Istihar adalah lelaki asal kampung Salubanua, seolah berkejaran dengan waktu agar bisa ikut kontestasi LIDA 2 Indosiar.
Lelaki bonsor ini punya cita-cita tinggi dengan semangat yang kuat—menyamai kuatnya pancaran para passilak kappung dan setajam sorotnya parrabana yang siluet.
Simak perjuangan Ibunya meniti jalan untuk menjadi titian anak sulungnya itu.
TRANSTIPO.com, Mamuju – Kampung Salubanua barulah mulai dikenal luas pada belasan tahun silam setelah ia memekarkan diri jadi satu desa dalam jazirah Rantebulahan: Desa Salubanua.
Desa ini berada dalam wilayah Kecamatan Mambi, Kabupaten Mamasa, Sulawesi Barat (Sulbar). Ada sejumlah dusun di desa baru itu, tapi terdapat dua kampung tua yang jadi penopang utama Desa Salubanua.
Tiba di ujung desa ini, setelah merangkak bak mendaki bukit yang landai, maka Anda akan bertemu kampung tua, Salubanua. Di kampung tua ini terdapat sebuah sekolah dasar negeri, dan sebuah Masjid.
Kampung tua yang satu ada di sebelah selatan, mencapainya setelah menyeberangi sungai Mehalaan. Namanya kampung Rano. Tak cukup lama berjalan kaki, Anda sudah akan tiba di bibir kampung Tu’bi Taramanu’—salah satu kampung gunung di Kabupaten Polewali Mandar (Polman). Di sebelah barat adalah sebuah kampung pesohor yang sudah pasti dilewati: Desa Salumaka’.
Salubanua maupun Salamaka’—pula Salualo, Saludurian, dan Keppe’—dulunya disatukan oleh sebuah wilayah besar, namanya Rantebulahan. Induk kampung inilah yang kemudian terus beranak pinak hingga melahirkan beberapa desa.
Desa Salubanua kini dihuni oleh penduduk sebanyak 600-an jiwa—sudah termasuk yang telah pergi merantau ke Kalimantan dan negeri jiran Malaysia.
Meski Salubanua jauh dari keramaian kota, tapi jangan ditanya soal olahraga, bola voli misalnya. Tak sedikit yang rela berjalan kami ke kota Mambi—ibukota kecamatan Mambi—jika sedang berlangsung pertandingan olahraga.
Melintasi jalan yang berlumpur sekitar 15 kilometer bukan perkara sulit. Minat pada olahraga begitu menyemayam dalam sanubari warga di desa paling ujung Lembang Adat Rantebulahan ini.
Tapi saat ini sudah lebih baik dibanding belasan tahun lalu. Jalan setapak antara Desa Salumaka’ dan Desa Salubanua yang berkisar 10 kilometer itu, kini sudah bisa dilalui kendaraan bermesin roda dua.
“Tapi jika lagi hujan turun, jauh lebih baik jalan kaki,” sebut Amirullah, salah seorang pemuda terdidik dari Desa Saludurian, tetangga Desa Salubanua, yang menjadi narasumber utama dalam penulisan ini.
Amir—sapaan mantan ketua IPMAPUS Sulawesi Barat—juga bilang, belakangan sudah dilakukan pelebaran jalan ke Desa Salubanua.
Inilah sekelumit gambaran kampung tua tempat terlahirnya sang bintang muda—yang dalam benaknya hendak mencapai keartisan dan kepopuleran sang idolanya, Haji Rhoma Irama.
Siapa itu ‘penerus’ Rhoma Irama dari Salubanua?
Namanya Istihar. Ia disapa Askar. Umurnya baru 20 tahun. Ia terlahir dari sepasang peluh dan cinta: Ayahnya bernama Kaco dan Ibunya bernama Nurhaena.
Meski Ibunya ditinggal pergi oleh sang Ayah ke Malaysia pada 10 tahun lalu, namun putra sulung ini tak berkecil hati. Bersama saudara-saudaranya yang lain, ia rajin membantu Ibunya berkebun cokelat—kakao.
Setelah lulus sekolah di SMK Harapan Salualo, Istihar lebih memilih bergiat di kampong saja. Ia tekun membantu Ibunya bekerja di kebun kakao milik Ayah-Ibunya.
“Ada niat melanjutkan sekolah lebih tinggi lagi, tapi karena keterbatasan biaya maka saya memilih jadi petani pekebun saja,” cerita Istihar, yang ditirukan oleh Amirullah.
Kecintaan Istihar atau Askar pada musik dangdut sudah tumbuh sejak berumur 5 tahun.
“Ibunya bilang pada saya, saat Askar masih berumur 5 tahun, ia kerap bernyanyi dan berlenggak lenggok layaknya biduan orkes, baik di rumah maupun di kebun kakao,” cerita Amir pada laman ini di Senin sore, 25 Desember 2018.
Sejak itulah, Ibu Nuhaena kerap berpikir, semoga kelak anak lelakinya itu bisa menjadi penyanyi sungguhan. Dan, hasrat itu rupanya kini telah ada di depan mata sang Ibu.
“Saya tidak paham apa itu artis, tapi saya bersyukur jika anak saya jadi penyanyi yang bisa dikenal banyak orang,” cerita Amir lagi, menirukan perkataan sang Ibu itu.
Perjuangan Sang Ibu, Nurhaena
Di rumahnya di Salubanua, belakangan ini sang Ibu dan Askar telah tinggal berdua. Maka, sang anak sulung inilah yang jadi tumpuan satu-satunya membantu sang Ibu bekerja di kebun kakao.
Bagaimana kisahnya sehingga Istihar atau Askar bisa ikut audisi Liga Dangdut Indonesia (LIDA) 2 yang diadakan di Polewali?
Berikut cerita pendek Amirullah.
Luar biasa perjuanganya ini anak. Untuk mewujudkan mimpinya itu, ia rela tinggal di kota selama 1 bulan agar tak ketinggalan informasi tentang jadwal audisi LIDA 2.
Selama menunggu informasi audisi di kota Polewali, ia menumpang atau tinggal di rumah salah seorang kerabatnya. Tapi satu hal yang menarik, yakni perjuangan dan support sang Ibu. Ini yang menjadi kunci keberhasilan anak itu bisa ikut audisi.
Satau minggu sebelum audisi berlangsung, sang Ibu Nurhaena sudah tiba di Polewali—dari Salubanua. Saya lihat ia begitu bersemangat mau melihat anaknya ikut audisi nyanyi dangdut.
Semangat sang Ibu untuk mewujudkan mimpi itu sungguh besar.
Waktu subuh baru saja berlalu. Sinar mentari di ufuk timur belumlah terpancar membelah kota Polewali. Tapi Ibu Nurhaena sudah bersiap menuju ke tempat audisi itu berlangsung.
Audisi Liga Dangdut Indonesia (LIDA) 2 diselenggarakan di Gedung Gadis, Polewali, Kabupaten Polewali Mandar pada Minggu, 23 Desember 2018.
Istihar—yang ditemani sang Ibu—adalah peserta pertama yang hadir di Gedung Gadis. Dalam data disebutkan bahwa sebanyak 450 orang peserta audisi di LIDA itu.
Panggung sesungguhnya yang telah lama Askar impikan kini telah di depan mata. Meski sekian lama di kampung nun jauh di sana hanya belajar olah vocal dengan irama musik dari bantuan sebuah handphone murahan, tapi kini sorotan mata publik tertuju padanya.
Alhasil, sang pencinta Rhoma Irama ini, yang begitu berhasrat ingin melanjutkan ketenaran sang idolanya itu, berhasil masuk 10 besar pada Audisi LIDA 2 Indosiar.
Jika takdirnya bisa lolos 5 besar dalam zona Provinsi Sulawesi Barat, maka Istihar akan menjadi artis di layar Indosiar, kelak.
Kita dukung dan doakan secara bersama-sama.
Amirullah, dan terkhusus kepada Ibu Nurhaena dan Istihar, adalah sosok yang telah mengingatkan kita bahwa sukses adalah milik siapa saja. Jangan pernah ragu, minder. Kembangkan terus potensi dalam diri yang telah dianugerahkan Allah kepada kita.
SARMAN SHD