
SDK menutup tahun 2024 selaksa berpendar laron-laron. Setelah ia maklumkan ucapan selamat dan pujian dari segala arah untuknya, letupan kembang api di bibir pantai Manakarra, Mamuju, di malam akhir tahun seolah pelengkap kebahagiaannya.
TRANSTIPO.com, Makassar – Ketabahan seorang kader telah ditunjukkan Suhardi Duka (SDK) di masa Almalik Pababari memimpin Golkar Kabupaten Mamuju. Kesetiannya di partai pohon beringin itu mengantarnya jadi Ketua DPRD Kabupaten Mamuju dan Bupati Mamuju dua periode kemudian: 2005 s.d. 2015.
Hasrat SDK perlahan mendaki menapaki tangga teratas partai bahkan di level provinsi, hanya sampai Ketua Harian Golkar: posisi ketiga di bawah dua punggawa partai.
SDK seolah tak beruntung di posisi itu lantarannya ada Anwar Adnan Saleh (AAS) dan Haji Hamzah Hapati Hasan (H4), punggawa partai dimaksud. Keduanya dengan jabatan top, Gubernur Sulawesi Barat dan Ketua DPRD Sulawesi Barat.
Awal perubahan pun datang. Tahun 2010 seiring menatap periode lima tahun kedua Bupati Mamaju, SDK banting setir. Ketika itu Partai Demokrat digdaya di tangan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).
Meski pendatang baru di palagan politik nasional, Demokrat bersama SBY kekuatan dan ikon baru. Ini seolah bertemunya ruas dan buku.
Pemilu 2024 dua kemenangan kembar diraih: Demokrat memenangi Pileg dan SBY unggul di Pilpres.
Fakta politik itu membuat SDK di daerah kian kepincut. Embrio meninggalkan Golkar beralih ke Demokrat, mulai terlihat di saat yang sama AAS dan H4 kian lengket.
Haji Aras Tammauni yang menjemput partai Bintang Mercy itu seiring terbentuknya DOB Sulawesi Barat. Dimulai tahun 2006 dan memimpinnya hingga 2012.
Masuknya SDK di Demokrat Sulawesi Barat pascapemilu 2009 dan akhirnya menggantikan posisi Aras Tammauni pada 2012, adalah awal karir politik SDK gemilang.
Sejak 2012 ke 2017, Aras Tammauni cukup menjadi Ketua Majelis Pertimbangan Partai Demokrat. Sementara SDK memantapkan diri Ketua DPD Partai Demokrat Sulawesi Barat.
SDK ikut membantu perjuangan Aras Tammauni menjadikan Mamuju Tengah sebagai Daerah Otonomi Baru (DOB).
Mengawinkan agenda politik daerah antara SDK dan Aras begitu cukup harmonis dan prospek.
Walau seorang bupati, SDK rela wilayah kekuasaannya di Kabupaten Mamuju menciut dengan keluarnya wilayah Mamuju bagian tengah jadi kabupaten baru.
Jalan Baru SDK
Kesetiaan kader tak lekang oleh waktu. Perpisahan dengan Almalik dan Aras kemudian.
Sebagai Ketua DPRD Mamuju periode 2000 s.d. 2005 menguatkan harapan SDK maju ke Pilkada Mamuju. Waktu itu merupakan pemilihan langsung oleh Rakyat yang pertama di Mamuju pascaotonomi daerah yang berlaku efektif pada 2001.
Pada Pilkada Mamuju 2005 adalah pertarungan senior dan yunior. SDK yang didukung partai Demokrat bersama sejumlah partai kecil lainnya, melawan petahana Almalik yang didukung partai Golkar, partai mayoritas di Mamuju kala itu.
Kemenangan SDK atas seniornya, Almalik Pababari, kian menjelaskan kepiawaian SDK meracik langkah politiknya.
Pilkada berikutnya pada 2010 kian mengokohkan posisi SDK, dan di periode kepemimpinannya yang kedua cukup mudah baginya meyakinkan Aras Tammauni untuk bergeser di Partai Demokrat Sulawesi Barat.
