Siapa pun gembira proyek peningkatan jalan masuk di Kecamatan Mambi, 2022.
Berpuluh-puluh tahun lamanya kawasan yang agak di pinggir butuh jalan yang layak.
Lalu, apa alasan bunyi protes itu?
TRANSTIPO.com, Mambi – Luapan rasa senang Badaruddin Abdullah ia curahkan di sosial media (sosmed). Di halaman akun facebook miliknya, ia haturkan rasa syukur kepada Pemerintah Kabupaten Mamasa, Sulawesi Barat.
Entah tanggal berapa Badaruddin Abdullah (50 tahun) terima sepucuk surat dari salah sebuah perusahaan konstruksi jalan di Indonesia itu. Isinya, seperti yang tertulis di luar amplop surat, penyampaian kegiatan (baca: proyek jalan yang masuk di kampungnya).
Surat itu ditujukan dengan kapasitas jabatannya sebagai Lurah Talippuki, Kecamatan Mambi, Kabupaten Mamasa. Pada kop surat itu bertuliskan CV Citra Mandiri Utama (General Contractor) – perusahaan konstruksi yang akan mengerjalan proyek jalan di Kecamatan Mambi.
Pada 26 Agustus lalu, dua gambar yang sengaja ia posting di halaman akun facebook miliknya. Dua gambar dimaksud yakni sebuah amplop berketerangan dan gambar papan proyek oleh Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kabupaten Mamasa lengkap dengan rinciannya:
Paket pekerjaan (rekonstruksi peningkatan kapasitas struktur jalan (khusus kabupaten) Mambi-Talippuki-Katiluaan-Salumaka; Lokasi pekerjaan (Kecamatan Mambi); Volume fisik (1 paket); Nilai kontrak (Rp7.132.729.000); Nomor kontrak (050/02/Kontrak-KPA/DAK-BM/DPUPR/M/VII/2022); Waktu pelaksanaan (150 hari kalender); Sumber dana (dana DAK – dana alokasi khusus); Kontraktor pelaksana (CV Citra Mandiri Utama); Konsultan Supervisi (PT Nadjamurti Perkasa).
Pada minggu ketiga Agustus bulan lalu itu pula, pekerjaan pembersihan dan pengerukan di sisi kiri dan kanan badan jalan dilakukan. Dimulai di titik nol persis di satu sisi jembatan besar Sungai Mambi arah ke Kelurahan Talippuki.
Dikonfirmasi tak lama setelah ia mengunggahnya, Badaruddin Abdullah menyebut dari jembatan Mambi ke jalan poros Talippuki Sekitar 3 kilometer. “Untuk jalur Katiluaan-Salumaka kurang tau jalurnya,” sebuat Badar, sapaan lurah ini.
Entah ia bayangkan, tapi dengan postingannya di sosmed itu, publik kemudian tahu perihal proyek jalan berbiaya miliran rupiah di Kecamatahn Mambi. Tak sedikit pihak kemudian mendengung dan memperbincangkannya. Tujuannya seragam, gembira dan apresiasi positif datangnya proyek jalan tersebut.
Di WhatsApp Grup (WAG) di Kabupaten Mamasa misalnya, proyek DAK dari pusat untuk ditempatkan di Kabupaten Mamasa tahun ini, jadi bahan perbincangan menarik. Mulai dari legislator di Mamasa dan anggota parlemen Sulawesi Barat, juga sejumlah pemuda aktifis sosial.
Meski isi pesan teks mengalir lewat chatting di aplikasi percakapan berjejaring itu, para pihak telah dimintai ‘lisensi’ sebagai pendapat atau tanggapan dari pihaknya masing-masing ketika akan dijadikan sumber dalam penulisan berita.
Masih di penghujung Agustus lalu, Sudirman yang Anggota DPRD Sulawesi Barat misalnya, menyebutkan bahwa ruas jalan Urekang Salutambung dan Talippuki Mambi masuk status jalan provinsi (Sulawesi Barat) yang titik nolnya mulai dari Salutambung, Kabupaten Majene tembus ke Kecamatan Mambi (Kabupaten Mamasa), dan titik akhir di jembatan Mambi.
“Jadi kalau mau kerjakan poros ini berarti Mamasa membantu provinsi karena (jalan) ini tanggung jawab provinsi,” sebut Sudirman, wakil Kabupaten Mamasa di parlemen Sulawesi Barat.
Informasi ia tambahkan, untuk anggaran 2023 provinsi sudah alokasikan di poros Mambi Talippuki 5 M (miliar). Titik nolnya di jembatan Mambi dan dalam poros tersebut tidak ada kampung Katiluaan. “Jadi mungkin salah alamat ini kegiatan,” Sudirman merujuk ke proyek 7,1 M yang sekarang sedang berjalan.
