Kepala Biro transtipo.com Mamasa, Frendi Christian, sedang berada di puncak Gunung Liarra, Minggu, 3 September 2017. (Foto: Ist.)

TRANSTIPO.com, Mamasa – Bicara panorama dan keindahan alam Mamasa, memang seolah tiada habis-habisnya jadi buah bibir. Dari keunikan budaya dan adat istiadatnya, hingga lekuk alamnya yang begitu memesona nan elok dipandang.

Suhu alamnya yang dingin. Corak kehidupannya yang khas. Kerajinan tangan warganya yang beraneka ragam.

Daerah yang dijuluki Kondosapata Uai Sapalelean ini sungguh memendam kekayaan alam yang tak sedikit. Sejak berdiri sendiri jadi kabupaten pada 11 Maret 2002—berpisah dari induknya, Kabupaten Polewali Mamasa atau kini Kabupaten Polewali Mandar—daerah bekas Swatantra Mamasa ini terus berbenah.

Satu-satuya kabupaten di Provinsi Sulawesi Barat yang berada di atas pegunungan, dan tak sejengkal pun ada lautnya. Ia bertengger di antara gugusan dari sekian banyak hulu sungai.

Pada sebuah gunung yang tinggi—Gunung Liarra namanya—tampak pemandangan yang indah penuh pesona. Gunung Liarra persis berada di perbatasan dua kecamatan di Kabupaten Mamasa: Kecamatan Balla dan Kecamatan Tanduk Kalua’.

Gunung Liarra berada di lanskap pegunungan Quarles matahari. Di puncak hingga lembah gunung itu diselemuti awan kabut yang menebal. Berada di atasnya, seolah kita sedang berada di “dunia luar angkasa”.

Memadang ke bawah, nyaris seluruh perbukitan kecil dan perkampungan penduduk tertutupi oleh awan tebal itu. Terutama jika Anda berkunjung ke sana di pagi-pagi buta atau jelang mentari terbenam di ufuk barat.

Pada Sabtu sore sekitar jam 6, 3 September 2017, kru transtipo sengaja mendaki ke Gunung Liarra itu. Lusinan warga Mamasa dan ‘turis lokal’ juga sengaja datang sebagai penyaksi ‘awan tebal di atas kampung’.

Benar betul fakta itu tampak di kasat mata.

‘Kampung di Atas Awan’ di Mamasa, Sulawesi Barat. (Foto: Frendi Christian)

Sejumlah tenda mungil terpancang tergelar di atas gunung itu. Para pengunjung sengaja datang bermalam di situ untuk sekalian berjumpa dengan pagi—esoknya. Sebab saat itu, awan pekat menebal itu akan tampak jelas.

Bagi kru laman ini—dan pula tak sedikit warga Mamasa—telah jadi penyaksi ‘kampung di atas awan’, di Mamasa, Sulawesi Barat. Jelas benar awan memutih itu membentang luas hingga sejauh mata memandang.

Ketika itulah, kamera sudah harus berfungsi. Kilauan blits kamera yang tanpa henti di pagi hari, Minggu, 4 September itu, seolah telah mendahului peran sinar mentari yang belum menampakkan wujudnya di ufuk timur.

Suasana penuh gembira. Rasa capai memacu langkah kaki hingga ke puncak Liarra yang kemarin siang hingga sore itu, kini menguap sudah. Sebuah energi baru hadir seketika di saat hasil jepretan telah dipelototi begitu rupa.

Sungguh Maha Besar Tuhan—Sang Pencipta alam yang indah ini.

Banyak cerita mengiringi mengapa banyak orang datang ke Gugung Liarra ini. Salah satunya, mereka tersulut lantaran pelbagai laman di sejumlah akun facebook (FB) men-upload sejumlah foto-foto berlatar ‘kampung di atas awan’, di Mamasa.

Sebutlah Krisdayanti misalnya. Perempuan remaja ini mengaku telah dua hari dua malam ‘menunggui’ alam indah ini. “Saya tahu pertama kali lewat media sosial,” aku Krisdayanti.

“Saat pertama melihat fotonya di FB. Saya langsung tertarik dan segera ingin datang kesini,” kata Krisdayanti.

Tanpa berpikir panjang, Krisdayati kemudian mengemas diri—dan tak lupa mengajak teman-temannya—berangkat ke Gunung Liarra.

Setibanya di sini, kata Krisdayanti lagi, pemandangannya begitu menarik. “Rasanya pengen terus di sini, meski kami sudah dua hari berada di sini,” tuturnya lagi.

Para pengunjung Gunung Liarra, tampak berjaket tebal—tanda itu dingin—sembari menikmati dan memandang ke bawah ‘awan di atas kampung’, Mamasa, Minggu pagi, 3 September 2017. (Foto: Frendi Christian)

Arnol, masih satu rombongan dengan Krisdayanti. “Pemandangan dari atas Gunung Liarra sangat berbeda dengan tempat lain. Awan kabut yang turun bisa disaksikan di sekeliling gunung, bukan hanya dari satu sisi. Namun sayang keindahan alam ciptaan Tuhan ini tak terkelola dengan baik,” sebuat Arnol menyertai kritik.

Arnol punya beribu harapan. “Kita berharap ke depan objek wisata ini menjadi perhatian Pemkab Mamasa agar dikelola dengan baik. Jika sudah begitu maka akses jalan ke sini diperbaiki sehingga orang lebih gampang mencapai gunung dan pemandangan yang indah ini,” kata Arnol.

Antara Mamasa kota dengan Gunung Liarra, jika Anda berkendara roda dua atau sepeda motor, butuh waktu tempuh 20 menit, berarti Anda akan tiba di Desa Balla Peu, Kecamatan Balla.

Dari Desa Balla Peu ke lokasi wisata itu, Anda masih butuh waktu tempuh sekitar 20 menit lagi. Tapi tidak lagi berkendara, melainkan jalan kaki mendaki puncak hingga ke pucuk Gunung Liarra.

Bersiap-siaplah. Dan, nikmati.

FRENDI CHRISTIAN

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini