Siluet Pedagang Es Buah, dari Jakarta ke Topoyo

1800
HERMAN, 47 tahun, penjual es buah di Topoyo, Mateng. (Foto: Ruli)

TRANSTIPO.com, Topoyo – Herman (47) seorang lelaki yang kuat. Ia tak pilih pilih pekerjaan. Herman pernah jual es buah di Kota Tangerang, Banten dan DKI Jakarta.

Sekarang Herman telah menetap di Kabupaten Mamuju Tengah (Mateng) dan sejak dua tahun lalu menggeluti dagang es buah.

Sehari-hari Herman mangkal di sebuah titik pojok perempatan jalan di depan SD Negeri Ngapaboa, Kecamatan Topoyo.

Siswa-siswi sekolah dasar di Ngapaboa yang menjadi langganan tetap Herman menyapanya dengan panggilan Pakde.

Es buah Herman enak, disukai banyak orang dan karena itu pelanggannya banyak.

Ketika masih di Jawa, sudah sekitar 20 tahun ia lakoni jual es buah.

Foto: Ruli

“Saya di Jakarta dan Tangerang sekitar 17 tahun mas, saya berjualan es buah seperti ini,” kata Herman di Topoyo, Selasa pagi, 25 Juli.

Lelaki ini sudah ditinggal pergi orang tuanya. Faktor itulah juga membuat ayunan kakinya ringan melangkah jauh hingga ke Sulawesi, tepatnya di Mateng.

“Kami pindah ke sini (Mateng) karena istri saya juga orang Sulawesi, orang tuanya masih ada,” ujar Herman.

Kalau anak-anak sekolah sudah pulang atau lewat waktu siang, Herman bergeser ke depan pesantren Al-Ikhwan Topoyo.

Penghasilan Herman lumayan cukup. Ia bilang, dalam sehari dapat hasil bersih Rp60 ribu s.d. Rp100 ribu.

Ia menjual es buah disesuaikan dengan kondisi calon pembeli atau siswa.

“Ada Rp2.000, Rp3.000, Rp5.000 dan yang paling mahal Rp10.000 setiap satu gelas,” ujarnya.

Menurutnya, anak-anak umumnya memiliki uang dua ribuan, tiga ribuan, dan lima ribuan.

Dari jumlah penghasilannya setiap hari, bagi Herman bukan soal banyaknya tapi yang penting halal dan semoga berkah bagi keluarganya.

Sekarang keluarga Herman tinggal di Benteng, Tobadak. Mereka hidup dari satu-satunya hasil menjual es buah.

Saban pagi Heeman keluar rumah mengendarai sepeda motornya. Di atas sadel di dua sisi belakangnya ada kotak persegi dari kayu ukuran 60 x 60 cm untuk tempat menyimpan bahan jualan.

Sebelum mentari rapat ke peraduan di ufuk barat, ia kembali ke rumah dengan mengantongi rupiah hasil keringatnya itu.

RULI SYAMSIL

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini