TRANSTIPO.com, Mamuju – Aktifitas pertambangan di Indonesia diatur berdasarkan Undang-Undang RI Nomor 11 tahun 1967 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pertambangan Pasal 3 ayat 1.
Regulasi ini menyebut, bahan-bahan galian dibagi atas tiga golongan, yakni golongan bahan galian strategis (golongan a), golongan bahan galian vital (golongan b), dan golongan bahan galian yang tidak termasuk dalam golongan a atau b. Golongam bahan galian yang ketiga ini umum disebut tambang galian C.
Dalam Peraturan Pemerintah (PP) RI Nomor 27 Tahun 1980 tentang Penggolongan Bahan-Bahan Galian, bahan golongan galian c adalah jenis bahan galian yang tidak termasuk golongan a ataupun golongan b.
Bahan golongan galian c biasanya tidak memerlukan pasaran internasional, umumnya dikelola oleh masyarakat juga pemerintah daerah.
Beberapa contoh usaha tambang galian C: pasir, tambang tanah, kerikil, batu gamping, marmer, kaolin, dan granit.
Menurut PP Nomor 5 Tahun 2001, seluruh kewenangan pertambangan bebatuan, komoditi pasir dan batu berada di provinsi (pemerintah provinsi). Pemerintah kabupaten atau bupati hanya memberi rekomendasi.
Dikutip Majalah Warta Minerba, Edisi XXX, Agustus 2018, kehadiran tambang di daerah diharapkan bisa menjadi bagian dari upaya pembangunan masyarakat yang berkesinambungan.
Melalui investasi pertambangan, masyarakat diajak ikut serta bertumbuhkembang mengelola dampak pertambangan atas kehidupan mereka. Serta turut serta mengawasi operasi tambang agar tidak sampai mengorbankan kepentingan menjaga lingkungan wilayah sekitar.
Melihat jejak sejarahnya, banyak kehadiran investasi pertambangan ini memberi kontribusi positif melalui kontribusi pengembangan masyarakat hingga kontribusi pada Pendapatan Asli Daerah (PAD).
Dikonfirmasi di Mamuju pada Kamis, 27 Juli, Ketua Umum Lembaga Pengawasan Kinerja Pemerintah dan Aparatur Negara (LAKIP) RI, Aldin M. Natsir mengatakan, tambang galain C yang ada di Sulbar sama sekali tidak memberikan kontribusi atau PAD terhadap daerah.
“Lembaga swadaya yang saya pimpin telah melakukan investigasi mendalam terhadap aktivitas pertambangan golongan galian C yang ada di Sulbar,” kata Aldin.
Lelaki kelahiran Aralle, Kabupaten Mamasa, 55 tahun silam ini menyimpulkan, usaha tambang galian C di Sulbar tidak memberikan apa-apa terhadap pembangunan daerah.
“Pertambangan tanpa izin (PETI), mana bisa kita harapkan bisa berkontribusi kepada daerah atau kabupaten. Yang menikmati ya paling pengelola dan orang kuat di belakangnya atau siapa yang bakingi tambang jenis ini,” tegas Aldin.
Ditanyakan posisi pemerintah kabupaten dalam menertibkan aktivitas tambang galian C tersebut, Aldin mengatakan, pemerintah kabupaten tak ada yang mengeluarkan izin untuk tambang golongan galian C.
“150 perusahaan dan perorangan yang melakukan kegiatan penambangan tanpa mengantongi surat izin resmi dari pemerintah,” tegaa Aldin.
Kepala Dinas Pertambangan dan ESDM Provinsi Sulawesi Barat (Sulbar), Amir Andi Dado mengatakan, kita perlu serius mendata dan mengawasi aktivitas tambang galian c yang ada di Sulbar.
Dikonfirmasi di kantornya di Mamuju pada Kamis siang, 27 Juli, Amir Andi Dado mengatakan, akhir pekan ini kami akan melakukan peninjauan terhadap aktivitas penambangan yang dikelola masyarakat di Kabupaten Mamuju Tengah (Mateng).
Amir Andi Dado menyebut, ada laporan masyarakat bahwa ada aktivitas tambang di salah satu kecamatan di Mateng.
“Besok atau lusa kami akan turum untuk memastikan apa yang terjadi di sana (Mateng),” sebut Amir Andi Dado.
Di ujung perbincangan, Amir Andi Dodi menyebut bahwa dalam waktu dekat pihaknya akan memanggil para pihak untuk membicarakan perlu kiranya dibuat semacam asosiasi pengelola tambang galian C ini.
Dengan begitu, hemat Amir, kantor yang dipimpinnya bisa melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap aktivitas pertambangan rakyat tersebut.
SARMAN SAHUDING