Oleh ALBERTUS MAGNUS PUTUT PRABANTORO
LEMBAGA Ketahanan Nasional RI (Lemhannas), sekolah tertinggi di Indonesia untuk para pemimpin nasional, berkabung. Wajah para hadirin menunjukkan kesedihan.
Meski demikian, para hadirin memberi penghormatan tertinggi dengan melakukan standing ovation kepada si pembicara. Berdiri sambil bertepuk tangan. Tidak cukup sampai di situ. Para hadirin satu persatu maju, memberi hormat dan menyalami pembicara. Bahkan tidak sedikit bersalaman
Kejadian itu berlangsung di Ruang Auditorium Gadjahmada, Gedung Pancagatra Lemhannas RI yang susunan tempat duduk berdesain layaknya gedung bioskop. Mereka yang hadir jumlahnya ratusan orang.
Mereka adalah seluruh personil Lemhannas RI yang terdiri dari para pegawai negeri sipil (PNS), para perwira menengah (PAMEN) dan perwira tinggi (PATI) yang berasal dari TNI maupun Polri. Tak luput juga, hadir para Tenaga Ahli Profesional (Taprof) yang terdiri dari para purnawirawan PATI dan Sipil terseleksi yang mengabdikan diri menjadi “pengajar” para pemimpin nasional.
Personil Lemhannas RI ini hadir untuk memenuhi undangan pada Senin, 16 Oktober 2023 pukul 08.00. Undangan diterima pada Kamis, 12 Oktober 2023 atau empat hari sebelum hari H.
Dan pada hari itulah, Lemhannas berkabung meskipun dengan rasa bangga dan dengan rasa ikut bermartabat. Gubernur Lemhannas, Andi Widjajanto mengundurkan diri dari jabatannya menyusul ditunjuknya sebagai anggota inti Tim Pemenangan Nasional (TPN) Ganjar Pranowo.
Dalam TPN, posisi Andi Widjajanto cukup tinggi yakni menjabat sebagai Deputi Politik 5.0. Kedeputian ini bertugas untuk memenangkan Ganjar sebagai Presiden dengan menggunakan lompatan teknologi terutama penggunaan Kecerdasan Buatan (Artificial Intelligence).
AI dan teknologi komunikasi dan informatika dimanfaatkan dalam membentangkan strategi promosi dan kampanye.
Tanpa basa basi, Andi Widjajanto membuka pembicaraannya langsung ke pokok persoalan. Dirinya berbicara seakan-akan para personil Lemhannas sudah tahu apa yang ingin disampaikannya.
“Bagi saya ini bukan keputusan yang sulit untuk menerima tugas tersebut. Dan ini bukan yang pertama kali bagi saya membuat keputusan. Saya bukan PNS, saya bukan TNI atau Polri, yang sebenarnya tidak terikat dengan aturan ini. Hanya saja, karena ini Lemhannas, saya harus memastikan bahwa netralitas Lembaga ini terjaga dalam pemilu. Risiko terkait dengan keputusan saya adalah memastikan masa transisi di lembaga ini berjalan dengan baik,“ ujar Andi Widjajanto.
Oleh karena itu, Andi Widjajanto dengan tegas menyatakan mengundurkan diri dari jabatan sebagai Gubernur Lemhannas RI. Dan bagi Andi Widjajanto, pengunduran dirinya dari jabatannya merupakan etika politik yang harus dijalankannya demi netralitas Lembaga bermartabat yang dicintainya itu.
Memang bagi Andi Widjajanto, sebagaimana yang diceritakan kepada para personil Lemhannas, keputusan mengundurkan diri dari jabatan pemerintahan dalam kaitannya dengan pemilu bukanlah yang pertama kali.
Pada 12 Maret 2014, Andi Widjajanto, PNS dengan Gol IVB, harus mundur dari jabatannya sebagai dosen di Universitas Indonesia.
Alasan pengunduran dirinya adalah membantu Jokowi dan Jusuf Kalla dalam pencapresan. Pengunduran diri kedua terjadi pada Tahun 2019, saat dirinya menjabat sebagai Komisaris Utama Angkasa Pura I.
Dia memberitahu pengunduran dirinya kepada Menteri BUMN untuk dapat membantu pencapresan Jokowi-Ma’ruf Amin. Dan keputusan ketiga adalah, pada saat ini sebagai Gubernur Lemhannas RI.
“Keputusan saya mantab dan bukan keputusan yang sulit. Ini merupakan ideologi politik yang saya yakini. Dan pengunduran ini secara prosedur diikuti,” tegas Andi Widjajanto.
ETIKA POLITIK
Semua hening. Namun segera berdiri dengan sikap standing ovation. Brigjen TNI (Purn) DR. Paula Theresia EPU, Taprof Lemhannas, tepekur mendengar pernyataan pengunduran diri orang nomor satu di Lemhannas itu.
Dirinya melihat bagaimana santunnya seorang Andi Widjajanto dan sangat memperhatikan kesejahteraan orang kecil di Lemhannas.
Komjen Pol (Purn) Heru Winarko, Taprof Bid. Politik mengungkapkan perasaannya, Lemhannas RI kehilangan orang baik dan benar.
Lemhannas membutuhkan Gubernur yang seperti Andi Widjajanto. Baginya, itu adalah risiko politik bermartabat dan tidak semua para pemimpin negeri ini dapat melakukannya.
Laksda TNI (Purn) Agung Pramono, Taprof Lemhannas bidang Pertahanan dan Keamanan menyatakan, seharusnya para menteri atau pejabat yang terkait dengan partai atau keberpihakan pada salah satu kontenstan melakukan hal yang sama dengan Andi Widjajanto. Berpolitik secara beretika harusnya dikedepankan untuk menjadi suri tauladan bagi generasi muda.
Sedangkan Wakor Taprof Mayjen TNI (Purn) Imam Maksudi menegaskan, tidak ada kata lain kecuali Ksatria yang selalu berkata jujur, memihak pada kebenaran dan berani memutuskan demi masyarakat banyak.
Andi Widjajanto jika diibaratkan dalam pewayangan, dia adalah Wibisana – tokoh protagonis dalam babad Ramayana. Meskipun ia adalah adik kandung Rahwana, ia memihak Rama karena kebenaran.
Prof. Dr. Ir Reni Mayerni M.P, orang nomor satu di Kedeputian Pengkajian Strategik Lemhannas sangat kehilangan. Ia bangga atas etika politik yang ditunjukan atasannya itu.
Di matanya, pengunduran diri Andi sejatinya untuk menghindari konflik kepentingan terutama di kedeputiannya. Sudah pasti dirinya sangat kehilangan sosok pemimpin yang cerdas dan responsif.
Diakuinya, melalu tangan dinginnnya Andi Widjajanto mengubah cara pandang dan cara kerja kedeputian pengkajian Lemhannas yang satu-satunya pengguna (user) adalah Presiden RI.
Sementara bagi penulis, pengunduran diri Andi Widjajanto sebagai orang nomor satu di lembaga yang berwibawa dan elit itu mengingatkan akan peribahasa latin – Modus Omnbibus In Rebus Optimum Est Habitu – Dalam Semua Keadaan, Yang Paling Baik Adalah Tahu Batas.
Melihat pengalaman sejarah hidupnya, Andi telah menunjukan martabatnya sebagai politikus yang tahu diri, tahu batas, tahu untuk berhenti dan kapan harus berjalan.
Dalam konteks hingar bingarnya pemilu 2024, Andi Widjajanto tidak membiarkan dirinya dibuli oleh medsos ataupun para lawan politiknya yang “cemburu“ terhadap kekuatannya.
Dia tahu diri, tahu batas kapan harus berhenti dan kapan harus berjalan, kapan harus memilih dan kapan harus membuang.
Memiliki pengalaman 3 (tiga) kali pada posisi memutuskan untuk mengundurkan diri terkait dengan pemilu merupakan pelajaran terbaik bagi calon pemimpin nasional.
Indonesia membutuhkan banyak Andi Widjajanto untuk menjadikan demokrasi dalam pemilu sebagai pilihan terbaik untuk menghindarkan Indonesia dipimpin oleh pemimpin yang buruk.
Tentu, pengunduran dirinya akan dilihat sebagai model oleh para anak didik Lemhannas yang terdiri dari para sipil terpilih dan anggota TNI atau Polri dari pangkat kolonel/kombes hingga bintang tiga.
Bagi saya, ini bukan hanya tentang Andi Widjajanto. Ini soal Indonesia, kepemimpinan nasionalnya dan Ideologi Pancasila.
Andi Widjajanto dalam waktu yang relatif singkat yakni 1 tahun 6 bulan dalam memimpin Lemhannas RI, telah mengembalikan Lemhannas ke khittahnya sebagai lembaga pendidikan geopolitik bagi para peserta didik Lemhannas RI, sebagaimana yang dicita-citakan Presiden Soekarno.
Dan, para peserta didik Lemhannas RI yang telah berusia 58 itu adalah para pemimpin nasional. Yang paling utama adalah, Andi Widjajanto telah menanamkan politik yang beretika dan kepemimpinan yang bermartabat.
Andaikata dapat diikuti secara streaming oleh masyarakat Indonesia, pengunduran diri Andi Widjajanto di Auditorium Gajahmada itu bisa jadi akan memengaruhi Keputusan Mahkamah Konstitusi tentang syarat usia menjadi Presiden. Who Knows?
Namun berpolitik itu seperti bermain judi atau bahkan menyiratkan kehidupan itu sendiri. Guru politik dunia yakni Bangsa Romawi mengatakan, Humana Vita Est alea, In Qua Vincera Tam Fortuitum Quam Necesse Perdere – Hidup Manusia Itu Seperti Permainan Dadu, di Mana Kemenangan Merupakan Suatu Kebetulan dan Kekalahan Menjadi Sebuah Keharusan.
Dan, saya berharap, kemenangan ada di pihak Andi Widjajanto – bukan karena kebetulan tetapi karena pelajaran berpolitik secara etik dan kepemimpinan bermartabat yang telah ditunjukan kepada bangsa Indonesia.
Salam Hormat Pak Gubernur!
Penulis adalah Taprof Bidang Ideologi LEMHANAS RI