TRANSTIPO.com, Mamasa – Buah hati adalah harta yang begitu berharga bagi setiap orang tua, tapi terkadang takdir kehidupan berkata lain.
Potret kemiskinan adalah hal yang begitu sulit untuk merawat si buah hati. Demikianlah yang dirasakan keluarga Maryana Mangga Prow, seorang bocah warga Desa Rantepuang, Kecamatan Sespa, Kabupaten Mamasa.
Bayi Maryana Mangga Prow terlahir ke dunia 14 hari lalu dari pasangan Joni Alfred (Ayah) dan Sarce (Ibu). Saat ini Maryana tengah menjalani perawatan di rumah sakit karena penyakit omfalokel yang dideritanya—sebuah penyakit dengan usus dan organ lainnya berada di luar perut, dibungkus oleh selaput tipis sehingga kelihatan transparan dan nyaris keluar dari tubuhnya.
Miris cerita. Sebelumnya bayi ini pernah dirawat inap di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Polewali Mandar (Polman), namun karena kedua orang tuanya tak mampu (baca: miskin) sehingga mereka kesulitan menjaga Maryana di rumah sakit tersebut.
Sebab sudah umum diketahui, menunggu orang sakit selama perawatan di rumah sakit butuh biaya. Dengan kondisi tak mampu itulah, Joni dan Sarce (Ayah-Ibu Maryana) minta pada dokter untuk keluar dari rumah sakit tersebut.
Sejak keluarnya dari rumah sakit itu, keluarga miskin ini pulang ke kampung halamannya, meski kondisi bayi mereka memprihatinkan.
Alih-alih menunggu kondisi bayi itu sedikit membaik, pada Minggu siang, 26 November 2017 lalu , Joni dan Sarce memutuskan kembali membawa Maryana ke RSUD Kondosapata’, Mamasa.
“Bayi ini mederita penyakit omfalokel namun sudah infeksi dan membesar sehingga harus segera dirujuk kembali ke RSUD di Polewali,” kata seorang bidan yang menanganinya bayi Maryana di RSUD Kondosapata’ kepada transtipo.com, beberapa hari lalu.
Jadi pada hari itu juga—Minggu sore, 26 November—sekitar pukul 04:00 Wita, Maryana Mangga Prow kembali dirujuk ke RSUD Polewali, Polman.
Nenek Maryana, Tiku Karaeng (60), masih sempat bercerita kepada kru laman ini. Tiku bilang, “Selama cucuku sakit, saya bekerja sebagai penggali batu agar bisa beli beras.”
Tiku mengaku bekerja sebagai penggali batu di jalan poros Mamasa. “Upahnya saya belikan beras untuk dimakan sama-sama,” kisah Tiku Karaeng pendek dengan mata sembab sebab sembari bercerita air matanya menitis hingga berlinang hingga ke pipi.
Tampak benar, wajahnya yang sudah mulai mengeriput itu dibasahi pula air mata sedih.
Pena di Genggaman kiri, Kardus di Tangan Kanan
Siang itu, 27 November. Suara lantang terdengar menyeruak di sudut-sudut kota Mamasa. Mereka adalah pekerja Pers dan sejumlah mahasiswa turun ke jalan sembari membawa kardus: untuk si bayi terkasih yang terbaring lesu.
Foto bayi Maryana ditempel di kardus itu. Setiap warga yang melintas di perempatan-perempatan jalan di Mamasa—tempat aksi penggalangan dana itu digelar—diperlihatkan kepada mereka.
Dua hari lamanya aksi kemanusiaan itu dilakukan. Hasilnya lumayan. Rupiah untuk bayi Maryana berhasil terkumpul sebesar Rp. 6.557.200 (Enam juta lima ratus lima puluh tujuh ribu dua ratus rupiah).
Aksi galang dana—oleh pekerja Pers dan mahasiswa—tak hanya digelar Mamasa. Di Mamuju—ibukota Provinsi Sulbar—aksi serupa pun dilakukan oleh sejumlah anggota Pendamping Keluarga Harapan (PKH) Kabupaten Mamasa.
Secara kebetulan memang, sejumlah anggota PKH dari Mamasa itu sedang bimbingan teknik (Bimtek) di d’Maleo Hotel & Convention Mamuju, Sulbar.
Nah, di forum Bimtek itulah, aksi penggalangan dana untuk bayi Maryana dijalankan. Hasilnya besar sekali—untuk ukuran sekali aksi solidaritas dalam sebuah ruang terbatas—yakni sejumlah dana Rp. 3.519.000 (Tiga juta lima ratus sembilan belas ribu rupiah).
Pada Rabu, 29 November 2017, perwakilan mahasiswa dan Pers dari Mamasa bersama anggota PKH itu kemudian berangkat atau bertemu di Polewali, Polman, lalu bersama-sama menyambangi bayi Maryana Prow di RSUD Polewali, Polman.
Di RSUD Polewali itulah, dana itu kemudian diserakan kepada Sarce, Ibu Maryana. Jumlah keseluruhan dana—hasil aksi penggalangan dana di Mamasa dan di Mamuju—yang diserahkan itu sebesar Rp.10.076.200 (Sepuluh juta tujuh puluh enam ribu dua ratus rupiah).
“Dengan adanya sumbangan ini diharapkan orang tua Maryana bisa bertahan di rumah sakit selama si bayi dirawat. Jadi sudah tak ada alasan lagi mengeluarkan paksa anaknya dari rumah sakit. Dengan begitu, anak itu bisa ditangani dengan serius oleh tenaga medis—hingga pulih,” jelas Risal, salah seorang perwakilan pekerja Pers—wartawan/jurnalis—yang menyerakan dana tersebut.
Sementara itu, Sarce menyampaikan terima kasih yang tak terhingga kepada semua pihak yang telah memberikan sumbangan—untuk dia dan bayinya.
“Kami berterima kasih kepada semua masyarakat yang sudah membantu kami. Kami akan manfaatkan sumbangan ini untuk kebutuhan selama perawatan anak kami di rumah sakit. Kami mungkin tak mampu membalasnya, tapi Tuhan akan membalas amal baik kita semua, kelak,” kata Sarce, teduh—bersyukur.
FRENDY CHRISTIAN