Tahun 2012, terkonfirmasi ke SDK belum lama ini, awal mula memimpin Partai Demokrat Sulawesi Barat.
Kekalahan dua kali beruntun trah Almalik di Pilkada Mamuju memunculkan cibiran kemudian dari pihak keluarga Aras dan Almalik, terkait lengsernya Aras di partai Demokrat dengan memberi karpet merah kepada SDK memimpin partai itu.
Keyakinan SDK sanggup membawa partai Demokrat ke puncak ia buktikan pada Pemilu Legislatif (Pileg) di tahun 2014, dan puncaknya pada Pileg 2019.
Pemilu 2019, partai Demokrat mendepak kekuasaan Golkar di parlemen yang selama Sulbar ada selalu memenangi perolehan kursi di parlemen.
Awal Seteru Berujung Pisah Jalur
Pileg 2019 adalah puncak penyatuan kekuatan Aras dan SDK. Di Mamuju misalnya, Demokrat mengirim 3 kadernya ke parlemen. Di Mamuju Tengah, setelah dua kali ikut pemilu pascapemekaran kabupaten pada 2013, Demokrat rebut dua kursi.
10 kursi di parlemen Sulawesi Barat melangkahi perolehan kursi Golkar dengan selisih satu kursi. Itu artinya, kejayaan Golkar selama 10 tahun lebih saat itu direbut Demokrat.
Duduknya kader Demokrat jadi Ketua DPRD Sulawesi Barat — konsekuensi pemenang atau peraih kursi terbanyak — justru menyisakan tak sekadar cerita menarik, tapi sekalian awal perpisahan Aras dan SDK.
Haji Aras Tammauni hengkang dari Demokrat pada 1 Oktober 2019. Kepindahannya ke salah satu partai tertua di Indonesia, Partai Golkar, tak sekadar pengobat kekecewaannya di Demokrat.
Langsung menjadi ketua DPD Partai Golkar adalah posisi teranyar. Dengan begitu, sebagai politisi, sejak di Golkar, Aras dan SDK setara.
Kekecewaan Aras atas penunjukan St. Suraidah Suhardi jadi Ketua DPRD Sulbar periode 2019-2024, menihilkan prestasi Amalia Fitri Aras Tammauni yang meraih suara lebih besar dari Suraidah Suhardi sesuai hasil Pileg 2019, ditengarai pemantik kekecewaan Aras terhadap Ketua DPD Demokrat, SDK.

SDK yang lebih memilih anaknya, Suraidah ketimbang Amalia Fitri yang catatan raihan suara pribadinya 22.622 dari Dapil Mateng, jauh mengungguli perolehan suara pribadi Suraidah Suhardi yakni 9.820 di Dapil Mamuju.
Bagi kubu Aras tempo itu, kader Demokrat Amalia yang seharusnya didapuk partai ini ke posisi ketua parlemen Sulawesi Barat bukan Suraidah.
Pascapemilu atau setelah penentuan ketua parlemen itulah keretakan keduanya terjadi.
Kemarahan Aras Tammauni menemukan kemenangannya kemudian. Meski harus menunggu masa lima tahun dalam periode pemilu legislatif.
Pada Pileg 2024, Partai Golkar yang dipimpin Aras Tammauni berhasil mengalahkan Partai Demokrat.
Dari 45 kursi di DPRD Sulbar, Golkar mengantongi 10 kursi di bawah Demokrat, 8 kursi. Ini berarti kader Golkar yang mengisi kursi Ketua DPRD Sulbar. Kini giliran Amalia Fitri Aras, meski perolehan suara pribadinya tak sebesar sewaktu lima tahun lalu. Suraidah Suhardi, wakil Demokrat di dewan, jadi Wakil Ketua 1 DPRD Sulbar.
Belajar dari Kekalahan 2017
Kekalahan sangat tipis atas Ali Baal Masdar (ABM) pada Pilgub Sulbar 2017 tak menyurutkan langkah politik SDK.
Dua tahun setelah itu, Pileg 2019 adalah gambaran gamblang — dengan tanpa jabatan formal di pemerintahan sekalipun — bagaimana SDK bangkit dari kekalahan.
Membawa partai Demokrat juara di Pileg Sulbar 2019 menjadikan dirinya kian fenomenal dalam berpolitik.
Gubernur ABM dengan partai Gerindra sebagai pengusung utamanya di pilgub, hanya mampu meraih kursi pileg di tataran tengah, 6 kursi.
ABM, bersama istrinya, Andi Ruskati yang ketua Gerindra Sulbar tak mampu mengkapitalisasi posisinya selaku penguasa untuk memenangi pileg atau mengukuhkan Gerindra juara. Ini semacam anomali.
Kenyataan lain, SDK mampu meraih satu kursi ke Senayan: Anggota DPR RI dengan raihan suara pribadi lumayan banyak, 64.817 suara.
Kemenangan ‘Treble’ yang Tertunda
Di level provinsi, baik pileg 2019 maupun pileg 2024, SDK bersama Demokrat tak mampu membukukan kemenangan trebel. Meraih kursi ke Senayan, raih kursi terbanyak di parlemen tapi kalah di pilgub.
Di 2024, setali tiga uang. Ia berhasil mengunci kursi ketiga untuk DPR RI dari Dapil Sulbar dengan perolehan suara meningkat dibanding pileg lima tahun lalu, memenangi pilgub, tapi disalip Golkar sebagai dominasi pemilik kursi di parlemen Sulbar.
Catatan kemenangan lengkap jika ditambah dengan keunggulan anak sulungnya, St. Sutinah SDK (41 tahun) di Pilkada Mamuju lalu. Kemenangan Tina — sapaannya — di Pilkada 2024 ini bersama Yuki Permana adalah masa jabatannya lima tahun kedua.
Di pileg dan pilkada lima tahun terakhir ini masih belum lepas dari persaingan SDK (Demokrat) dan Aras (Golkar).
Kemenangan Golkar atas Demokrat di DPRD Sulbar, tentulah jauh lebih berarti kemenangan SDK di Pilgub 2024 lalu. Termasuk mengalahkan rivalnya ABM yang berpasangan dengan Arwan Aras Tammauni.
Meraih kemenangan di atas 40 persen yang tandem dengan Mayjen (Purn) Salim S. Mengga (JSM), sementara tiga pasangan lawannya hanya berbagi suara 55 persen lebih dari hampir 1 juta pemilih dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT) Pilgub Sulbar 2024.
Satu kelemahan SDK — kalau boleh disebut begitu — dari 6 kabupaten di Sulbar, dalam pilkada serentak kemarin itu, 4 kabupaten dimenangi kader Golkar.
Rinciannya, di Kabupaten Pasangkayu (Yaumil Ambo Djiwa), Kabupaten Mamuju Tengah (Arsal Aras Tammauni sokongan Golkar), Kabupaten Polewali Mandar (Syamsul Mahmud), dan Kabupaten Mamasa (Welem Sambolangi), bahkan wakilnya pun kader Golkar tulen, H. Sudirman.
Dua kabupaten lainnya jatah Demokrat, yakni Kabupaten Mamuju (St. Sutinah SDK) dan Kabupaten Majene (Andi Ahmad Syukri Tammalele).
KPU Sulawesi Barat telah resmi menetapkan pasangan SDK-JSM sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur Sulawesi Barat periode 2025-2029. Pelantikannya akan diserentakkan tengah Maret atau April 2025.
Tongkat Komando di Tangan Sipil
Salim S. Mengga lahir di Polewali, 24 Agustus 1951. Dari pernikahannya dengan Hj Fatmawati, keluarga Salim Mengga dikaruniai 3 orang anak.
Salim adalah lulusan AKABRI (Angkatan Darat) tahun 1974. Pangkat terakhirnya Mayor Jenderal (Mayjen) yang ia dapatkan ketika ditugaskan sebagai Pangdam Pattimura di tahun 2006. Seketika itu pula ia pensiun dan ikut berlaga di Pilgub Sulbar yang pertama, 2006. Kalah.
Ia kembali maju calon gubernur pada Pilgub 2011 dengan lawan (kuat) yang sama, Anwar Adnan Saleh (AAS) yang menjadikan Aladin A. Mengga sebagai wakilnya. Kompetisi kali ini adalah kekalahan yang kedua bagi Salim S. Mengga. Termasuk waktu itu ada cagub lain yakni Hasyim Manggabarani.
Purnawirawan TNI AD ini tetap berjuang di jalur politik. Mengikuti kompetisi pemilu-pileg dan pada 2014 Salim Mengga berhasil duduk di DPR RI utusan Partai Demokrat dari dapil Sulbar. Konon, ini terjadi berkat hadiah dari SDK.

Pilgub 2017, Salim Mengga kembali maju untuk kali ketiga. Berpasangan dengan figur muda dari Golkar Kalimantan Timur, pengusaha muda dengan latar belakang Malunda, Kabupaten Majene, bernama Hasanuddin Mas’ud.
SDK dengan pasangannya Kalma Katta, Salim Mengga dan pasangannya dikalahkan oleh ABM yang berpasangan dengan Enny Anggraeni AAS.
Meski memilih turun kasta dalam gelaran pesta demokrasi lokal, JSM atau Puang Saiyyek — sapaannya — tak mampu mengalahkan Andi Ibrahim Masdar (AIM) di Pilkada Polewali Mandar (Polman) pada pilkada 2018. Ketika itu Salim diusung salah satu partai besar, Nasional Demokrat (Nasdem).
Di Pileg 2019, Salim, AAS, dan Ratih Singkarru maju dalam perahu yang sama (Nasdem) ke Senayan (DPR RI). Ratih yang keluar sebagai pemenang.
Ketika itu Salim Mengga telah berumur 68 tahun. Ia belum mau menyerah dalam politik formal. Meski tak mengepalai satu partai pun, nama dan nilai perjuangannya di masyarakat Sulbar selalu jadi primadona bagi elit partai di Jakarta.
Pemilu 2024 Partai Perindo meminang Salim jadi Calon Anggota DPR RI. Suara pribadinya tak sampai 11 ribu, jauh ditingalkan lawan-lawannya seperti Ratih Megasari Singkarru (akumulasi suara Partai Nasdem, 142.496), Agus Ambo Djiwa (akumulasi suara PDIP, 132.714), Suhardi Duka (akumulasi suara Demokrat, 104.369), dan Ajbar (akumulasi suara PAN, 101.646).
Empat nama politisi parpol di atas yang menjadi wakil Sulbar di DPR RI hasil Pemilu 2024.
Kekalahan Salim di pileg kesekian kalinya yang pernah ia ikuti, juga menyisakan satu cerita pendek kembali soal Aras (Golkar) dan SDK (Demokrat).
Dengan keberhasilan meraih kursi ketiga dari hanya empat kursi jatah Sulbar untuk DPR RI, SDK kembali mengungguli dominasi Aras (Golkar). Anaknya, Arwan Aras, terdepak dari pertarungan perebutan kursi ke Senayan. Ia (dari akumulasi raihan suara Golkar) hanya mampu berada di urutan kelima, di bawah PAN.
Keputusan SDK memilih Salim Mengga yang telah berumur 73 tahun jadi pasangannya di Pilgub Sulbar 2024 sangat tepat. Meski Salim tak punya partai, SDK mampu memborong banyak partai untuk mengusungnya.
SDK sudah cukup lama kenal dengan Salim Mengga, selain karena ia pernah satu perahu di partai Demokrat, Salim Mengga bagaimanapun masih punya akar sosiologis di Kabupaten Polman.
Di Polman ini, di banyak kompetisi yang dilalui, Salim selalu punya suara dengan pendukung ril yang fanatik.
Mendiang Haji Said Mengga, ayah Salim, pernah berkuasa sepenuhnya selama 10 tahun (1980 s.d. 1990) di Polewali Mamasa (baca: Polman). SDK tahu itu.
