Ketua KPU Sulbar Usman Suhuriah (kiri) bersama delegasi dari Afrika, Bali, 25 Agustus 2016. (Foto: Ist.)

Bagian II (Selesai)
Catatan dari Asian Electoral Stakeholder Forum (AESF III)

Oleh: Usman Suhuriah
(Ketua KPU Sulawesi Barat, Partisipan AESF III)

SEBELUMNYA, AESF I diselenggarakan di Bangkok, Thailand, 12 Desember 2012. Forum dihadiri oleh CSo atau organisasi masyarakat sipil yang memiliki perhatian pada Pemilu dan beberapa badan penyelenggara Pemilu di Asia. Konferensi ini melahirkan Deklarasi Bangkok tentang Pemilu yang Bebas dan Adil.

Kemudian AESF II diselenggarakan di Dili, Timor Leste, oleh Commission National of Elections bekerjasama dengan ANFREL. Forum ini dihadiri 120 delegasi dari 27 Negara.

Selain badan penyelenggara Pemilu (BPP) dan 0rganisasi masyarakat sipil (OMS), konferensi ini juga dihadiri delegasi dari Australia, Amerika Serikat, dan komunitas negara-negara berbahasa Portugis (Angola, Cabo Verde, Portugal, São Tome e Principe, dan Mozambik).

AESF-II berhasil menelorkan dokumen yang disebut “Indikator Dili pada Pemilu Demokratis”. Indikator Dili digunakan sebagai pedoman utama untuk menilai kredibilitas pemilu.

Kini, Forum AESF III berlangsung di Bali, Indonesia, dengan peserta delegasi lebih banyak, tak hanya negara-negara di Asia yang hadir tapi juga dari benua Amerika, Afrika, Eropa dan bahkan beberapa Duta Besar dan utusan PBB. AESF III pun berhasil merumuskan kerangka bersama yang oleh peserta menyebutnya “Bali Commitment” (Komitmen Bali).

Bali Commitment lahir dari diskusi pendalaman dalam waktu dua hari efektif atau di hari kedua dan ketiga. Pendalaman issu tersebut dikelola melalui kelompok issu atau dalam group diskusi.

Dari group diskusi ini memunculkan beberapa pandangan untuk menjadi perhatian bersama. Yakni beberapa arah dan prinsip elektoral untuk terus dirawat dan diperjuangkan.

Pandangan dan prinsip itu mencakup; pertama, Demokrasi masih terus perlu dipromosikan. Sejumlah hal seperti prularisme, budaya politik, politik uang dsb masih perlu mendapat perhatian.

Kedua, Demokrasi sebagai ideologi harus dipertahankan, kebebasan hak asasi sipil, sumber daya, etika hukum adalah komponen krusial agar demokrasi terus berkembang serta bertumbuh dengan baik.

Ketiga, Transparansi dan integritas merupakan pondasi kunci untuk pemilu yg jujur dan adil. Keempat, Data dan penggunaan Informasi teknologi untuk kepercayaan publik memberikan keuntungan terhadap pemilu yang transparan dan berintegritas.

Kelima, Keberadaan Pengawas atau Pemantau Pemilu diperlukan untuk Pemilu yang jujur dan Adil lewat lembaga formal atau masyarakat sipil (CSo).

Dan keenam, Terdapat agenda strategis untuk memperkaya kemandirian lembaga penyelenggara dan upaya mengatasi tantangan keamanan dalam menegakkan pemilu yang jujur dan adil.

Terlepas dari keenam pandangan dan prinsip tersebut, perhatian peserta AESF III selanjutnya merumuskan ke dalam; “Delapan Kunci Pemilu Berintegritas”.

Di hadapan peserta juga turut dihadiri Menteri Luar Negeri RI Retno Marsudi, di antara beberapa peserta delegasi maju dan secara bergiliran membacakan preambule (pendahuluan) delapan kunci Pemilu berintegritas.

Mereka adalah Head of National Elections Commission of South Korea, Lee Yengyi; Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Provinsi Bali, Dewa Raka Sandi; Fair Election Monitoring Alliance (FEMA) Bangladesh, Munira Khan; dan Pusat Kajian Politik (Puskapol) Universitas Indonesia (UI), dan Sri Budi Eko Wardani.

