TRANSTIPO.com, Mamasa – Buntu Kepa’ Mamasa, sebuah tempat di kaki gunung terpermak indah. Pesonanya tak kepalang. Ia menjadi destinasi. Tempat banyak orang datang berkunjung. Obyekan menarik melepas pandang. Di kala senja yang temaram, menjemput malam berpenutup Sambu’ Bembe.
Pada gazebo yang sederhana nan artistik, menyerap energi dari lamanya menidurkan penat. Di pagi hari yang alami — sembari menyeruput kopi — awan padat secara kasat yang dekat bergerak perlahan. Indah sekali. Sejuk dan alami.
Tak salah Pj Bupati Mamasa Dr. Muhammad Zain berpeluh mendaki ke sini. Beradu tenaga meregangkan otot. Hendak menyehatkan raga dengan jiwa yang merdeka.
Doktor Zain tak sendiri tentunya. Selain ditemani istrinya — seperti yang tampak pada foto di atas — yang dalam keseharian di Pemkab Mamasa selaku Ketua Tim Penggerak PKK Kabupaten Mamasa, pula diikuti sejumlah orang: sespri, staf, dan pengawal (Satpol PP Pemkab Mamasa), yang tak tampak pada gambar.
Ini semacam kenduri di senja hari yang cerah dalam balutan cuaca yang dingin — dingin alamiah berkat pemberian Tuhan.
Buntu Kepa’ terlihat seperti mengambang di awan. Dingin dan lembab serta kabut menyelimuti para pengunjung. Menyuguhkan panorama alam menakjubkan.
Ketinggian nun jauh di Mamasa, Buntu Kepa’ menjadi destinasi wisata para pencinta gunung. Ia juga menjadi favorit diantara semua wisata negeri di atas awan.
Meskipun letaknya jauh dari wisata Tondok Bakaru, Buntu Kepa’ menjulang tinggi sendiri menancap di ketinggian Mamasa, roda empat pun bisa mencapai titik puncaknya.
Pengunjung yang menyaksikan keindahan awan dari atas puncak, menyadari bahwa itu adalah rumah bagi flora dan fauna, keduanya bertengger jauh dari gangguan dan bisingnya kota.
Di atas puncak, penyaksian ragam entitas saling berdampingan harmoni satu sama lain. Awan mengambang, udara yang bertiup serta pepohonan menancap termanifestasi pesan Kuasa Tuhan.
Saat matahari Kamis, 22 Februari 2024 masih bersembunyi dibalik awan, Pj Bupati Mamasa, DR. Zain sudah menapakkan kakinya di atas puncak Buntu Kepa’.
Menyaksikan realitas keindahan alam, sepintas terbesit dalam batin DR Zain sembari bergumam:
“Buntu Kepa’ dengan segala keindahannya, dikenal dengan negeri di atas awan laksana potongan syurga yang tersembunyi.”
Ekspresi kekaguman atas ciptaan Tuhan tersirat makna baginya. Walaupun gunung melambangkan kekuatan dan kekokohan namun gunung juga menyimpan makna cinta.
Jalaluddin Rumi pernah bersenandung di atas puncak, “Andaikan Gunung tak punya cinta, mustahil tetumbuhan dan pepohonan bisa hidup di sana.” Mengutip itu, mata Dr. Zain terpejam sejenak.
Filosofi gunung itu menjadi inspirasi dalam perjuangan hidup DR. Zain. Dibalik sosoknya yang kokoh menghadapi tantangan, teguh pendirian dan tahan banting, siapa sangka dalam relung hatinya ada Cinta.
Sekali lagi, DR. Zain adalah Pencinta, ia menebar cinta kepada semua orang. Bukan hanya keluarga, sahabat, ataupun bawahannya, kepada lawannya sekalipun cinta itu tetap terlihat. Hidupnya diabdikan untuk seluruh masyarakat.
Di tengah-tengah percakapan itu, Paulus Sudi, salah seorang penjaga Buntu Kepa’ ikut memberi komentar: keindahan awan terlihat di Buntu Kepa’, setiap harinya bentuk awannya tidak pernah sama. Keindahannya selalu berubah dan memiliki khas setiap saatnya.
“Itulah kuasa Tuhan, tidak pernah menciptakan sesuatu yang sama, awan saat pertama tercipta sampai hari ini dan seterusnya akan selalu menampakkan keindahan tak serupa,” bisikku dalam hati.
FARHAM RAHMAT