Usaha Kayu Ilegal dan Pungli, di Mana Dinas Kehutanan?

1798
Kantor Pos GAKKUM LHK Mamuju - Provinsi Sulawesi Barat. (Foto: Sarman Sahuding)

TRANSTIPO.com, Mamuju – Di satu sisi ada kelompok masyarakat bergerak usaha hasil hutan bahan kayu secara legal (sah dengan izin lengkap), di sisi lainnya tak sedikit pihak yang coba peruntungan dari usaha kayu ilegal (tak sah).

Usaha jenis perkayuan yang sah bayar pajak ke Negara sesuai takaran hasil usaha, sementara usaha liar yang tak sedikit itu menjual kayu berbagai jenis dan ukuran tidak bayar pajak.

Fenomena ini menjadi perhatian Haerul Suardi, pemilik usaha kayu bantilan di Mamuju, yang mengamati ada pasokan bahan kayu untuk kebutuhan bangunan pada sejumlah proyek pemerintah di Mamuju.

Ia tengara, dalam jumlah banyak hingga puluhan kubik kayu masuk ke kota Mamuju dalam waktu tertentu saja.

“Saya tak bisa menaksir pasti, tapi tahun 2022 ini sudah ada mencapai ratusan kubik masuk ke kota,” sebut Heru — sapaannya.

Pihak Pos Penegakan Hukum dan Lingkungan (Gakkum LHK) Mamuju tak bisa mencampuri terlalu jauh manakala tak ada pihak yang menyampaikan aduan.

Dan Pos Gakkum LHK Mamuju, Provinsi Sulawesi Barat, Heribertus mengatakan, dinas kehutanan yang punya wilayah pengawasan.

“Gakkum itu menangani kehutanan dan lingkungannya, misalnya, terkait limbah-limbah sawit. Pada 2021 mereka (dari bawah) buat aduan atas limbah sawit di Mateng. Turun tim lakukan penelitian, lalu hasilnya dibawa ke pusat untuk dikaji. Kalau ditemukan benar dampak limbah, atas kelebihan limbah itu, yaa kerugiannya dibayar ke negara,” jelas Heribertus di kantornya di Mamuju, Selasa pagi, 4 Oktober 2022.

Terkait usaha perkayuan di Mamuju, Heribertus, saat mulai menjelaskan perihal ini, ia sertakan mengenalkan seorang lelaki bernama Indra sebagai Kanit Penindakan di Pos Gakkum Mamuju, yang ikut nimbrung di teras kantor Gakkum pada Selasa pagi.

“Kita ini penindakan bukan pengawasan,” sebut Heri.

Dalam hal penindakan, ia lanjutkan, kapan ada informasi masuk, kami akan bikin telaah dulu. Setelah itu tim turun langsung.

“Misalnya illegal logging (pembalakan liar), ada tim baket (penilai bahan dan keterangan) namanya, kalau di kepolisian intelijen, dan biasanya turun sama-sama dengan dinas kehutanan (provinsi). Kalau masalahnya urgen kami adakan penindakan, kalau masih sifatnya belum mengerti, yaa pembinaan dulu,” jelas Heribertus.

Terkait izin usaha kayu, Heri bilang bukan wewenang Gakkum. Dinas kehutanan yang fasilitasi buat izin.

“Hal-hal teknis ada di dinas. Kalau yang menjual kayu itu harus punya Situ Siup, NIB namanya sekarang,” ujar Heri.

HERIBERTUS, Dan Pos GAKKUM LHK Mamuju – Sulawesi Barat. (Foto: Sarman Sahuding)

Bagi Gakkum LHK, hemat Heri, juga terima pengaduan, illegal logging-kah, perusakan lingkungan-kah.

NIB yang dimaksud Heei adalah Nomor Induk Badan Usaha yang diterbitkan secara online oleh Kantor Sistap Kabupaten Mamuju. NIB ini mulai diterapkan 2020 dan surat izin baru ini berlaku seumur hidup.

Di Mamuju, menurut keterangan Heru, hampir semua usaha somel dan usaha bantalan kayu punya izin NIB.

“Tapi RPBBI itu yang jarang mereka miliki, karena ini diurus secara online melalui kantor balai di Makassar.”

Haerul alias Heru jelaskan, RPBBI itu terbit kalau pemilik usaha somel dan bantalan sudah memiliki izin penggergajian (industri primer). Ini juga, tambahnya, harus memiliki tenaga teknis baru bisa keluar izin RPBBI.

Ia katakan, bukan pihak Dinas Kehutanan Provinsi Sulawesi Barat yang terbitkan itu RPBBI, “Kalau urusan memfasilitasi yaa boleh saja, tapi itu dilakukan online.”

Tercium, pihak dinas di Rangas baru, Simboro, Mamuju “memanfaatkan” urusan surat izin ini bagi yang membutuhkan, yakni pemilik usaha bantalan, somel, dan meubel.

Fatahuddin misalnya, salah seorang pemilik usaha bantalan kayu di Mamuju mengatakan, ada orang dari dinas kehutanan yang uruskan itu izin RPBBI.

“Seingat saya ibu (istri saya) bayar sekitar 10 jutaan. Ada 7 model itu surat izin. Kami tidak mau repot yaa dibayar saja,” jelas Fatahuddin di ujung telepon pada Selasa, 4 Oktober.

Pihaknya mengatakan, kami ini hanya UD (usaha dagang), usaha kecil, paling sebulan laku dua atau riga kubik kayu.

“Yang penting tidak gulung tikar, kami sudah syukur,” ujar Fatahuddin.

Kejadian serupa dialami oleh (KW). Lelaki paruh baya ini mengaku punya usaha somel di Tapalang Barat, Mamuju.

Ia juga pernah diuruskan surat-surat di dinas kehutanan oleh orang dari dinas provinsi, minta uang 4 sampai 5 juta.

“Saya akui usahaku tidak lengkap izinnya, makanya saya mau diuruskan. Yang peting bisaka menjual kayu. Tapi kalau ditangkapka kutappeda (tampar) itu bapak,” ujar KW, Selasa siang, 4 Oktober.

Ditelusur, Suardi Samad, pemilik eselon empat di Dinas Kehutanan Sulawesi Barat mengatakan, “Konfirmasi ke bagian yang menangani di dinas, pak Rusli. Staf yang memang bagian RPBBI.”

Sejurus dengan itu, dikonfirmasi kepada Rusli, hingga tulisan ini dibuat belum beroleh keterangan. Pada WhatsApp-nya aktif, online.

Informan di luar menyebutkan, proyek besar pemerintah di daerah ini menikmati kayu dengan harga murah dari pemilik usaha somel, meubel, dan bantalan tertentu, yang tak memiliki izin lengkap.

Sejumlah personil polisi kehutanan (Polhut) Sulawesi Barat yang tak bersedia diterangkan identitasnya, mengaku tak bisa berbuat karena tidak ada perintah — juga tidak ada anggaran.

Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Sulawesi Barat Hamza, tetap “membisu”.

SARMAN SAHUDING

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini