Drs. HM Said Saggaf, M.Si (Bupati Mamasa, 2002-2008)
Terlahir di Mamasa. Ia tak pernah membayangkan empat ke ca matan di pegunungan Kabupaten Polewali Mamasa (Polmas): Mamasa, Mambi, Sumarorong, dan Pana’ bakal terbentuk kabupaten. Sejak 1998 ia mendukung dan menyokong perjuangan pembentukan Kabupaten Mamasa.
Drs. H.M. Said Saggaf, M.Si. bersama Victor Paotonan, S.Sos. kemudian memimpin pemerintahan di kabupaten dambaan masyarakat pegunungan sejak tahun 1959. Pamong senior dan politisi muda jadi pasangan serasi, saksi kunci peletak dasar pembangunan Kabupaten Mamasa.
TRANSTIPO.com, Mamuju – Di atas ketinggian yang memesona. Panorama alam Mamasa memberi kesejukan, pemandangan yang indah dan keelokan tutur kata dan budaya masyarakatnya bersahaja. Tahun 1940-an kawasan pegunungan Mamasa masih berstatus pemerintahan Kewedanaan Mamasa—pemerintahan di bawah Daerah Tingkat II yang dipimpin oleh seorang wedana dengan membawahi beberapa camat atau kecamatan.
Di tengah kotanya tertata cukup bagus. Terdapat banyak taman dalam kota yang ditumbuhi berbagai jenis kembang yang menyeruakkan aroma. Jalan-jalan dalam kota masih berlapis kerikil, keras, padat, sehingga tak gampang berlumpur.
Pemerintah koloni Belanda yang masih berdiam di Mamasa saat itu menyenangi iklim dan panorama Mamasa. Jalanan dan drainase terawat. Pada 27 Desember 1942 di sebuah dusun di Desa Buntu Buda lahir seorang lelaki yang kelak bernama H.M. Said Saggaf. Lahir dari pasangan Saggaf dengan Hj. Sannang.
Orang tua Said masih keturunan Bugis. Said Saggaf memiliki tiga orang saudara, yakni Hj. Nadira, Hj. Salwiah, dan Sarifuddin Saggaf (almarhum). Meski berstatus kewedanaan, Mamasa memiliki rumah sakit yang ada di Kota Mamasa dengan aktivitas cukup ramai.
Di masa itu banyak warga dari Polewali datang berobat ke rumah sakit Mamasa. Alasan warga dari pesisir pantai datang berobat ke Mamasa, di antaranya suasana alamnya yang mendukung, pepohonan yang rindang, belum ada pembakaran hutan.
Said Saggaf bercerita, Kota Mamasa tempo dulu penuh dengan kembang mawar dan dahlia. Tinggal di Mamasa pada masa itu sungguh memberi kebahagiaan. Di belakang rumah jabatan (rujab) Wedana Mamasa (pembantu bupati) yang terletak di perbukitan Kota Mamasa, terdapat sebuah kolam renang. Kolam itu tertata rapi, airnya jernih, dan bersih.
Dulu sungai di Mamasa yang membelah Kota Mamasa airnya sangat jernih. Di waktu pagi dan sore sungai itu tak pernah sepi, tempat warga bermandi-mandi. Hanya jalur sungai di Salubue yang airnya kadang keruh. Dulu memang hutan Mamasa masih lestari, tetapi saat ini sudah banyak terjadi kerusakan hutan yang mengakibatkan air sungai keruh semua. Hujan sebentar saja air sungai berubah warna.
Said bercerita, di masa itu sarana komunikasi dan informasi belum ada. Jalur transportasi dari Mamasa ke Polewali juga belum memadai. Kendaraan transportasi Mamasa ke Polewali hanya ada pada jam-jam tertentu, yakni pukul 06.00 pagi sampai pukul 12.00 siang. Sebaliknya, dari Polewali ke Mamasa pukul 12.00 siang sampai pukul 06.00 sore.
Jadwal bergilir alur transportasi ini diberlakukan agar menghindari tabrakan di jalan sebab jalur jalan antara Mamasa dan Polewali masih sempit. Said Saggaf mulai masuk di sekolah rakyat (SR atau SD) 02 Mamasa. Ia lanjutkan Sekolah Menengah Pertama (SMP) juga di Mamasa.
