TRANSTIPO.com, Mamuju – Memilih tinggal di kampung istri, sebuah pilihan, pun Takdir. Setiap bumi dipijak yang Kuasa jualah yang menuntun tungkai melangkah.
Jauh dari impiannya sekalipun untuk bisa sampai dan bermukim di Mamuju Tengah. Nanang Wahidin (NW)—34 tahun—hanya mengikuti garisan suratan takdir itu.
Sedari awal ia membawa dirimya yang sendiri, yang hanya orang dekatnyalah yang mengenalnya di kampung tempatnya berdiam kini pada tempo dulu itu.
“Saya memulai dari nol. Tak seorang pun yang kenal, selain terntunya istri saya,” kata Nanang Wahidin, lirih.
Saat itu menjelang akhir tahun 2020. Kepemimpinan I Gusti Putu Budi Santoso—mertua Nanang—di Desa Bambamanurung, berakhir. Selama dua periode ia memimpin desa itu. Sejak itu nama Nanang jadi pilihan untuk meneruskannya.
Selain atas restu mertua, masyarakat di desa itu meminta Nanang untuk jadi kepala desa. “Ingin jadi kades, tapi yang lebih penting dari itu sejumlah tokoh masyarakat meminta saya melanjutkan kepemimpinan mertua,” ujar Nanang, jujur.
Jalan Nanang melempang. Pelantikan dirinya sebagai Kades Bambamanurung di awal 2021 jadi pestapora dengan tantangan bejibun.
Sekilas Bambamanurung
Desa ini dulunya status UPT Salupangkang. Dimekarkan menjadi sebuah desa bagian dari program transmigrasi dari Desa Kambunong—desa induk.
Bambamanurung unik. Indonesia mini. Pelbagai suku bangsa yang ada di Indonesia jadi pemangku di desa ini. Sangat heterogen: ada Bali, Lombok, Bugis, Mandar, Toraja, Jawa, Makassar, bahkan Banjar dari Kalimantan bagian selatan. Semua ada di desa yang kini dipimpin NW.
Keberagaman karakter ditambah pula identitas keagamaan yang plural: Islam, Protestan, Katolik, dan Hindu. Salah satu bekas kampung tua di Mamuju bagian tengah sungguh heterogen.
Mata pencaharian masyarakat desa ini bersumber dari pertanian, perkebunan dengan komoditas tanaman sawit. Ini yang paling dominan selain banyak sumber lainnya.
“Ini yang mayoritas, kanda,” kata Nanang. Ia menghitung, “Desa Bambamanurung mampu menghasilkan sawit lebih dari 2.000 ton setiap bulan.”
Terbentuknya Desa Bambamanurung tak bisa lepas dari keberadaan masyarakat transmigrasi. Bahkan masyarakat desa ini tak bisa melupakan seorang nama: Brigjen (Purn.) Haji Djuritno.
Sosok perwira Angkatan Darat itu yang ketika dulu masih menjadi Bupati Mamuju yang menitahkan kampung ini sebagai desa resmi.
Desa yang dipimpin lelaki kelahiran 21 Desember 1989 ini kini berpenduduk 3.257 jiwa. Memiliki jarak 15 kilometer ke ibu kota Kecamatan Topoyo, dan 17 kilometer ke Tobadak, ibu kota Kabupaten Mamuju Tengah, Provinsi Sulawesi Barat.
Ia tercatat sebagai kepala desa definitif ketiga setelah pendahulunya di awal dan dua periode kepemimpinan sang mertua.
Kades Nanang relatif luwes bergerak membangun desanya lantaran terbantu dengan posisinya selaku Sekretaris Umum APDESI Kabupaten Mamuju Tengah.
Menyingkap Pekat Awan Kabupaten
Juni 2021.
Bambamanurung masih terbilang desa tertinggal. Banyak masyarakat yang belum peduli pada lingkungan. Belum melek hukum, abai dalam urusan sosial kemasyarakatan.
“Saat mulai menetap di Bambamanurung, saya coba sosialisasikan perihal semua itu, dan alhamdulillah perlahan-lahan muncul kesadaran, gotong royong dan kepatuhan hukum mulai membaik,” jelas Nanang.
Ia juga rajin lalukan pembersihan parit dan lingkungan yang bisa ia jangkau. Selain aktif ceramah di masjid-masjid. Modal sebagai aktifis HMI banyak terbantu ketika dihadapkan realita—dan problematika—kehidupan masyarakat desa.
Dari situlah cermin publik dan sekalian memintanya jadi pemimpin formal di desa itu. Hanya berselang lima bulan setelah ia memutuskan berdomisili di Bambamanurung, ia didapuk jadi kepala desa—dalam sebuah pemilihan yang demokratis tentunya.
Tak ada yang menonjol, maklum desa ini hasil pemekaran baru. Ketika tanggungjawab di pundaknya, Nanang berbenah.
“Pertama, masyarakat susah mendapatkan air bersih. Kedua, infrastruktur jalan tani. Ketiga, menjaga toleransi antarsuku dan antarumat beragama yang sangat majemuk. Ini perhatian saya di awal,” kata Nanang.
Alhamdulillah, aku Nanang, di tahun pertama memimpin desa masyarakat sudah bisa merasakan air bersih, bahkan pemasangan sambung rumah (SR) hingga 70 persen.
“Dengan itulah makanya Desa Bambamanurung meraih Juara II se-Kabupaten Mamuju Tengah pada event Lomba Inovasi Desa,” ujar Nanang.
Tahun kedua sebagai kepala desa membangun rabat beton jalan tani sepanjang 1.500 meter.
Info Grafik Desa Bambamanurung diterakan oleh kades NW, sebagai kerikut: jumlah Alokasi Dana Desa (ADD) dan Dana Desa (DD) tahun anggaran 2022 sebesar Rp1,3 miliar; Tahun anggaran 2023 sebesar Rp1,4 miliar; dan, di tahun 2024 ini sekitar Rp1,1 miliar.
“Anggaran kami itu terendah kedua di Kecamatan Topoyo,” ujarnya.
Dengan anggaran publik itu, kades Nanang membangun—sesuai janjinya yang membathin dulu. Pada janjinya ke mertua, pun kepada sang istri, yang legislator itu. Sejatinya, terutama kepada Rakyat Bambamanurung.
Ia membangun di bidang pertanian (Perkebunan), sebagai pondasi ekonomi paling kuat di masyarakat desa. Sudah ada jalan betonisasi, 1.500 meter.
Di bidang ekonomi, seperti UMKM, dan sudah ada 12 lods. Ini biaya swadaya masyarakat sekitar 70 persen yang saat ini menjadi pasar BUMDes.
Pemerintah desa juga memerhatikan kehidupan keagamaan. Program bantuan rumah ibadah dengan memberi dana paling sedikit Rp5 juta, tanpa kecuali.
Pembenahan lapangan bola untuk kepentingan pemuda desa, disertai perlengkapan sarana olahraga. Juga meningkatkan skil para pemuda yang giat berolahraga. Pemerintah desa hadir di situ.
Pemerintah desa giat menata lingkungan, ada taman desa: dibuat taman dalam bentuk huruf akrilik, yang menyala dan telah menjadi ikon Desa Bambamanurung.
Kehidupan sosial adalah salah satu jantung hasrat hidup manusia. “Kami bangun rumah milik warga miskin. Dan, banyak lagi,” kata Nanang.
Nanang berhasil mengajak masyarakat yang telah berdaya secara ekonmi menyisipkan penghasilan mereka. Makanya program swadaya untuk beragam kegiatan tercover lancar.
Ia bahkan mampu menggaet sedikitnya sekitar 60 persen biaya dari program sosial yang ia jalankan di desanya, terbantu dari swadaya masyarakat di desanya.
Tentu jauh dari cukup jika sekadar berpatokan pada dana desa yang kucur setiap tahun. “Itu sangat terbatas, selain dari upaya kami mengajak swadaya masyarakat,” kata Nanang.
Inovasi Pemerintah Desa Bambamanurung terkait digitalisasi bisa dilihat hadirnya di youtube, TV Desa Bambamanurung. Dan, kades Nanang tak’kan berhenti sampai di sini.
Di alam bawah sadarnya, Nanang mafhum benar bahwa Kabupaten Mamuju Tengah—dalam labirin nan luas lanskap desanya–adalah daerah pemekaran baru, paling bungsu di Provinsi Sulawesi Barat. Masih banyak hal yang mesti dibenahi.
Soal agraria, tata kelola dan kualitas pemerintahan, Pendidikan, dan tak boleh dilupakan kesadaran hukum kewargaan. Nanang berpikir sejauh itu. Ia menerawang Mamuju Tengah yang maju dalam bingkai kesetaraan, kemajemukan, dan pondasi akar kutural yang terjaga nan lestari.
Nanang Wahidin punya obsesi, selaksa aktifis lainnya yang telah lama dibaiat untuk rela membangun daerah, di mana pun ia berada.
Lama bermukim di Mamuju kota. Meski dari jauh, dan dalam jarak tempuh yang tak teramat sulit menjangkaunya—ditambah faktor infrastruktur jalan yang baik—kerap ia muncul di ibu kota provinsi.
Ia sering datang di kota tempatnya dulu lama menempa diri selaku aktifis HMI yang pernah pula dipimpinnya. Tahu benar kota Mamuju adalah tempat banyak rekan-rekannya. Penting menyabung rasa dan asa.
Nanang kini hendak membingkai tirai: mengusung langkah dan prospek politik Kabupaten Mamuju Tengah. Anak muda memang mesti diberi jalan pengabdian yang sesungguhnya.
NW tentu telah banyak belajar dari Mamuju kota, yang kini dipimpin seorang figur muda, berani, smart dan perempuan pula.
Kesuksesan NW sebagai pemimpin di desanya, adalah nilai lain dari caranya bergerak di tengah cermin terang masyarakat yang sungguh begitu dinamis saat ini. (Bagian Kedua – Selesai)
SARMAN SAHUDING