TAHTA itu seberkas cahaya. Sinarnya melambai-lambai ke laron-laron untuk datang merubung dan menyilaukan para pencari kuasa. Ia bisa memberi harapan pada mereka yang putus asa, tapi panasnya juga bisa memanggang mereka yang tak terbiasa.
Dulu, saya terpukau, mengapa gerangan Chairul Tanjung — muda, kaya-raya, pemilik Carrefour, Bank Mega, jaringan televisi Trans dan media online detikCom — mau menjadi menteri pengganti di penghujung kekuasaan Presiden SBY? Gaji menteri hanya 19 juta, penghormatan tak seberapa, gagal dicaci-maki, berhasil tak dipuja-puji, salah-salah malah masuk bui.
Kini pun saya heran, mengapa gerangan Sri Mulyani mau meninggalkan jabatannya sebagai orang nomer dua di Bank Dunia — yang selalu menempatkannya dalam daftar Forbes sebagai salah satu dari Perempuan Paling Berpengaruh di Dunia — untuk jadi menteri di Indonesia? Kata-katanya menjangkau dunia, kalimatnya didengar para penguasa di hampir semua negara. Bawahannya para bule, penghasilannya bermiliar-miliar rupiah.
Dan seterusnya.
Pada akhirnya, kita paham. Kekuasaan juga menyimpan misterinya sendiri. Ada yang datang sekadar untuk mencicipi nikmatnya semata, ada yang hendak menjadikannya arena untuk melindungi kepentingan sendiri, menjadikannya ruang untuk membalas dendam, dan juga yang bergabung dengan kekuasaan semata-mata untuk mengabdikan kemampuan.
Saya percaya, Sri Mulyani rela “surut” di jabatan itu — dari bos Bank Dunia menjadi menteri bawahan Presiden Jokowi — semata-mata untuk kemaslahatan negerinya. Saya dengar, tak mudah membujuknya untuk mau bergabung di kabinet. Ia bukan pencari kerja, ia menetapkan berbagai syarat dan bukan sebaliknya.
Anda lihat foto ini bae’-bae’… Wakil Presiden Jusuf Kalla, Presiden Bank Dunia Jim Yong Kim dan Direktur Pelaksana Bank Dunia Sri Mulyani, menangkupkan tangan bersalaman bertiga di kantor pusat Bank Dunia di Amerika beberapa pekan lalu.
Dan saya bayangkanlah latar pertemuan ini — saya bayangkan lho ya! JK datang membawa misi membujuk Sri Mulyani untuk kembali seraya memintakan izin kepada sang presiden. Lalu mereka bersepakat, bersalaman dan tertawa sumringah bertiga.
Untuk Indonesia.
Selamat bekerja Ibu Sri Mulyani, perempuan paling berpengaruh di dunia yang kembali untuk negerinya.
TOMI LEBANG
Jakarta, 10 Agustus 2016