Namun, ketika ia naik ke kelas tiga pindah ke Kota Parepare hingga tamat SMP di kota niaga tersebut. Ingatan masa kecilnya, selama di bangku sekolah dasar, tak ada yang istimewa. Ia sering bermain dan mandi-mandi di sungai Mamasa. Bermain bola pada sore hari. Sepulang sekolah hampir tak ada waktu untuk belajar.
Said akui sendiri kalau isi rapornya lebih banyak angka merah. Keadaan ekonomi keluarga Said Saggaf di Mamasa sebenarnya tak berkekurangan. Orang tuanya termasuk kalangan berada. Menurut pengakuan Said Saggaf, pemilik mobil pertama di Mamasa adalah kakeknya. Bahkan ayahnya Saggaf, sudah mengendarai Harley Davidson.
Kalau dilihat dari keadaan ekonomi keluarganya, ia bisa mendapatkan pendidikan yang baik, tapi pengaruh dan kedekatannya dengan lingkungan pada masa kecilnya sehingga pembinaannya berkurang. Said mengingat seorang gurunya di SD yang bernama Jidon Matanga yang berasal dari Mambi.
Guru sekolahnya di SD ini paling difavoritkan. Juga ada gurunya bernama Oktovianus Sisandek. Kedua gurunya ini sangat besar jasanya dalam mendidik yang menempa Said sejak kecil atau pada umur sekolah dasar. Tahun 1946 atau ketika umurnya baru empat tahun, ayahnya dipanggil yang Mahakuasa.
Dalam sejarahnya Saggaf adalah salah seorang pejuang Merah Putih. Ia tergabung dalam barisan perjuangan yang dikenal Kris Muda Mandar. Setelah tamat sekolah menengah pertama di Parepare, Sulawesi Selatan (Sulsel), Said berkeinginan kembali ke Mamasa melanjutkan pendidikan SMA, tetapi kondisi keamanan di Mamasa dan daerah Mandar umumnya tak kondusif, kekacauan terjadi di mana-mana.
Makanya, ia lanjutkan sekolah di Parepare. Faktor keamanan itu pula, hampir semua anak-anak usia sekolah seumuran Said transit sekolah di Parepare. Prestasi Said di sekolah tak terlalu menonjol, selain sebagai wakil kelas lima (SD) saat mengikuti pertandingan bola kasti.
Di bangku SMP standar, tapi ketika di SMA menonjol terutama pelajaran bahasa Inggris. Ia gemar bermain di semua cabang olahraga. Tahun 1962 mulai kuliah di Jurusan Administrasi Negara Fakultas Sospol Universitas Hasanuddin (Unhas), Makassar, Sulawesi Selatan.
Ia tak terlalu aktif dalam organisasi mahasiswa kecuali organisasi daerah. Ia sempat menjadi ketua Kesatuan Pelajar Mahasiswa Polewali Mamasa Mamasa (KPM-PMM), wadah berhimpun mahasiswa Polewali Mamasa (Polmas) di Makassar.
Beberapa nama masih diingat yang aktif dalam wadah itu, antara lain Yultan Lebu, Sumama (Wonomulyo), Muhammad, Madjid Burhan (Tinambung), dan Yonatan Pualillin (Mamasa). Said berhenti kuliah pada tingkat lima di Unhas setelah lulus Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan ditempatkan di Kantor Pemerintah Daerah Tingkat (Dati) II Sidrap, Sulawesi Selatan.
Kepala Direktorat Pemberdayaan Masyarakat Desa (PMD) Provinsi Sulsel Zainal Wali Amrullah memberi tahu Said Saggaf bahwa meskipun sudah bekerja sebagai PNS agar tetap melanjutkan kuliahnya di Unhas. Tapi Said memilih konsentrasi sebagai abdi negara. Said tak mau mendua hati.
“Sebetulnya saya mendaftar PNS itu hanya coba-coba, satu bulan seusai mendaftar, saya dapat panggilan,” kata Said Saggaf di Mamasa pada 2005.
Said Saggaf telah jadi Kepala Kantor PMD Kabupaten Takalar, Sulsel, ketika ia meminang seorang dara Bugis bernama Hj. Aisyah. Tepat tahun 1992 ia menikahi Hj. Aisyah. Salah seorang pamong di Pemerintah Kota Makassar, Sulawesi Selatan, bernama Anwar Bangki’ mendapat tawaran dari Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan untuk sekolah di Institut Ilmu Pemerintahan (IIP), Jakarta, tetapi Anwar Bangki’ menolak tawaran itu.
Pimpinannya di Pemprov Sulawesi Selatan, Zainal Amrullah kemudian me mer cayakan kepada Said Saggaf menggantikan Anwar Bangki’. Said Saggaf mulai mengikuti perkuliahan di tingkat IV di IIP dengan spesialisasi pemerintahan.
“Sebetulnya saya rugi karena saya berhenti kuliah di Unhas sudah tingkat lima,” kata Said Saggaf. Setelah dua tahun kuliah di IIP, Said berhasil meraih gelar sarjana lengkap Ilmu Pemerintahan.
Selama kuliah di IIP, Said aktif dalam kegiatan olahraga. Ia pernah memperkuat tim Departemen Dalam Negeri pada cabang olahraga tenis dan sepak bola. “Waktu itu saya lagi kuat-kuatnya main bola,” kata Said sembari tertawa.
Said akui bahwa selama kuliah di IIP ia tak pernah lagi mengajar, padahal sejak bertugas di Kabupaten Sidrap rutin mengajar di SMA Pangkajene. Ia juga ikut berperan membuka Universitas Veteran Republik Indonesia (UVRI) di Sidrap.
Tahun 1974 ia selesai dan tinggalkan kampus di IIP. Setelah kembali ia diangkat sebagai Kepala Sub Dit Prasarana Perekonomian Desa Kantor PMD Provinsi Sulawesi Selatan hingga tahun 1977. Berada di jabatan ini menjadikan Said Saggaf bisa keliling dan hampir semua kabupaten yang ada di Provinsi Sulawesi Selatan telah ia kunjungi.
Selama perjalanan dinas ke kabupaten-kabupaten ia mendapat tugas menata pembangunan pedesaan menyangkut pertumbuhan ekonomi yang bersumber dari dana subsidi desa. Said Saggaf menikmati tugas kedinasannya di daerah-daerah terkait pembinaan desa, sebab sejalan dengan program pertanian dan holti kultura, seperti pengadaan kios-kios pupuk, prasarana produksi, perhubungan, dan pemasaran.
Rutinnya ke daerah pulalah membuat Said Saggaf kemudian akrab dengan H. Andi Mungkace, Ketua DPRD Kabupaten Wajo, Sulawesi Selatan, yang kemudian kolega barunya ini menyampaikan permohonan kepada atasannya, Kepala Kantor PMD Sulawesi Selatan, Zainal Wali Amrullah agar Said Saggaf diizinkan pindah dan diangkat jadi Kepala Kantor PMD Kabupaten Wajo.
Permohonan itu disetujui oleh Zainal Wali Amrullah. Delapan tahun mengepalai Kantor PMD Wajo dan oleh Dirjen PMD Departemen Dalam Negeri (Depdagri) bahwa Said Saggaf cukup berprestasi. Di antara capaian dan keberhasilan Said Saggaf di PMD Wajo antara lain, Kantor PMD Kabupaten Wajo enam kali juara lomba P2WKSS, dan PMD Wajo dinilai favorit di Indonesia Timur dalam lomba siaran pedesaan. Bahkan, pernah juara di tingkat nasional.
Atas dedikasi Said, Dirjen PMD Depdagri menjadikan Kantor PMD Kabupaten Wajo sebagai pilot project (proyek percontohan) kantor PMD di wilayah Indonesia Timur. Keuntungan yang lainnya, Kantor PMD Wajo mendapat bantuan prasarana yang lengkap.
Selama di Kabupaten Wajo begitu banyak kenangan indah dalam membangun desa. Di Kabupaten Wajo pula Said Saggaf kerap mengajar di Perguruan Islam Assa’diah Sengkang, mengajar dan menjadi Wakil Ketua Yayasan Pendidikan Puang Riamanggalatung Sengkang.
Berkat prestasinya ia dipindah tugas dengan jabatan Kepala PMD Kota Makassar (1985-1989). Wali Kota Makassar saat itu adalah Kolonel Jancy Raib (1983-1988). Menjadi Kepala PMD Kota Makassar seolah persinggahan semata sebab di tahun itu juga, 1989, Gubernur Sulawesi Selatan Zaenal Basri Palaguna memberi kepercayaan kepada H.M. Said Saggaf menjadi Sekretaris Daerah (Sekda) Kabupaten Soppeng, hingga tahun 1993.
Said bercerita, selama mengabdi di Soppeng ia membantu Bupati Soppeng menyelesaikan sejumlah proyek irigasi. H.M. Said Saggaf gemilang dalam prestasi di dunia birokrasi. Tahun 1993 ia meninggalkan Soppeng menuju Kabupaten Bantaeng dengan jabatan yang lebih tinggi. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Bantaeng memberi pilihan kepada H.M. Said Saggaf menjadi Bupati Bantaeng periode tahun 1993-1998.
Kabupaten Bantaeng adalah daerah bekas keresidenan. Silih berganti pemimpin daerah telah membuat perubahan di daerah ini. Ia datang di Bantaeng sudah tak ada yang terlalu menantang atau berat. Pembangunan desa dan tata kota sudah bagus. Sudah tampak dalam format dasar, tinggal prasarana-prasarana lain yang akan memperlancar perhubungan yang perlu dibenahi, terutama ke desa-desa dengan potensi perkebunannya.
Jalan menuju sentra produksi sayur-mayur diaspal. Bantaeng terkenal dengan kentang dan kol. Semua jalan-jalan ke kecamatan-kecamatan diaspal hotmiks. Bantaeng dengan luas 380 kilometer bisa dijangkau hanya dalam waktu tiga jam perjalanan darat.
Hal ini karena didukung jalannya yang bagus. Dilakukan perbaikan jalan menyeberang ke wilayah Bulukumba, kabupaten tetangga Bantaeng. Ia juga buat jalan lingkar dalam Kota Bantaeng. Pada 1998, setelah mengakhiri jabatannya di Bantaeng, Gubernur Zainal Basri Palaguna mengangkatnya sebagai Kepala Diklat Provinsi Sulawesi Selatan dan jabatan ini hingga tahun 2001.
Di posisi ini kembali membuat H.M. Said Saggaf bisa berkeliling ke daerah-daerah di Provinsi Sulawesi Selatan. Ia melakukan penataran aparatur yang ada di kabupaten baik diklat penjenjangan maupun teknis fungsional.
Pada 2001-2002 ia juga menjadi pengajar atau Widyaiswara pada Kantor Diklat Regional IV Makassar. Pangkatnya naik dari Pembina Utama Muda Golongan IV/C ke Pembina Utama Madya Golongan IV/D. Apa yang ia jalani di masa ini, Said Saggaf sudah menghitung waktu bahwa ia akan pensiun sebagai PNS pada tahun 2008 atau ketika genap berumur 65 tahun dengan pangkat IV/E (puncak).
Di benak Said Saggaf, lebih menyenangkan sebelum pensiun ketika diberi kesempatan mengepalai Kantor Provinsi PMD Sulawesi Selatan, tempat awal mengabdi sebagai PNS. Setiap jalan seseorang Tuhan punya kuasa mengatur dan membelokkannya.
Sejak 2001 Kantor Diklat Pemprov Sulawesi Selatan menjadi salah satu tempat bercengkerama dan berdiskusi sejumlah tokoh, panitia penuntut pemekaran Kabupaten Polewali Mamasa (Polmas) yang datang dari pegunungan, dan Said Saggaf selaku tuan rumah.
Said Saggaf memberi ruang kepada keluarganya dan rekan-rekannya yang datang dari Mamasa dan tiga kecamatan lainnya di pegunungan Polmas itu. Bahkan, ia membantu secara finansial agar perjuangan pemekaran atau pembentukan Kabupaten Mamasa segera terwujud.
Ketika terbit Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2002 tentang pembentukan Kabupaten Mamasa dan Kota Palopo di Provinsi Sulawesi Selatan, Said Saggaf bangga karena itulah dambaan masyarakat eks Kewedanaan Mamasa di pegunungan sejak puluhan tahun lalu. Pengisian struktur pemerintahan di kabupaten baru di Mamasa pada 2002, Gubernur Sulawesi Selatan Zainal Basri Palaguna memberi kepercayaan kepada H.M. Said Saggaf sebagai Penjabat (Pj) Bupati Mamasa.
Sejak itu Said Saggaf benar-benar pulang kampung. Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Mamasa (Pemilukada) Kabupaten Mamasa 2003 merupakan pemilukada pertama pasca-daerah ini menjadi daerah otonomi baru (DOB). Pemilukada ini masih dilakukan oleh DPRD Kabupaten Mamasa.
Sejumlah tokoh Mamasa ikut berkompetisi saat itu. Drs. H.M. Said Saggaf, M.Si sendiri maju dan berpasangan dengan salah seorang tokoh pejuang yang saat itu Ketua PDKB Kabupaten Mamasa, Victor Paotonan, S.Sos. Alhasil, pemilihan ini dimenangkan oleh Said Saggaf-Victor Paotonan dan akan memimpin Kabupaten Mamasa hingga tahun 2008.
Setelah dilantik sebagai kepala daerah, Said Saggaf dan Victor Paotonan membangun Kabupaten Mamasa mulai dari nol. Kabupaten Mamasa saat itu sangat terbelakang. Yang pertama ia lakukan memperbaiki semua prasarana dasar terutama pendidikan dan kesehatan, termasuk infrastruktur, pariwisata, dan pertanian.
Bupati Said Saggaf mengajak legislatif Mamasa selaku mitra pemerintah daerah agar sebagian anggaran APBD diperuntukkan untuk membuka akses antarkabupaten, antarkecamatan hingga ke desa-desa. Dimulai rintisan dan pengerasan jalan. Jalur Mamasa–Tabang–Tana Toraja dibuka dengan lebar delapan meter.
Sejak zaman Belanda jalur ini belum terbuka. Berikutnya Said berpikir dengan membuka jalur Mala’bo’–Mambi–Aralle–Tabulahan–Mamuju akan sekaligus membuka akses hingga ke Kalimantan. Ini dimaksudkan bahwa jalur ini dalam rangka pengembangan pariwisata di masa mendatang.
Kelak Mamasa akan menjadi tempat limpahan kunjungan banyak orang, terutama ketika jalur Tana Toraja sudah maksimal, maka akan memperlancar arus barang dan uang. Pengakuan turis yang pernah berkunjung ke Mamasa dengan mengatakan Mamasa ini indah, beautiful scenery (dari atas bukit menikmati pemandangan yang indah). Tapi ia lanjutkan, can you fix the road? Dapatkah Anda perbaiki jalanannya?
Untuk pengembangan pariwisata, tak ada jalan lain—ini sudah menjadi desakan—harus dibangun prasarana dasar. Setelah itu ia perbaiki sarana pemerintahan. Ia bangun Kantor Bupati Mamasa, Kantor DPRD Kabupaten Mamasa, Kantor Gabungan Dinas-Dinas, Kantor Camat, termasuk puskesmas, pustu, dan ia bangun sekolah-sekolah baru.
Obsesi Bupati Mamasa Said Saggaf —jika pihak DPRD Mamasa setujui— ke depan semua sekolah dasar di setiap ibu kota kecamatan di Kabupaten Mamasa dibangun bertingkat. Ini gambaran bahwa pembangunan di sektor fisik tak boleh melupakan pembangunan dan peningkatan di bidang pendidikan.
“Sebenarnya kalau kita mau maju yang paling pokok diperhatikan adalah pembenahan sumber daya manusia (SDM). Seharusnya sektor pendidikan diberi porsi anggaran yang lebih besar,” kata Said Saggaf.
Ia menantang guru-guru sekolah yang ada di Kabupaten Mamasa dengan menyampaikan, siapa pun yang berprestasi akan diberi hadiah. Misalnya, di SD, SMP, dan SMA atau paling tidak dalam sebuah kelas di tiap sekolah nilai akhir ujian rata-rata delapan untuk semua bidang studi akan diberikan hadiah termasuk kepada guru dan kepala sekolahnya.
Tapi kalau hanya ada satu dua siswa dengan nilai rata-rata delapan atau lebih tidak akan diberi hadiah. Hadirnya Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Mamasa dalam hal memotivasi masyarakat Kabupaten Mamasa, Bupati Said Saggaf telah memetakan pembinaan masyarakat diserahkan ke Dinas PMD Kabupaten Mamasa, pembinaan sumber daya manusia (SDM) pegawai diserahkan ke Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Kabupaten Mamasa.
BKD juga melakukan pelatihan-pelatihan baik itu penjenjangan, teknis fungsional maupun pendidikan formal. Pendidikan formal tak boleh fokus pada satu jurusan saja, misalnya semua memilih jurusan administrasi negara atau semua memilih jurusan hukum, tapi sebaiknya melanjutkan pendidikan sesuai dengan prestasinya: kalau dia pertanian, ya sekolah pertanian, begitu juga di bidang lain.
Perlu diakui SDM di kabupaten yang baru itu masih rendah di semua lini, aparat maupun masyarakat. Jadi, kalau melihat teori bahwa pembangunan adalah suatu perubahan yakni perubahan pola pikir dan perilaku.
Nah, kalau begitu ini dulu yang dibenahi mengubah pola pikir masyarakat. Misalnya, petani sawah sebelumnya tak mau berubah dari menanam padi semata. Bayangkan kalau padi sawah di Mamasa delapan bulan baru dipanen.
Mungkin di Mambi sudah agak cepat pola produksi sawahnya. Selama waktu beberapa bulan itu tak mau pindah ke tanaman holtikultura padahal secara ekonomis hasilnya lebih banyak hasilnya.
Di sinilah peran penyuluh dari Dinas Pertanian Kabupaten Mamasa. Bupati Mamasa H.M. Said Saggaf tak ingin berpacu dengan kabupaten lain dalam hal mengejar Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang terlalu tinggi. Ini yang membedakannya dengan bupati yang lain.
Bagi Said, otonomi daerah dimaksudkan sebagai sarana pemberdayaan masyarakat. Sebab kalau masyarakat sudah berdaya secara ekonomi maka secara otomatis pada suatu saat mereka akan bayar pajak secara teratur.
Said Saggaf yakin dalam lima tahun pertama—tentu pula kalau Tuhan menganugerahinya umur yang panjang dan masyarakat mendukungnya— Mamasa akan menjadi kota yang mungil, small is a beautiful, sebuah kota kecil yang indah. Ini yang pertama.
Kedua, akses jalan antarkecamatanm dan antardesa sudah bagus sehingga meningkat mobilitas penduduk serta arus barang dan uang akan lancar. Dengan demikian, kalau perekonomian bisa seperti ini, lima tahun ke depan Kabupaten Mamasa bisa berpacu dengan kabupaten lain, apalagi kalau tercipta dukungan organisasi yang baik.
Ia yakinkan kepada masyarakat Kabupaten Mamasa, dalam tiga tahun saja prasarana dasar sudah tampak di semua lini. Ada dua aspek yang perlu dikembangkan selama ia menjabat Bupati Mamasa. Sebagai pimpinan kebijakan formal di kabupaten ia akan meletakkan dasar-dasar pembangunan Kabupaten Mamasa.
Berikutnya berpedoman pada ilmu jiwa, bahwa kepemimpinan yang harus diletakkan di Kabupaten Mamasa adalah kepemimpinan seorang ibu. Mengapa ibu? Sebab ibu yang menumbuhkan, memelihara, mengembangkan, dan menjaga.
“Di Mamasa ini harus begitu, tak boleh revolusioner,” kata Said Saggaf berfilosofi. Dengan begitu, pada suatu ketika masyarakat akan sadar dan mau berpartisipasi dalam semua kegiatan pembangunan.
Said menilai yang paling menarik di Mamasa adalah terjaganya kerukunan beragama, sesuatu yang selalu diragukan orang. Satu contoh, ketika tiba perayaan hari besar Islam, umat Kristiani berbondong-bondong membantu menyukseskan acara yang digelar umat Muslim.
Begitu juga sebaliknya, kalau umat Kristiani hendak merayakan hari besar dalam aga manya maka umat Muslim ramai-ramai membantu. Begitu pula peng ikut Aliran Kepercayaan Mappurando. Mereka sama-sama saling membantu.
Kalau ini berlangsung terus, maka akan semakin terbina toleransi antarumat beragama di Kabupaten Mamasa. Sebab sebuah kearifan lokal —ada’ tuo— begitu indah untuk dipertahankan: Mesa kada dipotuo pantang kada dipomate.
Sumber: Buku Jejak Langkah dan Pemikiran Bupati di Sulawesi Barat, 1960-2023 (Penerbit Buku Kompas, Desember 2023).
SARMAN SAHUDING