Indo’ Dorsila Menenun di Makodim Mamasa untuk Hartono dan Rina

1237
INDO' DORSILA (60 TAHUN) MENENUN DI MAKODIM 128/MAMASA, KAMIS, 21 NOVEMBER 2024. (FOTO: SARMAN SHD)

TRANSTIPO.com, Mamasa – Indo Dorsila (60 tahun) masih cetakan menarik papan kayu kecil di sela benang yang tersusun.

Ia duduk selonjoran kaki di teras lantai dasar dekat pintu timur di gedung utama Makodim Mamasa pada petang, Kamis, 21 November 2024.

Indo’ dari Balla ini diundang datang ke Makodim Mamasa di saat ada tamu penting dari Mamuju.

Sembari menarik papan kecil, ia bertopang pada sebuah papan yang kedua ujungnya diikat melewati badannya sehingga membuatnya leluasa menggerakkan badan sembari menenum kain.

Sore tadi Indo’ Dorsila cukup lincah Ma’takuk dan Maksampang (ìstilah daerah Mamasa) dalam merekatkan ratusan lembar benang tersusun yang di tengahnya ada ruang kosong untuk menarik naik turunnya papan kecil.

Di saat tarikan di dekat badannya, ia selipkan sehelai benang dari dalam pipa kecil yang ia dorong dari kanan ke kiri, maka benang memadat dan terbentuklah kain degan tonjolan varian warna dan motif yang indah.

DEPPA TORIK (KUE OLAHAN TANGAN KHAS MAMASA) DAN BEBERAPA LEMBAR KAIN TENUN MAMASA DILIPAT RAPI DI ATAS MEJA DI MAKODIM 028/MAMASA. (FOTO: SARMAN SHD)

Sembari menenun, ia bercerita kepada media ini. Sejak Kamis pagi ia duduk menenum di Makodim Mamasa itu.

Rabu kemarin pihak Kodim Mamasa datang ke rumahnya di Rante Sepang, Kecamatan Balla, Kabupaten Mamasa.

“Tadi pagi saya dijemput ke rumah oleh pak Tentara di sini (Makodim) pak,” kata Dorsila dalam bahasa Mamasa yang kental.

Selembar kain khas Mamasa hasil tenunan Dorsila ia tunjukkan pada media ini. Panjangnya 1 meter, lebar sekitar 40 centimeter.

Ia bilang, kalau sudah jadi kain, agar tidak terlampau panjang maka digunting lagi. “Inilàh hasilnya, pak,” katanya bangga.

Ia masih menenum sembari menunjuk ke meja di sekitarnya tempat menaruh Deppa Torik (Kue khas Mamasa) dan sejumlah lembaran kain tenun Mamasa dalam lipatan rapi.

“Itu dijual, pak,” katanya.

Indo’ Dorsila sudah cukup lama menggeluti pekerjaan menenun. “Sudah 40-an tahun saya menenun,” ujarnya.

Doesila telah menjadi benteng pertahanan khas kebudayaan Kabupaten Mamasa lewat keterampilan tangan dan instignya membuat kain khas tradisonal Mamasa ini.

Kain tenun Mamasa, dan yang paling santer dikenal adalah Sambu Bembe (kain bernilai tinggi). Kain corak ini dibuat khusus untuk kalangan tertentu. Harga perlembarnya pun agak mahal, bisa sampai Rp700 hingga jutaan perlembar.

Di tengah suasana ramai dan bergembira 164 Tentara di Kodim 028/Mamasa di dalam tenda dan di luar tenda, Dorsila suntuk dalam duduknya mengepang benang.

Ia hendak menyelesaikan kain tenun kedua untuk dihadiahi kepada tamu terhormat itu.

Tamu terhormat dimaksud ialah Danrem 142/Tatag Brigjen TNI Hartono, S.I.P., M.M bersama istri yang juga Ketua Persit KCK Koorcab Rem 142, Ny. Rina Hartono.

PRAJURIT TNI KODIM 028/MAMASA. (FOTO: SARMAN SHD)

Keduanya datang di Mamasa, dan sejak pagi menjelang siang, Brigjen Hartono dan Ny. Rina duduk di panggung kecil dalam tenda untuk memberikan pengarahan kepada seluruh prajurit TNI yang ada di Kabupaten Mamasa.

Sebelum kembali ke Mamuju, komandan Hartono dan ibu Rina beroleh hadiah berupa dua lembar kain tenun buatan Indo’ Dorsila.

Dua lembar kain itu dari bentuknya menyerupai taplak meja.

Indo’ Dorsila hanya menyungging ramah ketika disinggung harga perlembar kain buatannya untuk sang komandan dan istri.

Terkait menenun di Mamasa, adalah ilmu terampil yang diturunkan sejak dari nenek moyang Mamasa. Umumnya pegiat tenunan Mamasa dilakoni oleh kalangan perempuan.

Indo’ Dorsila tentu berharap keahliannya menenun kain yang benilai cita rasa dengan manfaatnya yang penting, bisa menurun ke generasi puteri di Mamasa berikutnya.

SARMAN SHD

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini