
TRANSTIPO.com, Mamasa – Namanya Risal Tangdira’ba. Dia calon anggota Aliansi Jurnalis Independen (AJI)—satu lembaga pers yang diakui di Indonesia dan dunia, dideklarasikan oleh sejumlah wartawan senior di Indonesia di Puncak Sirnagalih, Megamendung, Bogor, Jabar, 1994 silam.
Risal bekerja sebagai wartawan tak tetap atau Freelance pada sebuah media di Mamasa. Pada Selasa, 2 Mei lalu, ia sedang meliput aksi demonstrasi yang berlangsung di halaman gedung PKK Mamasa.
Tiba-tiba entah dari mana datangnya, ada lemparan batu yang nyaris bersarang di wajahnya. Aksi demo ini dilatari oleh ‘issu yang telah berlalu’: masih Dyenti Loan. Duta Pariwisata Mamasa yang diganti mewakili Mamasa.
Demo ini dipelopori oleh Aliansi Forum Komunikasi Pemuda dan Mahasiswa Peduli Mamasa (AFKPM-PM). Dipimpin oleh Risal Landolalan.
Aksi ini baru saja dimulai di persimpangan lima kota Mamasa ketika tiba-tiba sekompok warga mendatangi para pendemo dan hendak membubarkannya.
Untuk menghindari hal-hal yang tak diinginkan terjadi, pihak pendemo ini memilih mundur ke halaman gedung PPK. Nah, saat itulah sejumlah wartawan mengabadikannya.
Ketika Risal—wartawan freelance itu—coba mendekat dan menanyakan kepada pendemo mengenai alasannya mundur dari simpang lima, di saat itulah oknum yang tak dikenal melayangkan ‘tamu tak diundang’: batu.
Atas lemparan batu itu memang persis tak mengenai badan Risal, tapi sebuah kamera di tangannya jadi rusak karena lemparan itu. Ada pula salah seorang pemuda—diketahui ASN Pemkab Mamasa—berlagak emosi.
Dia, oknum ASN itu, tampak bergerak menghampiri wartawan (Risal) dan menghardiknya. Kata-kata tak senonoh dilayangkan kepada wartawan Risal. “Saya tak takut, biar pers kesini kalau berani,” kata oknum ASN Mamasa itu kepada Risal.
Merasa dihalang-halangi saat meliput dan terindikasi akan melakukan penganiayaan, maka Risal Tangdira’ba pun bergegas melaporkan kejadian yang telah menimpanya itu kepada Polres Mamasa.
HMKM di Majene kecam tindak kekerasan terhadap jurnalis di Mamasa
Apa yang dialami Risal di Mamasa, telah mengundang simpati dari pelbagai pihak. Salah satunya datang dari Pengurus Himpunan Mahasiswa Mamasa (HMKM) di Majene, Sulbar.
Di halaman akun FB-nya, ketua HMKM Arwin Rahman Tona, Rabu, 3 Mei 2017, ia ikut mengecam dan mengutuk keras tindakan yang dialamatkan kepada wartawan yang sedang meliput aksi demo di Mamasa tempo hari.
“Seharusnya dia (ASN itu, red) jadi tauladan bagi masyarakat Kabupaten Mamasa. Profesi wartawan—terlebih jika ia sedang meliput—kan berbekal dan dipayungi Undang-Undang Pers Nomor 40/1999,” kata Arwin.
Arwin, dan tentu lembaganya, mendesak agar proses hukum atas intimidasi terhadap wartawan di Mamasa ini ditangani secara cepat sesuai prosedur yang ada.
“Dan, bila mana tak ada respon atas persoalan ini, kami akan melakukan aksi demonstrasi lagi demi melindungi wartawan serta menengakkan keadilan,” tegas Arwin.
FRENDY CRISTIAN