Foto: Biro Pers Sekretariat Presiden

TRANSTIPO.com, Surabaya – Presiden Joko Widodo, dalam kunjungan kerjanya ke Surabaya, membuka Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Penanggulangan Bencana BNPB dengan BPBD seluruh Indonesia. Rakornas yang digelar untuk menyelaraskan langkah-langkah penanggulangan bencana di Indonesia ini berlangsung di JX International Convention Exhibition, Kota Surabaya, Sabtu, 2 Februari 2019.

Dalam sambutannya, Presiden mengapresiasi digelarnya forum ini yang menurutnya sangat strategis dalam mengonsolidasikan kekuatan yang dimiliki bangsa Indonesia. Secara rinci, Kepala Negara menyampaikan enam arahan terkait kebencanaan.

Pertama, berkaitan dengan perencanaan rancangan pembangunan di daerah. Sebagai negara yang berada di dalam garis cincin api, maka setiap rancangan pembangunan hendaknya dilandaskan pada aspek-aspek pengurangan risiko bencana.

“Bappeda harus ngerti ini di mana daerah merah, di mana daerah hijau, di mana daerah dilarang, di mana daerah yang diperbolehkan,” ujar Presiden.

Menurutnya, rakyat harus betul-betul dilarang untuk masuk dan mendirikan bangunan di dalam tata ruang yang memang sudah diberi tanda merah dan berbahaya. Artinya mereka harus taat dan patuh kepada rencana tata ruang karena bencana di Indonesia itu selalu berulang dan ada siklusnya.

“Bappeda juga harus mulai merancang, rakyat diajak untuk membangun bangunan-bangunan yang tahan gempa kalau memang daerah itu rawan gempa,” lanjutnya.

Kedua, Presiden meminta pelibatan akademisi dan pakar-pakar kebencanaan untuk meneliti, mengkaji, dan menganalisis potensi bencana dan titik-titik mana yang sangat rawan bencana. Hal ini menurutnya juga harus dilakukan secara masif sehingga dapat memprediksi ancaman dan dapat mengantisipasi serta mengurangi dampak bencana.

“Sehingga kita tahu misalnya akan adanya megathrust, kita tahu akan adanya pergeseran lempengan misalnya. Itu kalau sudah pakar-pakar berbicara, ya disosialisasikan kepada masyarakat. Bisa lewat pemuka-pemuka agama, bisa lewat Pemda. Ini penting sekali,” ungkapnya.

Ketiga, jajaran di daerah juga dimintanya siaga bila terjadi bencana di wilayahnya sendiri. Saat bencana terjadi di suatu daerah, gubernur harus segera bertindak dengan menjadi komandan satuan tugas darurat untuk melakukan penanganan bencana. Pangdam dan Kapolda kemudian akan membantu kerja komandan satgas darurat itu.

Foto: Biro Pers Sekretariat Presiden

“Jangan sedikit-sedikit naik ke pusat. Ini kita harus tahu semua,” tuturnya.

Keempat, Indonesia harus bisa membangun sekaligus merawat sistem peringatan dini yang terpadu. Dengan bantuan para pakar, daerah dan pusat akan mulai menganalisis titik-titik rawan bencana yang membutuhkan kehadiran sistem peringatan tersebut.

“Saya minta Pak Doni, Kepala BNPB, untuk mengoordinasikan semua kementerian dan lembaga terkait agar sistem peringatan dini ini segera terwujud dan kita pelihara,” kata Presiden.

Kelima, Presiden menginstruksikan agar segera dilakukan edukasi kebencanaan, terutama di daerah rawan bencana. Edukasi ini bisa dilakukan di masyarakat, di sekolah, maupun lewat pemuka agama.

“Yang namanya papan-papan peringatan itu diperlukan, rute-rute evakuasi itu harus ada. Jangan kalau ada bencana ada yang lari ke timur, barat, dan utara. Harus jelas rute evakuasi itu menuju ke mana. Segera ini dikerjakan,” tegasnya.

Keenam, Presiden ingin agar dilakukan simulasi latihan penanganan bencana secara berkala dan teratur untuk mengingatkan masyarakat secara berkesinambungan sampai ke tingkat paling bawah. Dengan demikian, masyarakat betul-betul siap menghadapi setiap bencana.

“Meskipun bencana itu bukan hanya gempa, tsunami, dan tanah longsor, tetapi memang yang paling banyak menelan korban adalah di gempa bumi dan tsunami,” tandasnya, demikian rilis Deputi Bidang Protokol, Pers, dan Media Sekretariat Presiden.

Turut hadir mendampingi Presiden, Sekretaris Kabinet Pramono Anung dan Kepala BNPB Letnan Jenderal TNI Doni Monardo.

SARMAN SHD

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini