TRANSTIPO.com, Mamuju – Menindaklanjuti Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) tentang Daerah Aliran Sungai (DAS) Mamasa, Ketua Pansus Ranperda DAS Yahuda, SE bersama anggota Pansus lainnya mengadakan rapat di Kantor DPRD Provinsi Sulbar pada Rabu, 5 April 2017.
Dalam rapat itu, selain Yahuda—selaku ketua Pansus—juga dihadiri oleh Anggota Pansus, yakni Hj. Fatmawati. Rapat ini juga dihadiri sekitar 15 orang dari perwakilan OPD Pemerintah Provinsi Sulbar yang terkait dengan Pansus DAS Mamasa.
Sekadar diketahui, daerah aliran sungai Mamasa itu juga digunakan oleh provinsi lain dengan keperluan, misalnya sebagai tenaga pembangkit listrik.
Ketua Pansus DAS, Yahuda Salempa, SE, menjelaskan, soal aliran Sungai Mamasa yang diduga dimanfaatkan oleh provinsi lain, memang tujuan dari Ranprda ini—atau kelak jadi Peraturan (Perda)—untuk menuju persolan Daerah Aliran Sungai (DAS).
“Aliran sungai kita, khususnya yang ada di Mamasa, air permukaannya digunakan oleh provinsi lain sebagai tenga pembangkit listrik. Sementara Provinsi Sulbar sendiri tak dapat apa-apa atau PAD dari situ. Padahal selaku pemilik air permukaan itu harus ada PAD yan masuk,” kata Ketua Pansus, Yahuda.
Makanya, menurut hemat Yahuda, “Kami berharap dengan munculnya Perda ini, itu sudah diatur dalam pasal yang menyebutkan bahwa sebagai aliran permukaan harus ada PAD yang masuk. Dan itu akan ada pasal yang mengatur terkait hal itu dalam Perda DAS ini,” tegas Ketua Pansus DAS Mamasa, Yahuda.
Masih menurut Yahuda, memang dalam rapat ini yang menjadi perdebatan mengenai status Daerah Aliran Sungai terutama aliran sungai yang ada di Mamasa. Sebab versi Balai, Mamasa itu masuk dalam DAS Sa’dang, Kabupaten Tana Toraja (Tator), Sulsel, tapi secara geografis Sungai Mamasa itu tak menyeberang ke Tator tapi langsung mengalir ke PLTA Bakaru di Kabupaten Pinrang, Sulsel.
Lantas langkah apa yang akan dilakukan oleh Pansus DAS Mamasa jika kemudian pihak Pemprov Sulsel klaim bahwa DAS Mamasa itu adalah sesungguhnya DAS Sa’dang?
Yahuda menjawab, “Kami mencoba konsultasi dengan pihak DAS Sulsel. Mereka katakan kalau memang ada hal-hal yang menyangkut kebijakan antara dua provinsi—Sulsel dan Sulbar. Kami juga menyinggung harus ada kompensasi masalah air permukaan yang ada di Mamasa yang digunakan sebagai PLTA di sana. Mereka mengatakan, itu akan dibicarakan lebih lanjut dengan mempertemukan kedua pemerintah tetangga ini, yaitu pihak pemprov dan legislator.”
“Bila Perda ini sudah ril maka kita akan lakukan pertemuan antara Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan dengan Pemerintah Provinsi Sulawesi Barat,” kata Yahuda ancang-ancang solusi.
Yahuda menambahkan, mereka (Pemprov Sulse, red) akan terbuka jika regulasinya sudah jelas. Olehnya itu kami akan lakukan konsultasi dengan kementerian terkait supaya acuannya satu bahasa. Sehingga pada saat ada kebijakan yang dibuat dalam Perda ini dan menyentuh ke Sulsel, maka kita akan dimediasi oleh pemerintah pusat.
Sebelum menutup penjelasan, terkait DAS Mamasa, Yahuda mengatakan, selaku legislator dari Dapil Kabupaten Mamasa, yang pernah menjadi konsultan perencanaan pembangunan pembangkit tenaga listrik di Bakaru pada 1993, “Saya tahu persis bahwa air yang digunakan untuk pembangkit listrik itu dari Sungai Mamasa.
Jadi tak salah jika Yahuda berkesimpulan sementara, “Setahu saya, sumber air yang masuk ke PLTA Bakaru itu 100 persen dari Sungai Mamasa. jika ditutup maka air yang mengalir ke PLTA Bakaru tak akan ada lagi,” kata Yahuda setengah bercanda namun hal itu hal serius juga.
Seusai Rapat Pansus, Kepala Balitbangda Pemprov Sulbar Dr. Jamil Barambangi mengatakan, kami dari Kelitbangan akan melakukan kajian secara komperensif, holistik dan intekgratif karena ini adalah pontensi kita yang sampai saat ini belum termaksimalkan dengan baik bagi Provinsi Sulawesi Barat. Menurut hemat Jamil, justru Provinsi Sulawesi Selatan yang memanfaatkan aliran sungai kita yang ada di Mamasa.
Masih menurut Jamil Barambangi, dalam diskusi ini kami menganggap bahwa salah satu DAS kita, yaitu Sungai Mamasa, itu tidak bermuara ke Kabupaten Pinrang, Sulawesi Selatan, tapi bermuara ke Sungai Sa’dang, Tana Toraja, Sulawesi Selatan.
“Kami juga menilai di dalam Draf Ranperda ini, setalah kami cermati masih banyak bagian-bagian yang belum masuk di dalamnya, termasuk tak menyebut Lembaga Adat yang berada di sepanjang sungai. Bahwa seperti apa perananya dalam mengelola DAS, juga tak tersebut dalam ruang lingkup peranan pemerintah seperti ap. Juga tak menyebut masyarakat sepanjang Daerah Aliran Sungai, seperti apa pula perananya,” urai Doktor Jamil Barambangi seusai rapat itu. Advertorial
HUMAS/SEKRETARIAT DPRD SULBAR