Yang jadi soal, hemat Sudirman, jalur ini tidak masuk wilayah Katiluaan, “Sebagaimana yang saya baca di papan proyek pada kegiatan tersebut.”
Fakta sekarang ruas jalan Mambi-Talippuki telah berjalan pekerjaan dari anggaran Dana Alokasi Khusus (DAK) tahun 2022 berada dalam wewenang Dinas PUPR Kabupaten Mamasa.
Kepala Bidang Bina Marga Dinas PUPR Kabupaten Mamasa, Oktavianus Musuang, yang dikonfirmasi akhir Agustus lalu, sejumlah pertanyaan yang dilayangkan pada pihaknya namun tak beroleh respon.
Sejurus dengan itu, Daud Tandi Arruan, Kepala Dinas PUPR Kabupaten Mamasa mengapresiasinya dengan meng-share sepotong data berupa sebuah potongan surat digital Keputusan Bupati Mamasa Nomor: 620/KPTS-70/I/2018 tentang Penetapan Ruas Jalan Kabupaten di Kabupaten Mamasa.
Daud tandai secara manual pada kolom yang tertulis Mambi-Talippuki-Katiluaan-Salumaka sebagai ruas jalan yang merupakan wewenang Kabupaten Mamasa sepanjang 6,7 kilometer. Ruas jalan lainnya: Keppe-Salubanua (16,4 kilometer), dan ruas jalan Salualo-Salumaka (1,9 kilometer).
Fokus perdebatan hingga kini yakni ruas jalan Mambi-Talippuki, yang dalam proyek DAK 2022 ini kena biaya sejauh 3 kilometer dari titik jembatan Mambi hingga ke Kelurahan Talippuki.
Mesin besar pengeruk tanah semisal excavator dan alat berat sejenis ditambah sejumlah dum truk sudah lama bekerja di jalur sejauh tiga kilometer itu. Sejumlah pekerja proyek nyaris siang dan malam tampak berseliweran di jalan itu untuk menyelesaikan tugasnya.
Meski begitu, Sudirman punya pandangan kokoh bahwa poros ini bukan lagi jalan strategis tapi sudah kewenangan penuh provinsi, “Dan kalau kabupaten mau adakan kegiatan di atas poros (dimaksud) harus minta izin ke gubernur. Begitu paham saya tentang kewenangan masing-masing daerah.”
Ketua Komisi III DPRD Sulawesi Barat Sukri Umar memberi keterangan singkat. “Ruas Salutambung-Urekang yang masuk.”
Meski penjelasannya singkat, disusul dengan tambahan informasi yang penting: dokumen surat digital yakni Keputusan Gubernur Sulawesi Barat Nomor 188.4/278/SULBAR/VII/2022 tentang Penetapan Status Ruas Jalan Provinsi di Sulawesi Barat. Surat digital itu ditandatangan oleh Pj Gubernur Sulawesi Barat, Akmal Malik.
Salah satu item pada surat itu jelas tertera ruas jalan Urekang-Mambi. (Urekang di Kabupaten Majene dan Mambi di Kabupaten Mamasa).
Sumber lain di Dinas PUPR Sulawesi Barat menyebutkan, ruas jalan di bawah kewenangan Provinsi Sulawesi Barat (kolektor primer) ini panjangnya 18,58 kilometer.
Menurut sumber ini, kolektor primer dimaksudkan bukan lagi jalan strategis provinsi. Kalau jalan strategis provinsi masih bisa dikerja kabupaten.
Sukri Umar bisa memahami manakala klaim pihak Pemerintah Kabupaten Mamasa pada proyek DAK 2022 yang bernilai 7,1 miliar itu pada ruas Mambi-Talippuki.
“Di SK gubernur itu, ada lembaran belakang, ada kodenya yang itu diartikan jalan strategis, artinya kalau Mamasa mampu mengerjakan, ya silakan,” jelas Sukri Umar di ujung telepon, akhir Agustus lalu.
Bagi Sudirman menilai, akan terjadi tumpang tindih. Satu jalur, Mambi-Talippuki, sebagai bagian dari ruas jalan Urekang-Mambi yang merupakan wewenang Provinsi Sulawesi Barat, pembangunannya dikerjakan dari dua jalur pembiayaan yang beda: provinsi dan kabupaten.
Kepala Bidang Binas Marga Dinas PUPR Sulawesi Barat Saparan menyebutkan, jalan dari Mambi-Urekang kewenangan provinsi dan tersebut selain (itu) kami tidak tahu titik kerja di mana.
“Anggaran provinsi mulai tahun 2021 sampai 2022 mulai dari Salutambung ke Urekang sebanyak Rp22,5 miliar,” keterangan tertulis Saparan.
Memang, di tahun anggaran 2022 ini – merujuk sinyalemen para pihak itu — anggaran 22 miliar rupiah itu belum akan menyasar sampai Talippuki hingga Mambi. Tapi, jika anggaran lanjutan pada 2023 nanti jadi turun sebesar 40 miliar rupiah untuk agenda pembangunan peningkatan jalan dari Majene hingga ke Talippuki dan Mambi, bisa dipastikan anggaran besar ini mubazir. Karena apa, di tahun ini DAK 2022 Mamasa telah kucur miliaran untuk sejauh 3 kilometer dari Mambi ke Talippuki.
Suara Protes Eks Rantebulahan
Sumber di Mamuju menyebutkan, seharusnya warga sekitar protes dan hentikan pekerjaan sambil tunggu penjelasan dari Dinas PU Mamasa.
Di suatu malam pada akhir Agustus lalu, sekelompok pemuda dari sejumlah desa di Rantebulahan berkumpul membahas proyek jalan dari DAK senilai Rp7,1 miliar itu. Protes bernada menolak, bukan.
Dari perbincangan mereka, dianggap bahwa pilihan pertama mengerjakan jalur pada ruas jalan Mambi-Talippuki yang dimulai di ujung jembatan Mambi ke jalur utama Talippuki, keliru.
Harapan mereka pekerjaan jalan dimulai di titik nol jembatan Salu Uma, Betteng, Kelurahan Mambi hingga Desa Salumaka.
“Kan, sudah benar ini, ruas jalan Mambi-Talippuki-Katiluaan-Salumaka tapi dimulai di titik nol ujung jembatan Salu Uma, bukan ujung jembatan Sungai Mambi,” sebut Alam, pemuda Keppe, Rantebulahan.
Menurutnya, kami kuatir jika Mambi-Talippuki yang sekarang dikerja itu, lalu disambung di jalur yang di titik Salu Uma, yaa tidak akan sampai di Salumaka. “Dananya bisa habis di tengah jalan. Apalagi jalur yang di sana itu jalan kewenangan provinsi.”
Tak berhenti di situ. Para pemuda ini menghimpun diri yang mereka namakan Poros Pemuda Eks Rantebulahan dan Kepala Desa se-Rantebulahan.
Wadah instan ini kemudian bergerak ke kota Mamasa untuk menemui DPRD Mamasa. Pada Senin, 26 September 2022, audiensi berlangsung di ruang Komisi II DPRD Kabupaten Mamasa. Pihak dewan bersama para wakil eksekutif terkait menerima penyampaian aspirasi dari Eks Rantebulahan tersebut dalam forum Rapat Dengar Pendapat (RDP).
Isi tuntutan mereka, antara lain: Dinas PUPR Kabupaten Mamasa agar secepatnya melakukan penataan ulang penamaan ruas jalan sehingga ada sinkronisasi antardesa dan kondisi lapangan;
Ruas jalan Mambi-Talippuki-Katiluaan-Salumaka yang dipahami masyarakat dan sudah mendapat anggaran dari pemerintah, yaitu titik nol berada di Tampak Tondak/Salu Uma (Kelurahan Mambi)-Ambaba (Kelurahan Talippuki)-Katiluaan (Desa Saludurian) dan berakhir di Desa Salumaka;
Ruas jalan yang titik nolnya di jembatan sungai Mambi-Talippuki yang juga menggunakasn nama yang sama, agar dilakukan penyesuaian (perbaikan) nama lokasi/jalan.
Suparman Badaali dari Desa Saludurian dan Alamsyah, pemuda dari Desa Rantebulahan, di ujung telepon pada Selasa, 27 September punya pandangan sama. Intinya, ia bersyukur proyek jalan ini masuk di Kecamatan Mambi.
“Sudah puluhan tahun kita tunggu-tunggu. Kasian masyarakat yang ada di desa-desa, yang kampungnya jauh dengan jalan rusak,” hemat keduanya. Yang keduanya – dan warga di Rantebulahan – mau luruskan adalah penetapan titik nol yang harus tepat agar tidak merugikan di kemudian hari.
Keduanya ingatkan, perlu diluruskan bahwa ini bukan soal hendak ‘merampas’ hak keluarga di Talippuki, tapi ini lebih pada penataan yang tepat untuk kemaslahatan bersama hari ini dan esok.
SARMAN SAHUDING