Bendera PMII Cabang Mamuju berkibar saat demo dalam memperjuangkan hak-hak petani Sulbar di Kantor Gubernur Sulbar, Selasa, 27 September 2016. (Foto: Andi Arwin)

TRANSTIPO.com, Mamuju – Memperjuangkan petani dan berbagai persoalan yang ada di Sulbar, puluhan mahasiswa yang tergabung dalam Alinasi Mahasiswa Peduli Petani seperti PMII Cabang Mamuju dan FPPI Pimkot kota Mamuju mendatangi kantor Gubernur Sulbar dan DPRD Sulbar, Selasa, 27 September 2016.

Dalam aksi ini, pengunjuk rasa meminta kepada pemerintah agar memperjuangkan petani di Sulbar dan segra menyelesaikan persoalan-persoalan yang ada. Pengunjuk rasa juga menilai bahwa pemerintah utamanya Dinas Perkebunan Sulbar dan Kanwil BPN Sulbar itu telah bermain mata dengan koorporasi perusahaan yang ada di Sulbar.

Aksi kali ini dikomandoi (Korlap) oleh Ibnu Imat Totori. Dalam orasinya, Imat menegaskan bahwa kami datang sebagai massa yang terdidik bukan massa bayaran untuk menyampaikan keluhan-keluhan rakyat Sulbar.

“Kita adalah massa aksi yang terdidik. Kita bukan massa bayaran seperti massa yang lain yang ada di luar sana. Ini adalah bentuk solidaritas kami terhadap petani yang sampai hari ini UU agraria tidak berpihak kepada rakyat,” tegas Imat.

Kantanya, banyak perusahaaan yang melakukan perampasan hak kepada petani, melakukan kriminalisasi kepada petani.

“Jangan sampai pemerintahan provinsi ini telah melakukan kongkalikong dengan korporasi yang ada di Indonesia. Jika petani mogok tak mungkin kita akan makan peluru,” kata Imat.

Dalam UU Pokok Agraria jelas bahwa memperjuangkan petani itu sangat penting karena petanilah yang telah memberikan makan kepada kita semua, menghidupi bangsa ini.

“Sejarah kriminalisasi itu sudah jelas. Ada ratusan bahkan ribuan jumlah petani yang dianiaya oleh aparat dan swasta di negeri ini. Jumlah petani yang tewas dalam kurung waktu 2004-2015 tercatat 90 petani, 149 tertembak, 757 orang petani mengalami penganiayaan, dan 1.673 orang ditangkap dengan tuduhan KUHP,” kata Wahyu, aktifis FPPI itu.

Kami menuntuk kepada pemerintah agar segera menuntaskan konflik agraria yang ada di Sulbar, maksimalkan reforma agraria, bentuk badan otorita reforma agraria (Bora), bentuk pansus penyelesaian konflik agraria, perjelas peta HGU perkebunan sawit, stop kriminalisasi dan diskriminasi petani dan aparat harus nertal.

Plt. Kadis Perkebunan Sulbar Tanawali (sedang orasi) ketika menerima pengunjuk rasa di perkantoran Pemprov Sulbar, Selasa, 27 September 2016. (Foto: Andi Arwin)
Plt. Kadis Perkebunan Sulbar Tanawali (sedang orasi) ketika menerima pengunjuk rasa di perkantoran Pemprov Sulbar, Selasa, 27 September 2016. (Foto: Andi Arwin)

Tanawali, Kepala Dinas Perkebunan Sulbar, menemui pengunjuk rasa.

“Kita akan tetap mengacu kepada peraturan perundang-undangan yang telah ditetapkan jika nantinya perusahaan yang tak mengacu pada apa yang kita keluarkan, maka kita akan tindaki mereka. Dalam penetapan itu ada mekanisme yang harus kita lalui. Kalau sesungguhnya perusahaan jujur, maka mereka akan informasikan invoice dari perusahaannya sebelum harga itu ditetapkan,” jelas Tanawali.

Masih Tanawali, jika nantinya perusahaan tak mengikuti apa yang telah ditetapkan, maka pihaknya akan memberikan sanksi yang setimpal.

“Salah satu pasal mengatakan bahwa bilamana perusahaan tak mengikuti aturan maka kita akan melakukan tindakan, kita akan tegur, kita akan panggil baik-baik bahkan kita akan cabut izinnya,” jelas Tanawali.

Daming, mewakili BPN Sulbar juga ikut memberikan penjelasan. “Berbicara masalah peta HGU tentunya kita berbicara masalah data. Kalau memang itu tak sesuai saya kira ada aturan hukum yang harus dilalui. Kita akan tetap memperjuangkan dan mengutamakan orang-orang Sulbar. Kalau luas HGU saya tidak tau masalah itu,” urai Daming.

Atas penjelasan wakil kedua kedua instansi di Sulbar itu, pengunjuk rasa menganggap bahwa itu semua tak ada kesingkrongan dan ada kongkalikong dan permainan mata dengan korporasi asing di Sulbar.

“Dinas perkebunan tak mengetahui jumlah HGU yang ada di Sulbar. Jangan sampai dinas perkebunan itu telah bermain mata dengan perusahaan korporasi yang ada di Sulbar. Sudah 12 tahun Sulbar berdiri, dinas perkebunan dan BPN belum mengetahui HGU yang ada di Sulbar. Jadi anggap ada indikasi telah bermain mata dengan pihak perusahaan,” tegas Imat.

RISMAN SAPUTRA/ANDI ARWIN/SARMAN SHD

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini