Politik itu, seni memainkan peran. Ini salah satu persepsi, dari sekian makna harfiah politik itu.
Munandar Wijaya Ramlan (MWR) bisa dibilang ‘putra mahkota’ seorang tokoh politik pemain Ramlan Badawi—kini Bupati Mamasa.
Jika dalam pola tingkah politik praktis—salah satunya—adalah tempat menebar banyak ‘ranjau darat’, maka di manakah MWR ‘menyentuh ujung dinamitnya?’
Belum tentu ia mahir segala langkah dan seluk-beluk politik berpemerintahan. Tapi sebagai sarjana politik kampus, MWR tentu tahu dimana awal dan akan berujung apa ‘politik catur’ di zaman modern ini.
TRANSTIPO.com, Mamuju – Ayahnya masih aktif sebagai pamong di Pemkab Mamasa ketika ia berupaya hendak menjadi anggota Polri.
Tapi sayang ‘Trunojoyo Jakarta’ belum merestuinya menjadi bagian dari kesatuan Polri, kala itu. Ia kemudian membelokkan haluan.
Sebagai salah seorang pejabat senior di Pemkab Mamasa, Ramlan Badawi tentu tak begitu sulit menuntun anak lelakinya ini—yang sudah merengkuh sarjana lengkap—untuk menjadi tenaga pamong di Pemkab Mamasa.
Dalam birokrasi Mamasa, karir Munandar Wijaya Ramlan terbilang cepat bergerak naik. Seiring dengan itu, Ayahnya sudah berposisi sebagai Wakil Bupati Mamasa.
Pada 2013, MWR sudah mantap dengan jabatan Lurah Tawalian, Mamasa. Tapi hembusan politiklah yang menghentikannya.
Pada ‘triwulan’ pertama tahun 2014, ayah satu anak dari pernikahannya dengan seorang dara terpandang Polewali Mandar tiga tahun lebih silam, telah memantapkan pilihan untuk ‘pensiun dini’ dari dunia birokrasi—sebuah jalan yang juga dipilih Ayahnya, pula para ‘mentor’ politik lainnya di waktu silam.
Singkat cerita, MWR berhasil masuk Partai Gerindra secara maraton dengan posisi moncreng ketika nomor urut disusun pada Pileg 2014.
Seolah sekadar merunut angka dan waktu. Kabupaten Mamasa berhasil mengirim dua Calegnya menjadi legisltor Sulbar sebagai hasil pemilihan legislatif (Pileg) 2014: MWR sendiri dan Sudirman Darius.
Empat kursi lainnya dibagi untuk masing-masing: Golkar (2 kursi), Demokrat (1 Kursi), PPP (1 kursi). Klop enam kursi dari daerah pemilihan Kabupaten Mamasa untuk DPRD Sulbar.
Turbulensi politik dalam diri MWR telah ia alami sejak baru saja setahun lebih duduk di parlemen Sulbar—terlebih dengan posisinya sebagai Wakil Ketua DPRD Sulbar.
Rupanya aturan membenarkan jika Partai Gerindra berhak mendudukkan satu figur sebagai unsur pimpinan dewan. Jumlah perolehan kursi di DPRD Sulbar hasil Pileg 2014 itu, Gerindra hanya kalah dari Demokrat dan Golkar.
Ini kemudian masing-masing partai peraih kursi terbanyak itu memiliki porsi sebagai ketua dan wakil ketua dewan—termasuk pula PAN.
Di Gerindra misalnya, MWR adalah peraih suara sah terbanyak dari enam legislator yang berasal dari partai besutan Letnan Jenderal (Purn.) Prabowo Subianto ini.
Berdasar data KPU Sulbar hasil Pileg 2014, jika Gerindra dari Dapil Mamasa berhasil mengumpul suara sah sebanyak 27.714, MWR tercatat sebagai penyumbang suara terbesar, yakni 19.543 suara sah.
Jumlah ini sekaligus mengalahkan perolehan suara sah pribadi dari dua jawara sebagai Caleg di Pemilu lalu. Dua jawara dimaksud adalah HM Aras Tammauni dengan beroleh sebanyak 17.717 suara sah.
Tokoh ini menjadi kampiun di Partai Demokrat yang diusung dari Dapil Mamuju Tengah. ‘Maestro’ politik lainnya dari Partai Golkar, Hamzah Hapati Hasan, hanya pada posisi angka 12.621 suara sah di Dapil Mamuju.
MWR, yang disimplikasi sebagai legislator Sulbar ‘non kader’ seolah menohok publik Sulbar ketika ia dilantik sebagai Wakil Ketua DPRD Sulbar, Oktober 2014 lalu.
Loby tingkat tinggi di Jakarta hingga berhasil menurunkan rekomendasi DPP Gerindra untuk pelantikannya itu, justru kemudian seolah menjadi ‘polemik’ tak berkesudahan—bagi diri MWR, atau bahkan bagi Gerindra Sulbar sendiri.
Fanomena dan kenyataan ini justru berbanding terbalikatas apa yang terjadi pada PAN Sulbar. Sebutlah misalnya Ajbar. Legislator dari PAN ini maju sebagai Caleg di Dapil Polman II.
Hasilnya lumayan. Ia beroleh 5.489 suara sah, atau pemilik suara pribadi tertinggi dari legislator lainnya di partai berlambang matahari yang telah resmi duduk di parlemen.
Tapi nasib politik Ajbar tak sebaik MWR. Maksudnya, karena PAN berhasil merengkuh wakil ketua dewan tapi bukan Ajbar yang menggenggamnya. “Saya mafhum jika saya bukan kader bro,” kata Ajbar kepada laman ini setahun lalu.
Lain PAN lain pula Gerindra. Partai yag disebut terakhir ini justru ‘memuluskan’ jalan MWR—yang nota bene ‘non kader’—duduk sebagai wakil ketua dewan. Dari sinikah ‘kisruh’ itu terus bermula?
“Hehe… Gerindra Sulbar gak kisruh. Yang lain kompak-kompak aja,” tulis di WhatsApp Isra D. Pramulya, Sekum DPD Gerindra Sulbar, menjawab pertanyaan laman ini siang tadi, Kamis, 13 Juli 2017.
Tapi mantan Sekjen PB PMII ini tak menampik jika Gerindra Sulbar kini tengah menghadapi ‘gesekan kecil’, terutama untuk posisi MWR. Lewat WhatsApp pula, Isra memenuhi permintaan transtipo.com dengan mengirimkan gambar berupa dua ‘surat sakti’ dari DPP Partai Gerindra.
‘Surat sakti’ pertama tertanggal 3 Juli 2015, dan ‘surat sakti’ kedua tertanggal 20 Mei 2017. Berikut ditampilkan ‘surat sakti’ dimaksud.

‘Surat sakti’ kedua.

Awal pekan ini menjadi pertaruhan posisi MWR sebagai wakil ketua. Pihak Gerindra kembali mengusulkan ke pimpinan dewan Sulbar agar pengganti MWR segera dilaksanakan.
Haji Haris Halim Sinring, kader Gerindra dari Mamuju Tengah, segera naik status dari Anggota DPRD Sulbar menjadi Wakil Ketua DPRD Sulbar, ‘PAW’ posisi MWR.
Upaya DPD Gerindra ini membuat MWR tak bergeming. Anak kedua Ramlan Badawi ini menyorong seorang pengacara beken di Sulbar untuk mendampinginya.
“Kami memasukkan surat untuk mengingatkan DPRD supaya tidak melanjutkan proses ini di rapat paripurna. Kemarin bang respon pimpinan belum kami dapatkan seperti apa,” isi WhatsApp Hatta Kainang, pengacara MWR, menjawab pertanyaan laman ini ba’da lohor siang tadi.
Mantan aktifis ini tambahkan, “Yang jelas proses ini masih dibicarakan di internal DPRD. Bagi kami banyak hal yang harus diclearkan karena klien kami masih mendapatkan penegasan dari DPP bahwa tetap menjalankan tugas sebagai Wakil Ketua DPRD Sulbar.”
Pada ba’da magrib awal malam tadi, MWR menjawab sejumlah kiriman WhatsApp laman ini. Ketika ditanyakan tentang ‘kekisruhan internal partainya, atau tentang problematikanya, ini jawabannya.
“Tidak ada celah sedikitpun dari sisi aturan. Murni soal dislike saja. Karena jujur ini saya dalam posisi terzalimi,” kata Munandar Wijaya Ramlan (MWR).
Masih menurut MWR, “Yang jelas saya cukup berdasar aturan. Bukan berdasar kemauan mereka. Dan, di DPP (Gerindra, red) saya kuat. Hanya DPD (Gerindra Sulbar, red) yang kegatalan saja.”
Dari seorang pemikir dan analis Sulbar terdepan, tentang ‘kisruh’ Gerindra ini, ia hanya bilang, “Gerindra Sulbar kehilangan wibawa dukungan politik.”
Itu pendapat Maenunis Amin, Direktur Logos Institute.
SARMAN SHD