Dalam naskah pendahuluan Ini pada intinya memuat kesepakatan bahwa penyelenggaraan pemilihan umum merupakan ekspresi sejati dari kedaulatan rakyat di manapun.

Selanjutnya, forum ini percaya bahwa integritas Pemilu berkaitan langsung pada transparansi semua aspek dari proses Pemilu. Selain transparansi, forum itu juga yakin bahwa badan manajemen Pemilu dan masyarakat sipil memiliki peran yang penting dalam menjamin proses Pemilu yang berintegritas.

Disebutkan bahwa para pemangku kepentingan Pemilu se-Asia yang mewakili Badan Penyelenggara Pemilu (BPP) dan Organisasi Masyrakat Sipil (OMS) memutuskan untuk meningkatkan integritas Pemilu bersama-sama dalam semangat kerjasama antara BPP dan OSM untuk melaksanakan Delapan Kunci Pemilu Berintegritas.

Ketua KPU Sulawesi Barat Usman Suhuriah (kiri) berbincang dengan delegasi atau utusan dari Organisasi Konferensi Islam (OKI), Bali, 25 Agustus 2016. (Foto: Istimewa)

Delapan kunci menuju Pemilu berintegritas yang dihasilkan dari AESF III dalam pertemuan Bali 2016, meliputi:

1. Badan Penyelenggara Pemilu (BPP) yang Transparan – hukum dan prosedur pengangkatan anggota BPP dan operasi badan pelaksana pemilu harus tertulis dengan jelas. Masyarakat harus mengamati semua aspek operasi BPP;

2. Transparansi dalam Penggalangan Dana Kampanye – Hukum dan peraturan harus mengatur agar dapat mengungkap secara penuh dan tepat waktu seluruh sumber dana yang diajukan oleh calon, partai politik dan kelompok independen yang berusaha mempengaruhi hasil referendum/kampanye Pemilu;

3. Transparansi dalam Belanja Kampanye – Hukum dan peraturan harus mengatur agar dapat mengungkap secara penuh dan tepat waktu dari penggunaan semua dana yang diajukan calon, partai politik, dan kelompok independen yang berusaha mempengaruhi hasil dari kampanye untuk jabatan politik dan atau referendum;

4. Akses Publik yang Transparan untuk Keuangan Kampanye – Masyarakat harus memiliki akses internet penuh terhadap file BPP yang berisi data keuangan kampanye, dengan semua file dipertahankan dalam bentuk yang mudah dianalisis oleh setiap anggota masyarakat dengan keterampilan komputer dasar;

5. Transparansi dalam Pendaftaran Pemilih – Suatu proses di mana daftar pemilih dikompilasi, diperiksa, diperbarui, dan dipelihara secara terbuka untuk pengamatan publik. Akses internet penuh pada daftar pendaftaran pemilih, termasuk koreksi secara real-time harus dijamin untuk umum;

6. Transparansi dalam Pemantauan – Pemantau pemilu nasional dan internasional harus bebas dalam memantau seluruh bagian dalam proses Pemilu yang menyeluruh, tapi tidak terbatas pada pemungutan suara pendahuluan, pemungutan suara, tabulasi suara, dan semua fungsi-fungsi yang dibahas dalam ‘Delapan Kunci Menuju Pemilu Berintegritas’;

7. Hasil Pemilu yang Transparan – Pengumuman hasil pemungutan suara di setiap Tempat Pemungutan Suara (TPS) harus dilakukan pada hari yang sama dengan pemungutan suara diselenggarakan, diikuti dengan postingan yang cepat dari semua hasil di situs BPP;

8. Proses Gugatan Pemilu yang Transparan, harus ada penyebarluasan prosedur untuk mengajukan pengaduan pelanggaran Pemilu, diikuti oleh kemampuan masyarakat untuk mengakses gugatan tak lama setelah mereka mengajukan dan dapat mengetahui tindaklanjut setiap gugatan.

Selesai pembacaan penetapan 8 Kunci Pemilu Berintegritas, akhirnya sesi akhir AESF III ditutup. Menteri Luar Negeri Republik Indonesia Retno Marsudi hadir di sesi penutupan hingga menutup pertemuan AESF III. Pertemuan AESF IV ditawarkan untuk dilaksanakan di Srilangka sebagai calon tuan rumah.

BALI, 26 AGUSTUS 2016

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini