PEKAN lalu saya menyaksikan kemeriahan pesta rakyat di depan Istana Miraflores di Caracas usai pelantikan Presiden Nicolas Maduro Moros sebagai Presiden Republik Bolivarian Venezuela periode 2025-2031.
Maduro memenangkan Pilpres 2024 yang diselenggarakan akhir Juli 2024. Pihak oposisi menolak kemenangan itu dengan alasan KPU Venezuela (Consejo Nacional Electoral/CNE) tidak memperlihatkan bukti kemenangan yang meyakinkan.
Pihak oposisi yang mendukung Edmundo Gonzales mengaku memiliki ribuan print out surat suara yang dimasukkan ke dalam kotak suara setelah voting secara elektronik dilakukan.
Beberapa hari sebelum pelantikan Maduro pada 10 Januari, pihak oposisi mengancam akan menyelenggarakan pelantikan tandingan. Edmundo Gonzales pun dikabarkan akan pulang dari persembunyiannya di Madrid, Spanyol.

Aksi kelompok oposisi tidak terbukti. Sehari sebelum pelantikan, 9 Januari, kelompok oposisi memang menggelar aksi di Caracas. Namun aksi ini rasanya lebih kecil dibandingkan dengan sejumlah aksi sebelumnya.
Pemimpin oposisi, mantan anggota Majelis Nasional, Maria Corina, yang sejak pilpres tahun lalu sembunyi, menampakkan diri di tengah aksi. Maria yang karena tidak bisa ikut mencalonkan diri dalam Pilpres 2024 akhirnya mendukung Edmundo, berorasi di atas sebuah mobil yang dijadikan panggung.
Pihak oposisi mengatakan Maria sempat ditangkap aparat keamanan ketika meninggalkan lokasi aksi. Aparat keamanan membantah pengakuan itu.
Sampai saat ini tidak ada rekaman video atau foto yang memperlihatkan Maria ditangkap. Dia meninggalkan lokasi aksi dengan jaket dan helm berpenutup wajah serta membonceng sepeda motor dengan pengawalan ketat pendukungnya.
Adapun Edmundo tidak jadi pulang ke Venezuela. Pemerintah akan menangkapnya karena sejumlah tindakan bernuansa konspirasi, makar, dan penghasutan. Masyarakat juga diimbau memberikan informasi mengenai Edmundo dengan imbalan 100 ribu dolar AS.
Pelantikan Maduro pada 10 Januari diselenggarakan lebih sederhana dari sebelumnya, di sebuah ruangan yang lebih kecil di Majelis Nasional. Pesta rakyat usai pelantikan pun tidak digelar semeriah tahun 2018. Walau tetap meriah dan hingar bingar, dum dum dum.
Banyak teman bertanya, apakah kemenangan Maduro dalam Pilpres 2024 ini sah?
Saya tidak ikut memantau Pilpres 2024, karena di saat bersamaan saya ada kegiatan kunjungan ke Maroko dan provinsi selatannya yang sudah lama tidak saya singgahi.
Saya hanya bisa menggunakan pengalaman memantau Pilpres 2018 untuk mengukur secara “kualitatif” jalannya Pilpres 2024.
Saat Pilpres 2018, kami berada di Venezuela selama dua minggu. Sebelum memantau jalannya pemungutan suara, kami diedukasi dulu mengenai banyak hal terkait proses pemilu di Venezuela. Sistem elektronik yang mereka gunakan, sistem verifikasi pemilih, TPS dan petugas TPS, juga teknik penghitungan suara.
Kami juga diperkenalkan dengan partai-partai yang mendukung calon-calon presiden. Selain itu, juga ada debat dan kampanye terbuka yang kami hadiri. Kami juga hadir menyaksikan upacara pengiriman alat-alat yang dibutuhkan saat pilpres, kotak suara, surat suara, dan sebagainya.
Kami juga diperkenalkan dan berdialog dengan KPU dan Majelis Nasional sebelum pilpres dilaksanakan.
Secara umum saya puas dan merasa mendapatkan pelajaran banyak dari Pilpres 2018 di Venezuela.
Hal lain yang juga perlu dicatat, Pilpres 2018 diboikot kelompok oposisi utama. Sehingga partisipasi dalam pemberian suara rendah. Lalu jumlah capres ada lima. Sementara pada Pilpres 2024 tidak ada gerakan boikot, dan jumlah capres hanya dua.
Dalam sistem pemilu Venezuela, suara sah hanya yang berasal dari rekaman digital e-voting.
Setiap pemilih, setelah memverifikasi dirinya terdaftar di satu TPS dengan menggunakan nomor KTP dan rekam biometrik sidik jari, akan menuju ke bilik suara di mana dia akan berhadapan dengan monitor digital untuk menentukan pilihannya.
Setelah dia memberikan pilihan secara e-voting, dia akan mengambil print out pilihannya itu dan memasukkannya ke kota suara.
Saat penghitungan, yang dihitung adalah suara yang masuk lewat e-voting. Sementara “kertas suara” di dalam kotak suara hanya menjadi data pembanding. Tidak semua kotak suara di TPS dibuka, dan tidak di semua TPS ada pembukaan kotak suara.
Dengan demikian, sulit menerima klaim oposisi bahwa ribuan surat suara yang mereka kantongi adalah bukti kemenangan Edmundo.
***
Setelah memantau Pilpres 2018, saya juga diundang memantau megaelection tahun 2021, di mana pemilihan legislatif dan eksekutif, kecuali, presiden dan Majelis Nasional, digelar di semua tingkatan di semua provinsi. Saya dikirim ke negara bagian Zulia.
TEGUH SANTOSA