Dalam percaturan politik Jakarta (baca: nasional), Jenderal Salim Mengga diperhitungkan cermat oleh SDK, terutama ketika Letjen TNI AD Prabowo Subianto terpilih jadi Presiden RI.
Kalkulasi itu adalah hitungan mengena bagi SDK. Memimpin daerah luas dengan jumlah penduduk 1,45 juta jiwa bersama seorang jenderal tentara bintang dua, membuat SDK cukup aman, dengan catatan lain bahwa Salim Mengga tak tertarik memimpin partai besar di Sulbar.
Mantan Anggota DPR RI — setelah mundur dan menyorong anaknya, Zulfikar Suhardi menggantikannya di DPR RI karena maju di Pilgub — dan Ketua DPD Partai Demokrat Sulbar sampai sekarang ditambah jaringannya yang luas, menjadikan SDK tak kuatir dibayangi bawahannya yang jenderal tentara.
Toh, tongkat komando sebagai Gubernur Sulbar berada dalam kempitannya. Salim wagubnya. Bukan dia pemegang tongkat komando.
Dalam konstitusi SDK adalah kepala pemerintahan, penanggungjawab wilayah atas pemerintah pusat. Ruang kerjanya lebih luas dan lapang, termasuk rumah jabatan yang mentereng. Segala fasilitas jauh melebihi wagub. Kewenangannya pun jangan dibilang.
Tak cukup satu periode atau lima tahun di DPR RI dulu untuk mengukur jejak kepemerintahan sipil Salim Mengga. Memang, selama berkarir di TNI, namanya cukup harum. Dan polah tingkahnya begitu sederhana. Ketika di wagub nantilah akan menjadi potret dan cermin baru baginya.
SDK, Petarung Hidup
SDK lahir di Mamuju, Sulawesi Barat, 10 Mei 1962. Istrinya bernama Hj. Harsinah, seorang dara Gowa-Makassar yang setia mendampinginya dan berpengaruh kuat selama karir politik SDK.
Keluarga SDK dan ibu Harsinah dikaruniai 7 orang anak: 6 perempuan dan 1 laki-laki.
SDK berjuang hidup di Mamuju dan berhasil menyelesaikan pendidikannya ke tingkat paling tinggi. Setelah meraih sarjana lengkap di FISIPOL Unhas, Makassar, Sulsel pada 1980, ia kemudian berkeluarga dan kembali ke Mamuju meniri karir sebagai PNS di Deppen, Pemkab Mamuju.
SDK bukan siapa-siapa selama 19 tahun menjalani karir sebagai pamong. Ia putuskan pensiun dini dari PNS pada 1999 dan memilih melanjutkan karir politiknya di Partai Golkar Mamuju, hingga 2012.
Mengetahui dirinya orang biasa dan tak memungkinkan mencapai puncak karir di ASN, ia tetap selalu menyibukkan diri mengajar di pelbagai perguruan tinggi yang ada di Mamuju kala itu.
SDK pandai membimbing dirinya sebagai politisi muda Mamuju yang kreatif dengan menambah ilmu melalui jalur formal.
Setelah meraih gelar S2 (Magister Manajemen Bidang Pemerintahan), ia beranikan diri menyeberang ke Pulau Jawa untuk sekolah S3 (Doktoral).
Di periodenya yang kedua sebagai Bupati Mamuju, sekitar tahun 2013, di saat masih berbilang jemari orang daerah sekolah level tinggi, SDK telah berhasil meraih gelar Doktoral di Universitas Brawijaya (Unibraw) Malang, Jawa Timur.
SDK paham bahwa hanya dengan modal pendidikan yang baik mengayuh pemerintahan dan politik bisa stabil. Uang bisa dicari, tapi pengalaman hidup dalam menjalani dunia akademik adalah modal berjuang yang teramat penting.
Memaklumkan pendidikan sebagai jalan pencerahan dalam karirnya sebagai politisi partai dan pegiat pemerintahan, ia turunkan pula pada anak-anaknya.
Sekarang, Suraidah dan Sutinah telah menyandang gelar Doktoral (S3). Gelar itu direngkuhnya pada tahun 2023 dan 2024. Anak-anaknya yang lain, selain ada yang berkarir Dokter, bahkan salah satu di antaranya sekolah sampai ke Amerika Serikat (AS), dan menemukan pendamping hidupnya di negeri Paman Sam itu.
Pada gelaran Pilgub Sulbar yang lalu — pilgub yang diikuti 4 paslon yakni AIM-Asnuddin, ABM-Arwan, dan PHS-Enny — menjadi pesta demokrasi lima tahunan yang luput dari pantauan langsug saya, selain hanya mengikutinya pada saat pencabutan nomor urut paslon, 23 September 2024.
Saya menekuri jalan dan terus melangkah sesuai agenda penelitian yang baru. Sampai hari ini giat itu masih berlangsung.
Secara kasat, pada sebuah foto di bulan November 2024, tampak jelas rambut di kepala Dr. H. Suhardi Duka, MM kian berkurang. Kulit di bawah matanya sedikit menebal. Itu pertanda kerja keras politiknya lebih banyak daripada waktu istirahat dan santainya.
Perjuangan SDK untuk mencapai puncak memang tak mudah. Sama menantangnya selama menjalani hidup di bawah kesulitan, baik secara ekonomi maupun raihan posisi di pemerintahan dan politik.
Jika tak ada aral, SDK nakhoda Sulawesi Barat hingga 2029. Ia akan secara resmi mengomandoi pemerintahan dan pembangunan dari Paku hingga Suremana: wilayah otonomi administratif dan kesejarahan Sulawesi Barat.
Memimpin arah kemajuan 650 desa/kelurahan, 69 kecamatan. Tantangan ke depan tak mudah. Provinsi Sulawesi Barat begitu luas, sekitar 16.594,75 kilometer persegi, menurut data BPS Sulawesi Barat tahun 2023.
Masih menurut data resmi yang dirilis pemerintah, jumlah penduduk miskin di Provinsi Sulawesi Barat (2023) masih sekitar 164 ribu jiwa atau 11,49 persen. Angka kemiskinan ini tidak terlampau terjadi penurunan dibanding tahun sebelumnya, 2022, yang hanya mengalami penurunan tak sampai satu persen.
Ini tantangan serius pemerintahan baru ke depan. Ini tantangan SDK-JSM. Tapi kedua pucuk pimpinan provinsi ke-33 di Indonesia ini tak mesti dibiarkan kerja sendiri. Semua pihak perlu ambil peran agar menjadikan Sulawesi Barat maju melaju.
Saya membuat tulisan sederhana ini tentu karena saya kenal SDK, juga JSM. Sabaliknya pun begitu meski tak terlampau lengket.
Sebagai penulis wajar jika tetap membangun jarak dengan penguasa. Selain karena dunia dan minat yany beda, mengontrolnya dari luar justru menjadi energi bagi pemerintahannya. Sudah sewajarnya dan rasionalnya begitu.
Banyak kawan saya cemerlang dan kian naik, saya cukup memelihara perkawanan tanpa harus ikut memanjat mengikutinya. Dinamika hidup mesti beribu warna. Tak perlu seragam.
Selamat buat SDK dan JSM. Semoga sukses dan amanah memimpin Provinsi Sulawesi Barat.
Bravo Manakarra dan Lita’ Pembolongan Mandar besar.
SARMAN SHD
Setelah saya mengenal tentang dunia pemberitaan (berita media mainstream) baru kali ini sy terkesima dgn artikel ini. Sangat luar biasa mampu menyusun dan menceritakan real story. Sangat membantu sebagai referensi yg akurat. patut di apresiasi.. penulisnya amazing.
10 atau 20 tahun kedepan, seorang penulis atau ahli sejarah akan menambahkan kalimat demi kalimat tentang kelanjutan cerita ini. Dan semua tetap dimulai dari artikel ini.