“TMMD Wujud Sinergi Membangun Negeri”
TRANSTIPO.com, Mamasa – Sekitar 40 tahun lalu, kampung Banea, Sumarorong, mulai mengenal tanaman Alpukat atau Avocado. Seorang warga Banea — Sekretaris Desa Banea saat ini — menuturkan bahwa tanaman berjenis Alpukat awal mula didatangkan dari Tana Toraja (Tator), Sulawesi Selatan.
“Tanaman Alpukat ini mulai masuk ke desa ini sekitar 40 tahun lalu,” ujar seorang pemuda desa yang pada Jumat, 17 September 2021, kerap berada di sisi Kepala Desa Banea, Thomas Tato, dalam giat kunjungan resmi Dandim 1428/Mamasa Letkol Inf Stevi Palapa beserta rombongan.
Pada Jumat kemarin itu — sejak pagi hingga petang — tampak ramai sekali. Banyak warga desa yang ikut berjibaku bersama Satgas TMMD ke-112 Kodim 1428/Mamasa mengerjakan sejumlah program TMMD.
Di sejumlah titik di Desa Banea dan Desa Batang Uru, Kecamatan Sumarorong, terlihat berkelompok sesuai titik sasaran: ada yang kerja pelebaran jalan, finalisasi talud, dan ada yang angkut bahan material bangunan.
Kades Thomas dan Sekdes di desa itu tiada kenal peluh selama mendampingi Dandim Mamasa Letkol Inf Stevi Palapa.
Desa Banea punya sejarah yang panjang. Desa ini mulanya hamparan tanah berundak yang lapang meluas, berada di tengah hamparan gunung menjulang, sungguh subur.
Sawah petani terhampar luas yang di antaranya berundak. Petani desa sedang mengerjakan sawahnya. Tinggal berbilang hari sawah-sawah di Banea mulai ditanami padi.
Di kejauhan tampak sejumlah titik asap mengepul dari balik kebun milik warga desa. Warga desa sedang giat-giatnya mengolah kebun, ada yang masih terus menanam Alpukat, Kopi, dan segala jenis pohon buah-buahan yang bernilai ekonomis.
“Masyarakat sekarang bertani Alpukat. Harga buah Alpukat masih rendah, sekitar Rp22 ribu s.d. Rp23 ribu per kilo,” kata Kepala Desa Banea Thomas Tato, Jumat, 17 September 2021.
Di hamparan kebun dan di sekitar kampung-kampung tumbuh subur Alpukat. Pada Jumat kemarin itu, daun Alpukat seolah berganti dengan bunga — cikal bakal buah. Bunga-bunga di setiap pucuk ranting-rantingnya padat.
“Mudah-mudahan tahun depan kami panen buah Alpukat lagi,” Thomas senang, sembari ia bilang, “Biasanya kami panen Alpukat sekali setahun.”
Saat ini memang buah Alpukat laris di pasaran. Orang-orang di kota gandrung buah Alpukat. Buah ini memang bergizi, lezat, dan sehat. Bahkan, Alpukat merupakan salah satu menu diet bagi mereka yang sedang berupaya menurunkan berat badan.
Bagi yang “obesitas” datanglah ke Banea: petik buah Alpukat dan bayar. Atau pesanlah buahnya yang sudah masak.
Banea tak hanya menghasilkan Alpukat. Kopi juga tumbuh menjalar di mana-mana. Di antara rumah-rumah warga pun tumbuh tanaman kopi, dan sudah mulai berbuah matang dan masak.
“Pada 2019 lalu kami anggarkan untuk pembelian 32 ribu bibit kopi Robusta. Sekarang sudah ada yang berbuah. Tapi ada juga yang gagal, karena kemalasan,” terang Thomas, jujur.
Menurut Thomas, pada Musrendang Desa 2019 lalu itu, ia sebut akan anggarkan bibit kopi. “Ratusan bibit kopi kami bagikan ke setiap kepala keluarga,” ujar Thomas.
Sang Kades Thomas punya alasan alokasikan anggaran pengadaan bibit kopi pada 2019 lalu. “Lucu. Kita beli kopi ke pedagang, pedagang beli kopi ke Pana,” katanya.
Kini telah empat tahun Thomas memimpin Desa Banea. “Nanti 2023 baru Pilkades lagi,” ujar lelaki kelahiran 9 September 1978 ini kepada transtipo di Dusun Kanan, Desa Banea.
Lelaki 43 tahun ini memimpin desa yang berpenduduk 967 jiwa, 267 KK dengan 5 dusun, yakni Dusun Salubeang, Dusun Dusun Rattetangnga, Dusun Kanan, Dusun Mata Kanan, dan Dusun Kanan Hulu. “Tidak ada dusun kiri,” kata Thomas sumringah.
Desa Banea merupakan pemekaran Kelurahan Tabone, Kecamatan Sumarorong. Sejak memimpin desa, Thomas sungguh-sungguh membangun.
Di Banea terdapat 8 gedung Gereja: 3 Gereja milik Jemaat Katolik, 4 Gereja milik Jemaat Protestan, dan 1 Gereja milik Jemaat Kema Injil.
“Kami hidup rukun di sini. Toleransi terjaga,” kata Thomas.
Tak berbilang waktu di masa yang lampau ketika warga dari Nosu bermuhibah ke hamparan datar terbatas yang lapang ini untuk berkebun.
Saking suburnya, warga Nosu yang datang berkebun itu memilih menetap di daerah tersebut. Jadilah kampung-kampung yang ramai. Jadilah Banea.
Tak terendus waktu kapan warga Nosu itu datang ke Banea di masa silam. “Saya belum lahir, waktu itu,” Thomas menyela singkat.
Letkol Inf Stevi Palapa juga berasyik dalam banyak diam mendengar uraian singkat Kades Thomas: tentang desanya dengan sesingkat kisah potensinya, juga tentang ketiadaan mimpinya sekalipun TMMD ke-112 bisa benar-benar nyata di Banea seperti yang tampak saat ini.
Puji TUHAN
SARMAN SAHUDING