
TRANSTIPO.com, Mamuju – Kegiatan Mamuju Mengajar adalah inisiasi pelaksanaan Sharing is Caring, dilaksanakan di Sekolah Dasar Desa Karama, Desa Polio, dan Desa Tumonga Kecamatan Kalumpang, Kabupaten Mamuju.
Kegiatan ini berlangsung selama empat hari—tanggal 26–29 Januari 2018. Dengan random acara, mengajar sehari, traveling, tebar buku Nusantara, nonton Film Inspirasi, dan bakti sosial adalah kegiatan-kegiatan yang akan dilaksanakan.
Kegiatan Mamuju Mengajar ini diikuti oleh relawan-relawan dari berbagai profesi, ada dokeor, bidan, perawat, guru, wartawan, polisi lulusan S1 dari setiap universitas, yang peduli terhadap dunia pendidikan anak, memotivasi para penerus bangsa agar selalu bersemangat dalam menggapai cita-cita.
Bripda Nurnadia. Polisi wanita ini kelahiran Mambi, 6 Januari 1996. yang saat ini bertugas di Direktorat Lalu Lintas Polda Sulawesi Barat (Sulbar).
Nadia—sapaan Polwan yang mulai masuk Polri pada 2014 lalu—tidak ingin ketinggalan mengikuti kegiatan Sharing is Caring ini.
Ia menjadi relawan bersama rekan-rekannya polisi yang lain untuk menginspirasi para siswa-siswi SD agar terus bersemangat dalam menggapai impiannya.
Dalam perjalanan menuju ke tempat pelaksanaan kegiatan Mamuju Mengajar, bukanlah hal yang mudah untuk ditempuh. Membutuhkan waktu yang cukup lama untuk sampai ke tempat tujuan dan menguras banyak tenaga.
Berangkat dari kota Mamuju pada pukul 09.30 Wita, Jumat, 26 Januari 2018.
Perjalanan dari kota Mamuju ke Kecamatan Kalumpang memakan waktu selama lima jam dengan memakai kendaraan roda empat. Sesampainya di Kalumpang, para relawan Mamuju Mengajar memakai kapal kecil (Kaloto) selama kurang lebih 2 jam melewati sungai.
Setibanya di darat, para relawan pun melanjutkan perjalanan dengan berjalan kaki melewati gunung dan pemukiman sekitar 2 km. Untuk tiba di Desa Karama, relawan kembali menaiki kapal kecil (Kaloto) selama kurang lebih 30 menit.
Setelah sampai di Desa Karama pada pukul 18.45 Wita di Jumat itu, pada malam harinya para relawan melakukan pembagian kelompok. Masig-masing 1 desa 1 kelompok: Desa Karama, Desa Polio, dan Desa Tumonga.
“Saya masuk di kelompok tiga, tempat saya di Desa Polio, SD Rantetappa, jarak dari Desa Karama 7 km. Kami jalan kaki hampir 2 jam, tiba di sana semua rasa lelah kami terbalaskan ketika melihat semangat dan antusiasme anak-anak SD Rantetappa yang riang gembira menyambut kedatagan kami,” kisah Nadia.
Sabtu pagi, 27 Januari, kelompok tiga melaksanakan apel pagi bersama anak SD Rantetappa. Pelaksanaan apel pagi ini diambil alih oleh Bripda Nadia. Ia pun mengajarkan kepada siswa-siswi cara baris berbaris yang benar dan laporan apel pagi yang benar.
“Setelah apel, selanjutnya kami masuk dalam kelas melakukan perkenalan nama dan profesi kami kepada anak-anak. Setelah perkenalan kami belajar bersama dan bermain games. Memberikan motivasi, menceritakan pengalaman-pengalaman dari profesi kami, anak-anak merasa bahagia dan antusias sekali dengan kedatangan kami,” cerita Nadia lagi.
Ia juga berpesan kepada para siswa-siswi untuk terus bersemangat, tidak putus asa mengejar cita-cita meski tinggal di tempat yang bisa dikatakan masih terisolasi dan sangat minim sarana dan prasarana.
“Pesan saya kepada anak-anak SD Rantetappa, dek tetap semangat, berusaha dan berdoa untuk mengejar cita-cita kalian. Jangan pernah berfikir kita tinggal di pelosok, yang jauh dari perkotaan, sangat susah untuk dijangkau, tak ada jaringan untuk mendapatkan informasi sangat susah. Itu bukan penghalang untuk bisa mengejar cita-cita kalian. karena di mana ada kemauan pasti ada jalan. Tetap optimis untuk meraih cita-cita kalian. Buktikan kepada mereka yang tinggal di perkotaan kami bisa menjadi seperti yang kami harapkan karena tekat usaha kami,” pesan Nadia penuh semangat.

Bripda Nadia, yang lahir dan besar di Kecamatan Mambi, Kabupaten Mamasa, 22 tahun yang lalu, memahami betul pesannya di atas sebab hal itu tak ubahnya dengan perjalanan hidup dirinya.
“Saya berpesan di atas sebetulnya tidak jauh dari pengalaman pribadi saya selam masih kecil dulu di Mambi,” kata Nadia kepada Zulkifli—kru laman ini.
Nadia menceritakan sepotong kisah pada anak-anak sekolah itu. “Saat ingin mendaftar menjadi Polisi, akses jalan di Mambi menuju kota Mamasa, Polman dan Mamuju sangat susah. Jalan yang penuh lumpur, dan jaringan telekomunikasi juga belum ada. Namun tekad dan semangat saya yang tinggi untuk menggapai cita-cita menjadi seorang Polwan sangatlah besar,” begitu Nadia bersemangat, sekaligus menyemangati ‘anak didiknya’ itu.
Pada saat pendaftaran Polisi, sambung Nadia lagi, keluarganya sempat tak setuju karena berasal dari keluarga yang kurang mampu—dengan pekerjaan orangtua sebagai penjual ikan kering di pasar Mambi. Namun karena tekad semua itu bukanlah penghalang untuk mengejar mimpi.
“Alhmdulillah, banyak yang mendaftar dari Mambi, kakak satu-satunya perempuan yang pertama kali lulus menjadi seorang Polisi Wanita di Kecamatan Mambi. Alhamdulillah merupakan kebanggaan diri sendiri, kedua orang tua, keluarga, teman-teman, dan khususnya di Kecamatan Mambi,” cerita Nadia lagi.
Ini cerita untuk sekelumit gambaran perjalanan Nadia. Sebuah kisah pendek untuk coba bangun semangat dan inspirasi siswa-siswi SD Rantetappa, Desa Polio, Kecamatan Kalumpang, Kabupaten Mamuju.
ZULKIFLI