
Pendapat TT.com: KPU dan Bawaslu perlu dikawal bersama. Ucapan, tindakan, kebijakan, bahkan keputusan ‘wasit’ Pilgub ini akan terus ‘dimata-matai’ paslon, parpol, tim sukses, pendukung, dan warga Sulbar. Tapi ‘wasit’ kita bukan ‘dewa’. Dia warga biasa yang mengemban tugas besar. Karena itu, kedewasaan kita mengawasinya adalah wujud kecil dari sumbangsih kita pada bangunan demokrasi Sulbar.
TRANSTIPO.com, Mamuju – Orator sekaliber Soekarno pun, ketika berbicara di hadapan massa yang besar dengan ekspektasi keinginan yang tinggi, maka sudah barang tentu akan terdapat ucapan melenceng satu kata atau dua kata. Misalnya, ketika beliau berhadapan dengan mahasiswa dan rakyat yang gigih menuntut segera diproklamirkan Indonedia merdeka. Maka sekiranya sehebat-hebatnya Bung Karno sangat wajar manakala rasa nervous juga menghantuinya.
Dan ketika nervous itu hadir, pengucapan hal-hal tertentu yang ‘prinsip sekalipun, biasanya muncul pula seketika tanpa dipertimbangkan secara sengaja atau tak sengaja diucapkan.
Percikan pendek dalam satu perspektif sejarah Indonesia, adalah sekadar mempersepsikan bahwa ucapan Ketua KPU Usman Suhuriah dalam pidato sambutan Kampanye Damai di Jumat sore, 28 Oktober 2016, yang sempat menyebut ‘teristimewa’ paslon nomor urut tertentu, sejatinya lantaran ia berada dalam pengaruh ‘psykologis’ sebagai pengucap di tengah sekitar seribuan massa di pantai Manakarra itu.
Laman ini tak membela Usman Suhuriah, dalam kapasitas apapun. Tapi melihat perjalanan karir Usman dalam kepemiluan, maka satu kesimpulan yang bisa ditarik adalah tak mungkin Usman Suhuriah akan mengorbankan posisinya selaku komisioner hanya untuk sekadar pengucapan ‘penghormatan’ kepada paslon tertentu.
Menurut laman ini, yang ‘mengenal’ perjalanan aktifitas Usman Suhuriah, baik sebagai mantan aktifis kampus dan lembaga swadaya masyarakat di masa lalu, tentulah akan sangat timpang timbangannya manakala ia diposisikan atau dicurigai sebagai ‘oknum’ partisan, tak independen, atau tak netral.
Laman ini tetap berpendapat bahwa Usman Suhuriah—dan seluruh komisioner KPU Sulbar, termasuk kapasitas Bawaslu Sulbar—adalah sosok-sosok teruji dalam kapabilitas ilmu dan kedisiplinan dalam kepemiluan.
KPU dan Bawaslu tegak ‘berdiri’ di tengah-tengah sekian banyak pihak yang berkepentingan dalam koridor demokrasi, sungguh teramat rendah jika mereka mau sengaja menunjukkan pemihakan “ke kiri atau ke kanan”.
Mereka—semoga tak salah menilainya—adalah kaum muda terdidik yang senantiasa terus menyonsong masa depannya. Mereka tentu mafhum bahwa Pilkada atau Pilgub kali ini adalah satu proses ujian. Tak mungkin akan merelakan kapasitasnya ‘berakhir’ sampai di sini. Pilgub adalah satu proses dari bangunan demokrasi yang mereka hasratkan tumbuh subur di provinsi tercinta ini.
Hal itulah yang mereka inginkan. Karenanya, ia pertaruhkan kapabilitas mereka untuk menempuh jalur di KPU atau Bawaslu.
Memang, lantaran penyebutan ‘teristimewa’ yang mengena paslon tertentu sempat mengundang kegaduhan. Namun dengan sebutan ‘teristimewa’ pulalah yang disampaikan oleh Salim S. Mengga untuk kedua “kawannya dalam demokrasi” yang kembali tambah menyejukkan suasana Kampanye Damai Pilgub Sulbar 2017 di Anjungan Pantai Manakarra, Mamuju.
SARMAN SHD