‘Tanda Mata’ di Polewali Mandar Berisiko Tinggi

160
LINGKARAN DAN TUGU DI TENGAH JALAN DI DUSUN REA, KECAMATAN BINUANG, KABUPATEN POLEWALI MANDAR (POLMAN), SULAWESI BARAT. (FOTO SARMAN)

TRANSTIPO.com, Polewali – Setiap daerah di Indonesia sejatinya hendak menonjolkan pandangan mata pintu gerbang kotanya tampak indah, unik, artistik, dan tentu berkesan.

Tapi terkadang pula konstruksi dambaan estetik justeru mengundang kondisi kurang nyaman, untuk tidak menyebutnya berisiko tinggi atau berbahaya.

Kota Polewali adalah salah satu kota tua dalam gugusan dan bentang kota di jazirah Sulawesi. Kota ini menjadi ibu kota Kabupaten Polewali Mandar (Polman), atau yang dulu Dati II Polewali Mamasa (Baca: Kabupaten Polewali Mamasa).

Polewali — mengsinergikan dengan Kecamatan Binuang secara administratif yang berbatasan langsung dengan kecamatan paling ujung Kabupaten Pinrang, Sulawesi Selatan — sudah menjadi kawasan yang padat penduduk sejak dahulu. Selain karena posisinya sebagai ibu kota, juga pintu gerbang pertama ketika memasuki Provinsi Sulawesi Barat di bagian selatan.

Keberagaman kota Polewali adalah cerminan kota modern, yang secara integral menjadi wujud model kota-kota berperadaban kuat di belahan dunia lainnya.

Polewali adalah cermin kerukunan hidup dalam adaptasi kebersamaan, kesetaraan, dan hegemonitas. Ia memacu diri untuk maju dengan segala problematika yang menyertainya.

Di bulan Desember ini, salah satu hal yang menjadi perhatian serius adalah kondisi jalan raya, arus lalu lintas. Bulan ini, intensitas berkendara di jalan raya relatif meningkat. Maklum, bulan penghujung tahun masehi. Ditambah lagi, aktifitas kegiatan pembangun oleh pemerintah seolah digenjot.

Di jalan raya, selain kemacetan juga kecelakaan kerap terjadi. Banyak faktor hal ini bisa terjadi. Rambu-rambu kurang tersedia memadai, kadang pula tugu yang dibangun justru menjadi biang kecelakaan itu terjadi. Musababnya, menjadi penghalang jangkauan mata bagi pengendara yang berlalu-lalang.

Di daerah Rea, Kecamatan Binuang, Polewali Mandar, misalnya, tugu disertai taman kecil membelah jalan jadi penghalang pandangan: dari dua arah berlawanan, dan kelokan di sisi tugu-taman terlalu pendek, rawan bagi pengendara.

Meski jalan dua arus itu melempang, luas, tapi di saat berkendara melaju cepat bisa menimbulkan kecelakaan, tabrakan misalnya.

Terkait bangunan tugu dan taman di Rea, Binuang, itu belum ada penjelasan dari otoritas perhubungan meski telah dikonfirmasi sebelumnya.

Kawan (lama) saya — yang walau sebenarnya bukan spesifikasi ahli konstruksi jalan tapi bidang tekhnik bangunan — menyebutkan lingkaran di ujung kota Polewali Mandar itu memang berbahaya bagi pengguna jalan.

“Soalnya kan tidak ada tanda awal sebelum titik lingkaran, baik dari arah ke kota Polewali ke Pinrang terlebih lagi kalau dari arah Pinrang ke Polewali. Itu kan agak penurunan. Di situ memang berisiki,” ujar kawan saya pertelepon pada Rabu sore, 3 Desember 2025, yang indentitasnya enggan di publis dengan alasan bukan minat dan bidang yang dikuasainya sehari-hari.

Sejumlah pengguna jalan juga memberi penilaian yang berbau kritik. Sekian kali numpang di kendaraan roda empat, rerata driver mengeluhkan tugu-taman mini yang ada di Rea, Binuang, Polman itu.

Apa pun itu, tentu kita perlu sallng mengingatkan, terutama di bulan Desember ini. Di hari-hari mendatang hingga lepas akhir tahun 2025 aktifitas di jalan raya, termasuk yang melewati lingkaran di Rea itu, perlu berhati-hati.

Hasrat melaju untuk cepat tiba di tujuan, jauh lebih perlu memerhatikan keselamatan selama berkendara di jalan raya.

SARMAN SAHUDING

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini