Catatan Ringan
Oleh: Usman Suhuriah (*
SEJATINYA, Sulawesi Barat adalah sebuah kawasan yang selanjutnya disebut sebagai wilayah provinsi yang memiliki bentang alam tergolong luas. Kawasan yang dihuni oleh ragam etnik dengan karakter pantai yang panjang, berhadapan dengan wilayah pegunungan di sisi barat bagian tenggara. Gugus pegunungannya nyaris sama dengan panjang pesisir.
Alamnya adalah aset. Sumberdaya manusianya (SDM) juga tentu masuk dalam kategori aset atau modal. Walaupun dalam posisi tersendiri perihal SDM ini dapat berfungsi sebagai kekuatan pendorong (driving forces) atau sebagai faktor produksi melebihi sumberdaya alamnya.
Manusia dan alamnya sebagai aset, tentu akan didayagunakan atau dipakai sebab terdapat kewajiban (liabilitas) dalam rangka memenuhi kebutuhan masyarakatnya. Hal sama karena kewajiban pemenuhan itu atas konsekwensi politis sebagai suatu daerah otonom, dan itu tercermin dari janji pembangunan di daerah. Hal yang termuat dari visi misi daerah merupakan bagian dari kewajiban itu agar dipenuhi oleh para pengelola pemerintahan.
Berdasar dengan itu, maka keberadaannya harus dihitung dengan tepat terhadap hambatan yang ada. Dengan memperhatikan bagaimana putusan politik yang diambil tereksekusi dengan cermat. Begitu juga SDM, khususnya terhadap pelaku langsung dalam mengelola kebijakan bagaimana mencapai standar kwalifikasinya. Demikian sumberdaya alamnya dapatkah tertangani dengan bijak berkelanjutan.
Dari hitungan keekonomian; aset, harta, modal ditambahkan dengan piutang atau nilai investasi lain sebagai kekayaan daerah, termasuk hak paten (andai ada), kemudian diperhadapkan dengan komponen liabilitasnya, maka harus mendapatkan nilai dengan neraca berimbang. Atau bila disederhanakan—misal grafiknya tidak naik, terlebih bila mengalami defisit—maka keekonomian wilayah ini berarti jalan di tempat, kalau tidak seret ke belakang. Dan sebaliknya, bila neracanya mengalami grafik, naik apalagi surflus, maka visi keberhasilannya tercapai.
Membandingkan dengan hambatan yang dihadapi seperti laju kerusakan hutan, penghancuran habitat di pesisir, atau tata kelola sumber penghidupan alamiah degradasinya di luar kendali, kemudian sisi SDM sebagaimana Indeks Demokrasi yang angkanya belum menggembirakan, Indeks Pembangunan Manusia (IPM) juga demikian, angka buta huruf masih tinggi, warga terdampak stunting pun demikian. Atau di luar dari itu, seperti PAD masih di urutan paling akhir, maka keadaan ini menunjukkan bahwa pelaku kebijakan dituntut untuk memperlihatkan kapasitas lebih. Atau dalam konteks ini menjadi tidak relevan bila bentang masalahnya disikapi dengan rata-rata, biasa-biasa (as usual). Melainkan yang relevan adalah pelaku akan bersikap luar biasa (incredible) karena berhubungan dengan tantangan daerah ini yang sangat besar.
Untuk membaliknya menuju kepada kemajuan sebagai suatu kawasan, maka penghitungan sosial ekonominya pun harus dapat diramalkan. Untuk angka-angka harapan itu bergrafik naik atau pergerakannya ke titik positif. Dengan mengandaikan fase pertama periode pemerintahan 2006-2011, menuju ke periode 2012–2016, pergerakan angka-angkanya harus mencerminkan kemajuan melebihi dari fase sebelumnya. Demikian periode 2017-2022 tentu lebih mencerminkan angka-angka grafiknya bergerak progresif.
Ikhwal Indeks Demokrasi Indonesia (IDI) Sulbar semakin baik, angka kriminalitas menurun, kasus-kasus narkoba, dan fakta dan data lainnya yang terus membaik, kelulusan peserta ajar untuk masukke lembaga pendidikan berkualitas makin meningkat, angka pemenuhan layanan dasar sektor kesehatan spendingnya makin membesar, income pendapatan petani nelayan terus meningkat, kapasitas penerimaan PAD jumlahnya makin besar, dan seterusnya, hingga keberhasilan visi daerah untuk mengarah ke zona-zero korupsi makin nyata.
Tentu untuk suatu upaya menuju kemajuan provinsi ini sebagai suatu kawasan maka berdasarkan itu terdapat indikator bersifat umum selain indikator yang telah ditetapkan secara spesifik. Namun dalam pokok penilaiannya terdapat angka bersifat makro terutama apakah angka-angka grafikal itu naik, tetap di tempat, atau cenderung melorot turun.
Provinsi dengan julukan mala’bi’ ini tentu dipahami tidaklah sesederhana untuk menilai capaian visi misinya secara dini. Sebab masalah yang dihadapi tidak sepenuhnya dapat diselesaikan dalam kerangka jangka pendek. Tetapi Dibutuhkan langkah taktis terhadap lingkungan internalnya untuk sedemikian rupa mengharuskannya tetap konsisten sebab masalah yang dihadapi pun juga konsisten.
Bagaimana pun terdapat hal yang menjanjikan tentang Sulawesi Barat. Salah satunya karena Sulawesi Barat masuk dalam kawasan strategis nasional. Kawasan ini berada di Jalur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI II). Selain ditetapkan sebagai Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP), maka dalam tataran ini sungguh sebagai peluang yang tidak semua daerah memilikinya. Sebagai jalur laut kepulauan Indonesia atau karena merupakan kawasan pengelolaan perikanan, maka kebijakan nasional mengenai poros maritim atau dengan skala lebih kecil lewat proyek tol laut memiliki arti penting bahkan sangat penting bagi masa depan Sulawesi Barat.
Demikian keputusan politik nasional dengan pemindahan ibu kota baru ke Kalimantan Timur. Maka kawasan ini akan terdampak langsung sehingga memerlukan peta strategi lebih baru untuk membangun “eskalasi persaingan” dengan wilayah penyangga provinsi lainnya seperti Sulsel, Sulteng, Kaltara, Kalteng ataupun Kalsel. Tinggal apakah insting penyelenggara pemerintahan di daerah bergerak cepat, solid. Tentu semata-mata demi memberi warna kemajuan daerah ini sebagai suatu kawasan yang berarti bagi masyarakatnya. Semoga!
*) Penulis adalah Anggota Fraksi Gorkar DPRD Provinsi Sulawesi Barat