini akan dihelat pada Selasa, 7 Juni 2022.
Surat undangan ini ditanda tangan basah Bupati Mamasa, Ramlan Badawi.
Belum ada para pihak terkait yang dikonfirmasi mengenai kebenaran surat undangan pertemuan tersebut.
Pasca 7 Juni, semoga Sendana dan Saludurian tetap baik-baik saja. Semua pihak mesti menjaga kondusifitas kehidupan masyarakat. Ini paling utama. Lebih dari apa pun.
Apresiasi kepada para pejuang pencari keadilan. Tetaplah pada koridor hukum dan pemerintahan yang baik. Negeri ini dipayungi oleh hukum dan demokrasi.
Pemuda Marwan dan ST — pun saya selaku pemangku kursi tempat duduk di malam itu — tampak santai saja dengan sesekali menyeruput kopi hangat.
SARMAN SAHUDING