TRANSTIPO.com, Mamasa – Tepat sekali kiranya bila Mamasa disebut dunia sorgawi. Mamasa punya keunikan tersendiri dibanding daerah lain di pengunugan Sulawesi Barat. Selain memiliki sejumlah objek wisata yang menarik, masih ada keunikan lain yang dimiliki masyarakat Mamasa secara turun-temurun.
Keunikan itu adalah tradisi Rambu Solok atau Upacara Pemakaman bagi warga yang telah meninggal—terkhusus bagi kalangan Bangsawan.
Pada Sabtu pagi, 1 Juli 2017, kabut di tanah dingin itu mulai beranjak naik, suasana di jalan-jalan sedikit sepi ketimbang hari-hari sebelumnya. Jalan masih sepi dari kerumunan orang, maklum saat itu masih dalam suasana libur hari raya Idul Fitri.
Tapi di Sabtu itu, mulai sekitar jam 9 pagi, seketika jala menuju Kecamatan Tawalian, Mamasa, Sulbar, cukup ramai kendaran roda dua dan empat.
Hari itu, di Kelurahan Tawalian, sedang berlangsung acara Rambu Solok untuk keluarga almarhum Yuliana To’tuan.
Upacara hari pertama begitu menarik. Sejumlah kerbau jantan diadu dalam sebuah arena. Adu kerbau yang dikenal dalam bahasa Mamasa disebut ma’pasitanduk tedong.
Adu kerbau jantan ini adalah sebuah tradisi lama, yang bagi masyarakat Mamasa menyebutnya mangngallun.
Mangngallun adalah hal yang tak semua masyarakat Mamasa bisa melakukanya, atau tergantung status sosial yang dimilikinya. Begitu pula jika ia mampu untuk melaksanakan upacara mangngalun.
Prosesi pesta mengngallun ini memakan waktu yang cukup lama. Jenazah yang telah meninggal disemayamkan terlebih dahulu di atas rumah selama beberapa bulan bahkan bertahun-tahun sebelum diupacarakan.
Di Cekdam Tawalian itu, menjadi pusat upacara Rambu Solok alm. Yuliana To’tuan. Dalam acara tersebut, puluhan kerbau petarung sengaja diturunkan sang pemiliknya untuk diadu adu kekuatannya. Ribuan warga yang menyaksikannya.
Suasana saat itu riuh sekali. Sejak memasuki arena hingga salah seekor kerbau lari dari arena, mengudang tepuk dan tawa dari penonton.
“Kegiatan ini adalah Pa’pasitandukan Tedong atau adu kerbau yang selalu dilakukan dalam upacara Rambu Solok atau upacara kematian. Hal ini sudah menjadi tradisi dalam budaya Mamasa,” jelas Edy Muliono, salah satu tokoh masyarakat di Tawalian.
Jadi tak heran jika Kabupaten Mamasa merupakan salah satu destinasi wisata di Sulbar. Daya tarik Mamasa tak akan pernah lekang dari waktu.
FRENDI CHRISTIAN