
Deteksi 3.000an nomor ponsel di empat provinsi. Sumber menyebut, penangkapan dugaan pelaku di Aralle ‘sudah dekat-dekat’.
TRANSTIPO.com, Mamuju – Tiga orang penting itu bertemu di ruang tersekat. Di ruang kecil itu kursi tersedia hanya bisa duduk setengah lusin orang.
Pada Kamis 10 November lalu itu, Kasubdit Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Sulawesi Barat, Andi Jangan Lolo kedatangan dua tamu dari Mamasa.
Dua tamu itu polisi senior: Hamring yang Kasat Reskrim Polres Mamasa dan Aldy, kepala unit satu jabatan di bawah Hamring.
Tiga orang polisi itu berbicara singkat dan segera keluar ruangan lalu naik ke atas. Petunjuk segera menemui pimpinan diketahui datang dari salah seorang polisi muda yang dari balik pintu memberi ‘kode’ ketiga polisi senior tadi segera menghadap ke Direktur Kriminal Umum (Dir Krimum) Polda Sulawesi Barat.
Sebelum Hamring dan Aldy datang di ruangan Andi Jangan Lolo, rencana wawancara mendalam dengan Andi “diralat” sendiri yang bersangkutan.
“Bisa konfirmasi ke bidang humas, pak Syamsu. Beliau orangnya baik,” kata Andi Jangan Lolo di ruang kerjanya di markas Polda Sulawesi Barat, Kamis petang, 10 November.
Membahas perihal kasus pembunuhan di Aralle, menurut Andi Jangan Lolo, sangat “sensitif”. “Nanti humas yang beri keterangan.”
Sejurus dengan itu, Andi berlalu diiringi Hamring dan Aldy.
Kapolres Mamasa Hanny Andreas juga pernah beri isyarat agar tak dipublis apa yang menjadi materi diskusi pada sebuah ‘pertemuan khusus’ di Mamasa, beberapa hari yang lalu atau sekitar penghujung Oktober 2022.
Hanny Adreas memang sudah tak pernah nongol di media praktis sejak penanganan pengungkapan kasus pembunuhan Aralle dilimpahkan ke Polda Sulawesi Barat sejak awal September 2022.
Ada alasan pembenar mengapa pihak Polres Mamasa ‘dieliminasi’ mengawal langsung penanganan kasus pembunuhan di Aralle itu.
Tuntutan publik — terutama pihak keluarga korban — untuk segera terungkap pelaku pembunuhan dan segera diseret ke meja hijau, tak berbanding lurus dengan segala kapasitas yang dimiliki Polres Mamasa. Personil, sarana prasarana, dan dana adalah antara lain halangan berat di sisi Polres Mamasa.
Itulah antara lain sehingga Polda Sulbar — dengan segala kelebihannya yang dimiliki — menjadi garda terdepan kini dalam penanganan kasus pembunuhan di Aralle, Kabupaten Mamasa.
Tempo hari, Hanny Andreas menyebut Kasat Reskrim Mamasa tetap masuk tim, atau Hamring dan jajarannya menjadi organ gabungan tim khusus penyelidikan/penyidikan Polda Sulawesi Barat untuk kasus Aralle.
Kehadiran Hamring dan Aldy di Polda Sulawesi Barat pada Kamis petang itu, diduga terkait urun rembug tim polda mengagenda ‘gerak cepat’ penanganan kasus pembunuhan di Aralle itu.
Pertemuan ketiga personil polisi di markas ‘Kalubibing 01’ itu belum terendus. Bahkan untuk informasi ke bagian humas saja, menurut Andi Jangan Lolo, hal ini baru akan disampaikan perkembangannya ke Kabid Humas Polda Sulawesi Barat Kombes Pol Syamsu Ridwan, kemarin, 11 November.
“Soalnya bahannya beliau belum terima, kemarin diantarkan, tidak ada di ruangan, pagi ini (Jumat) baru akan diantarkan,” keterangan tertulis Andi Jangan Lolo.
Dikonfirmasi pada Jumat, Syamsu Ridwan menjawab singkat. “Karena kasus ini memerlukan penanganan yang ekstra sehingga penyidikan dialihkan ke Polda Sulbar dan tetap dibantu oleh penyidik dari Polres Mamasa.”
Kehadiran Hamring dan Aldy kian menguatkan dugaan bahwa Mamasa sedang menyampaikan laporan terkini ke punggawanya, Direktur Reserse Kriminal Umum (Dirkrimum) Polda Sulawesi Barat, Kombes Pol I Nyoman Artana.
Meski belum dikonfirmasi ke I Nyoman Artana, pihak humas Syamsu Ridwan memberi penjelasan.
“Untuk pelaku saat ini belum ditetapkan hingga saat ini dan masih dalam proses mengumpulkan alat bukti, sesuai pasal 184 KUHP tentang alat bukti.”
Dalam KUHP dijelaskan, yakni Pasal 1 angka 14, Pasal 184 ayat (1) dan ayat (2).
Pasal 1 angka 14 menyatakan, “Tersangka adalah seorang yang karena perbuatannya atau keadaannya, berdasarkan bukti permulaan patut diduga sebagai pelaku tindak pidana.”
Kemudian Pasal 184 ayat (1), “Alat bukti yang sah ialah: a. Keterangan Saksi; b. Keterangan Ahli; c. Surat; d. Petunjuk; e. Keterangan terdakwa” dan Pasal 184 ayat (2), “Hal yang secara umum sudah diketahui tidak perlu dibuktikan.”
Telusur 3 Ribu Nomor Ponsel
Polisi bekerja. Memeriksa sekitar 3 ribu nomor telepon selluler (ponsel) sedikitnya di empat provinsi, yakni di Sulawesi Barat, Kalimantan Utara (Kaltara), Sulawesi Selatan (Sulsel), dan Gorontalo, menjelaskan giat telusur mengungkap siapa gerangan yang bahkan sekadar kecurigaan berperan sebagai apa saat pembunuhan biadab di Aralle itu.
Mengapa sampai ke Provinsi Gorontalo?
Sumber menyebutkan, sebelum malam kejadian, 7 Agustus 2022, ada seseorang yang tiba di Kecamatan Aralle datang dari Gorontalo. Tak lama yang bersangkutan kembali ke Gorontalo.
Kedatangannya di Aralle itu sekadar silaturahmi keluarga. Tak lama ia kembali ke Gorontalo. Percakapannya terlacak oleh mesin pencari milik Mabes Polri.
Keterangan lain dari sumber laman ini, percakapan lewat udara juga terlacak jarak antara Provinsi Kaltara dan Aralle.
“Tiga personil polisi telah mengkonfirmasi ke Kaltara,” sebut sumber ini.
Sulsel dan Sulbar lebih banyak lagi. Bahkan, masih sumber ini, ia menyebutkan satu minggu pasca kejadian di Aralle itu, sudah ada sekitar 400-an nomor ponsel yang dilacak, siapa pemiliknya dan apa isi percakapannya.
“Semua itu polisi telah ketahui, tapi soal siapa pelakunya, itu domain Polda Sulawesi Barat,” ujarnya.
Memang, hampir sebulan ini upaya konfirmasi kepada selusin lebih orang. Di antara dari narasumber itu, ada yang bungkam, off the record (keterangan yang tak boleh diberitakan), bahkan ada yang tampak ragu-ragu dari cara gerak-geriknya dan gerakan bola matanya yang seolah berjaga-jaga.
Di tengah upaya menelusur data fakta siapa terlibat apa dalam kasus pembunuhan berdarah tiga bulan lebih lalu di Kelurahan Aralle, Kecamatan Aralle, suara protes keras terhadap polisi pun menyeruak.
Sumber ini menyebutkan tim Polda Sulawesi Barat lambat mengungkap titik terang pelaku pembunuhan terhadap keluarga pasangan suami istri (pasutri), yakni Porepadang (54) dan istrinya, Sabrina (50), serta aniaya Marvel (13), anak bungsu si korban.
Salah satu pihak yang terus bersuara kritis adalah Doni Kumala Putra, salah seorang pemuda terpelajar berdarah Bambang asal Kabupaten Mamuju.
Dikonfirmasi akhir Oktober lalu, aktivis mahasiswa Doni mengatakan begini.
“Secara pribadi sangat menyayangkan kenapa hingga saat ini kasus pembunuhan yang terjadi di Aralle belum juga terungkap pelaku dan motifnya.”
Doni mendendangkan tanda tanya penuh arti, “Ada apa sebenarnya?”
Ia mengatakan, spekulasi-spekulasi yang muncul di masyarakat sangat banyak, bahkan kecurigaan-kecurigaan masyarakat juga sempat mencuat.
“Ini semua karena lambannya pengungkapan kasus ini,” tegas Doni.
Doni menyiratkan sebuah ketakutan dengan menyebut, “Yang kita takutkan adalah pemikiran-pemikiran bahwa ternyata di daerah kita, khususnya di Aralle, sangat mudah menghabisi nyawa seseorang dan tidak akan terungkap.”
“Sekali lagi, statement saya bahwa bukan kita ingin mau sok tau dan sok pintar, tapi satu keyakinan saya bahwa kepolisian telah mendapatkan ilmu yang khusus menangani kasus seperti ini. Jadi sangat disayangkan jika lamban pengungkapannya,” Doni menegaskan kritiknya pada polisi.
Keterangan Doni Kumala Putra di atas, dalam hematnya punya landasan yang kuat.

“Satu lagi komentar soal perintah bapak Presiden dan Kapolri, bagaimana pihak polisi harus cepat tanggap ketika ada laporan, dan paling penting bagaimana mengembalikan kepercayaan masyarakat terhadap polri.”
Bagi Doni — dan tentu tak terkecuali keluarga besar korban — melihat kasus pembunuhan di Aralle itu, “Saya kira kasus di Aralle ini salah satu momentum pihak kepolisian dalam mengembalikan kepercayaan masyarakat.
Ia bilang, “Selama kasus ini belum terungkap, banyak masyarakat yang mengeluhkan dan sudah mulai tidak mempercayai pihak kepolisian.”
Keluarga dekat Porepadang di Aralle dan keluarga dekat Sabrina di Pinrang, Sulsel, belum sempat dikonfirmasi.
Paling tidak suara keras Doni bagian dari keluh kesah mereka. Seorang sumber menyebutkan, keadaan di pihak keluarga korban di Aralle saat ini seolah terbelah: di satu pihak paling getol dengan kerap marah, di pihak lain ada yang masih berusaha rasional beri ruang dan waktu kepada polisi untuk ungkap sejujurnya siapa pelaku, siapa otak pembunuhan, dan apa motifnya.
Suara Ester yang Sunyi
Pengacara pihak keluarga korban, Ester Sambo Paillin, SH, MH (33) bicara panjang lebar, akhir Oktober lalu. Di ujung telepon dan ketika dikonfirmasi ulang di Mamuju beberapa hari lalu, perempuan Ester bekerja maksimal selaku pendamping hukum resmi pihak keluarga korban.
Ester paham suasana hati pihak keluarga korban. Ia mengaku dirinya pun sempat kehilangan kepercayaan dari salah satu pihak keluarga, karena dianggap tak bekerja dan tak mampu memberi informasi akurat kepada polisi untuk segera ungkap terang benderang siapa pelaku pembunuhan pasutri di Aralle.
Ia paham suasana kebathinan itu. Tapi Ester juga bilang masih ada pihak keluarga korban lain yang percaya, “Saya bekerja maksimal. Juga percaya pada upaya keras tim Polda Sulawesi Barat dalam bekerja.”
Ester didapuk sebagai pendamping hukum keluarga korban Porepadang dan Sabrina yang dengan atas nama kantor pengacara Rustam Timbonga, SH & Rekan di Mamuju. Ini salah satu kantor konsultasi dan pendampingan hukum di Mamuju yang namanya tak asing lagi.
Ester kelahiran Mamasa 33 tahun lalu. Ia sarjana hukum (S1) dari Universitas Hasanuddin (Unhas) Makassar, dan S2-nya ia selesaikan di UKIP Makassar.
Pengacara Ester — seperti juga yang diungkapkan sumber lainnya — punya keyakinan siapa terlibat dalam kasus pidana pembunuhan berdarah di Aralle, akan terungkap dalam waktu dekat.
Waktu dekat dimaksud tak dirincinya. Berbilang pekan? Sebulan? Dua bulan lagi? “Nanti tanya sama polisi,” sebut Ester.
Konfirmasi telah dilakukan kepada dua orang penting di Polda Sulawesi Barat, yakni Syamsu Ridwan dan Andi Jangan Lolo terkait kapan pengungkapan terang benderang dan penangkapan terhadap terduga pelaku pembunuh tersebut.
Hasilnya nihil. Pihak polisi masih ‘tutup rapat-rapat’ informasi yang telah menjadi dambaan dan ekspektasi semua pihak. Tapi gerakan polisi terakhir ini mengindikasikan ‘penyekapan’ terduga pelaku akan segera dilakukan.
Sumber-sumber menyebutkan, tim intelijen dan resmob dari mabes polri dan tim polda sudah berada di hampir semua titik penting terkait agenda penangkapan nanti.
Informan menyebutkan pula, di antara kasus-kasus biasa yang masuk ke polda sekarang ini, seolah ditepis karena mereka konsentrasi full pada kasus Aralle.
Ester seolah tahu — dari bacaannya terhadap pemeriksaan puluhan orang yang diduga ada kaitannya dengan kasus Aralle — bahwa dalam waktu dekat ‘operasi’ penangkapan terjadi. Pengungkapan dilakukan.
“Hanya memang kita belum bisa buka,” kata Ester.

Ia sadar dirinya dicibir oleh sejumlah pihak. “Selama saya kerja, saya memang tidak disemangati untuk ke media, yaa saya kerja profesional aja.”
Terkait honor? “Duh, kayaknya saya lebih banyak dlnomboki perjalanan saya.”
Ester sudah tiga kali sambangi Kecamatan Aralle, ke tempat TKP. Ia juga pernah ke Makassar menjenguk dan melihat keadaan Marvel, anak korban yang selamat dari tindak aniaya pada Sabtu dinihari, 7 Agustus di rumahnya di Kelurahan Aralle. Juga pernah wawancara pertelepon dengan Amanda (20), anak korban yang sedang di Pinrang, Sulsel.
Selaku pengacara ia turun ke lapangan karena tak mau dianghap hanya mencangkok informasi dari polisi.
Ia pernah bermalam di rumah duka di Kala’be, Kecamatan Aralle. Juga ke TKP dan ia temukan tak banyak yang rusak di TKP itu.
“Saya juga perlu menggali seperti apa kondisi di lapangan. Tujuan kita semua sama, yakni kita mau pelaku segera ditangkap. Atau kasus ini segera terang benderang.”
Seperti apapun anggapan di luar, Ester punya keyakinan sendiri berkerja sebagai pengacara profesional. Tapi alam bawah sadarnya juga jujur, “Capek juga sih dianggap tidak kerja.”
Kasus pidana pembunuhan di Aralle butuh pembuktian secara hukum: dua alat bukti cukup, terduga pun masih perlu proses pemeriksaan mendalam secara profesional oleh polisi sesuai mekanisme yang ditentukan dalam KUHP.
Ester tahu benar polisi bekerja di lapangan. Ia kerap seiring sejalan di lapangan.
Ia tahu polisi pernah sampai ke Karama, Kalumpang untuk temui orang dan diperiksa.
Ia juga terangkan bahwa tim di kepolisian telah sasar Kantor Dinas Pendidikan (Diknas) Provinsi Sulawesi Barat. Seperti sejumlah masukan para pihak, proyek Dana Alokasi Khusus (DAK) Rp1,7 miliar di SMAN 2 Buntu Malangka (Bumal) pada 2021 telah diperiksa oleh tim.
Bahkan, jelasnya, rekening korban telah diperiksa, juga para pihak yang terkait dengan proyek DAK di SMAN Bumal itu — tempat Porepadang jadi kasek setelah menggantikan kasek lama, inisial F — semuanya telah diperiksa.
“Belum cukup bukti,” singkatnya.
Pihak Diknas Sulawesi Barat sendiri belum dikonfirmasi terkait keterangan bunyi proyek DAK di sekolah tersebut. Apa kaitan antara almarhum Porepadang dan mantan kasek, F, hanya polisi yang tahu.
Fokus pemeriksaan dan ujungnya penangkapan pelaku pembunuhan itu sendiri. Soal siapa dalang atau pun otak di balik pembunuhan itu, nanti.
Ester menyemangati, percayalah bahwa ini murni kasus pidana yang setiap orang mau ini secepatnya terungkap, karena bagaimana pun kami juga punya tanggungjawab berat.
“Siapa sih yang mau nunda-nunda!” katanya.
Tak ada lolongan anjing pada dinihari, 7 Agustus itu. Petunjuk CCTV dari jarak agak jauh, juga masih lemah sebagai alat bantu menelusuri siapa gerangan bergerak di tengah malam hingga dinihari di Sabtu dan Minggu kala itu.
Sebuah besi linggis yang ditemukan di sebuah tempat pun bukan pertanda alat yang dipakai pembunuh lantaran sesuai keterangan sumber, polisi telah periksa tak ada bekas darah di ujung linggis itu.
“Ada sejenis bulu, tapi itu bulu dari kulit binatang,” sumber ini menerangkan.
Suasana gaduh pasca pembunuhan itu terlanjur mengisi ruang kehidupan warga paling tidak di Kecamatan Mambi dan Kecamatan Aralle. Terutama di pasar Aralle dan beberapa desa tetangga yang berjarak dekat dari TKP.
Ketenangan dan suasana damai perlu terus diciptakan, dikabarkan, dan diedukasi oleh dan siapa pun, karena polisi bekerja.
‘Siap Tempur’?
Pada Kamis petang, 10 November, saya memerlukan waktu 30an menit kelilingi markas Polda Sulawesi Barat di Mamuju.
Sekitar pukul 17.00 WITA, beberapa menit sebelum keluar dari markas yang luas dengan bangunan berderet-deret di bukit Kalubibing, saya menemukan sebuah fakta menarik.
Dari belasan mobil operasional khusus milik polisi yang terparkir di halaman belakang gedung utama polda, di antaranya terdapat mobil taktis tangguh Barracuda.
Di sore itu mobil barracuda ini bergerak. Dari bawah mesin keluar asap, mesin bunyi tapi tak tampak siapa gerangan yang menyitir kendali di depan.
Di sekitar dua kendaraan taktis polisi itu, satu dua orang polisi muda seolah menuntun arah gerak mundur barracuda itu.
Mungkin sekadar dipanasi mesinnya atau sedang persiapan gerak keluar. Entahlah.
SARMAN SAHUDING