TRANSTIPO.com, Topoyo – Pemilihan kepala desa (Pilkades) serentak di Kabupaten Mamuju Tengah (Mateng), Provinsi Sulawesi Barat (Sulbar) sedang berjalan. Dalam tahapannya, di September ini telah selesai pendaftaran calon kepala desa (Cakades).
Dari 40 desa yang laksanakan pilkades serentak tahun 2021 di Mateng, salah satunya Desa Mahahe, Kecamatan Tobadak, Mateng.
Desa Mahahe saat ini dipimpin oleh seorang perempuan yang bernama Arfa, seorang PNS yang juga sedang jabat kepala sekolah SD Mahahe.
Arfa sekadar pengisi kekosongan pucuk pimpinan di desa sebagai Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Desa Mahahe. Maslin Jabir tak lagi aktif sebagai Kepala Desa Mahahe karena ia masuk bursa sebagai calon Kepala Dessa Mahahe. Saat mendaftar pada Agustus lalu, Maslin Jabir lolos, dan karena itu Desa Mahahe kini dipimpin oleh Arfa dengan status Plt.
Plt Kades Mahahe yang disebut di atas, yakni Arfa, tak lain adalah istri sah Maslin Jabir sendiri — mantan Kades Mahahe.
Sementara, Arfa sendiri juga maju selaku Cakades Mahahe sebab saat pendaftaran lalu, ia dinyatakan lolos oleh panitia seleksi (Pansel) Pilkades di Desa Mahahe.
Hari-hari ini kemudian, pilkades di Mateng — khususnya di Desa Mahahe — menyisakan cerita. Dua figur yang ikut mendaftar sebagai cakades “gugur” di tengah jalan.
Kedua cakades Mahahe yang tidak lolos itu, yakni Lambato dan Suhardiman Laamela. Nama terakhir seolah tahu diri dan mafhum sebab ia baru mulai mendaftar setelah lewat batas akhir waktu pendaftaran, yaitu 28 Agustus 2021, pukul 24.00 WITA.
Lain cerita dengan Lambato. Lelaki ini coba ‘menginterupsi’ panitia pilkades mengapa pihaknya tak diterima saat mendaftar. Ia mengaku kepada transtipo, dirinya mendaftar sebelum tiba batas waktu yang ditentukan.
Dua tahun lalu, Lambato pensiun dari TNI. Sebagai prajurit yang tergabung di Kodim 1418/Mamuju, sehari-harinya ia bertugas sebagai Babinsa di Desa Mahahe, hingga tiba masanya pensiun.
Pada pagi, 28 Agustus 2021, Lambato bersama pendukungnya mendatangi Kantor Desa Mahahe dengan maksud mendaftar sebagai cakades.
“Saya tahu memang kalau tanggal 28 itu adalah waktu terakhir pendaftaran,” kata Lambato pada Sabtu, 25 September 2021.
Saat ia ajukan berkas pendaftaran ke panitia pilkades, pihak panitia menolak dengan alasan pendaftaran sudah ditutup. Pihak Lambato tak terima alasan penolakan tersebut, sebab menurutnya, batas akhir pendaftaran nanti pada pukul 24.00 WITA (tengah malam), sementara ini masih siang.
Informasi yang dihimpun, Ketua Pansel Pilkades Mahahe, Paulus Ake menyarankan kepada Lambato — yang saat itu ditemani Ibrahim — agar menemui Arfa, Plt Kades Mahahe yang juga Cakades Mahahe.
“Kalau sudah komunikasi dengan ibu Arfa dan ia terima, maka kami panitia lima (5) juga akan terima,” ujar Paulus Ake.
Pansel Cakades di Mahahe diistilahkan Panitia 5.
Tak membuahkan hasil. Lambato kemudian melangkah ke kota, ia temui punggawa Dinas PMD Mateng. Pada Selasa, 21 Seprember 2021, Lambato bertemu dengan Sulkifli, Kepala Dinas PMD Mateng.
Dari keterangan Lambato, pihak PMD akan coba mediasi persoalan ini di Kantor Camat Tobadak, Mateng. Di kecamatan ‘gagal’. Bola ini kemudian menggelinding ke atas — sampai ke pimpinan formal daerah (baca: bupati).
Pada 23 September 2021, kru laman ini konfirmasi kepada Camat Tobadak, Mateng. Saat itu yang bersangkutan tak berada di tempat — kantor camat. “Bapak sedang dinas luar,” seorang staf di Kantor Camat Tobadak beri keterangan, singkat.
Konfirmasi coba dilakukan melalui sambungan telepon tanpa kabel, Sabtu, 25 September 2021.
“Pikades tidak dipending,” kata Camat Tobadak, Gunanto.
Upaya yang coba ditempuh oleh Lambato, menurut Camat Gunanto, bupati mengatakan selesaikan dengan baik, dan jika bisa terima dari semua pihak, bagus supaya berjalan dengan baik, tapi kalau tidak, ya, itu hak prerogatif bupati nanti seperti apa.
“Yang jelas bahasa beliau (Bupati Mateng, pen), saya ambil alih,” kata Camat Tobadak Gunanto, menirukan penjelasan Bupati Mateng Aras Tammauni terkait “gugatan” Lambato atas penolakan dirinya mendaftar sebagai Cakades Mahahe tahun 2021.
RULI SYAMSIL