TRANSTIPO.com, Topoyo – Tim investigasi media ini tiba di kota Topoyo, Kabupaten Mamuju Tengah (Mateng) pada Sabtu malam, 29 Maret, sekitar pukul 21.30 WITA.
Hanya berbilang jam kemudian, tim dari Palu, Sulawesi Tengah (Sulteng) segera menjejak kota kota Topoyo.
Di Sabtu malam itu, tak ada persinggahan untuk beristirahat sembari menunggu waktu Sahur, selain hanya mengemas diri dan menyeduh kopi hangat serta penganannya pelbagai rupa, setelah itu penggabungan tim telusur kali ini menyatu dengan menggelandang di jalan-jalan utama kota Topoyo dan Tobadak.
Dari perjalanan yang dingin itu, tak terasa hingga menghabiskan waktu dua tiga jam, dan waktu sahur Ramadhan pun tiba.
Pada sebuah warung besar yang sederhana, persis di bibir jalan kota Topoyo, kami bertujuh santap sahur disertai kopi hangat di waktu sebelum waktu imzak tiba.
Sabtu pagi, 30 Maret — minus dua kawan kami harus kembali ke Mamuju kota pascasahur — kami berempat membaringkan penat di salah sebuah penginapan murah di tengah kota Topoyo. Kawan kami yang satunya punya rumah tinggal sendiri di Topoyo.
Tak sampai terlelap dalam pembaringan setengah sadar, sebelum siang, berlima mendatangi Gedung Perpustakaan dan Kearsipan Kabupaten Mamuju Tengah (Mateng).
Ini salah satu objek garapan investigasi. Sungguh tercengang memang, bangunan yang didanai APBD Kabupaten Mateng tahun 2023 dengan besaran anggaran Rp9,7 miliar, penampakan fisik luarnya, disain disertakan warna warninya, adalah sebuah permainan warna yang agak memukau.
Dalamannya? Ini yang jadi soal — sejak awal menulisnya dalam dua pekan ini dengan beragam sudut pandang.
Mula-mula menelisik pondasi yang dugaan awal mengalami masalah: bergerak turun atau amblas. Dampaknya, sepanjang selasar di bagian samping kiri-kana retak, keramiknya terbongkar menganga, selain juga ada patahan hingga sepanjang di bagian belakang selasar bangunan itu.
Di bagian depannya, terutama pada sudut kiri dan kanan, retakan pada selasarnya juga mengalami nasib yang sama: dampak dari pondasi yang amblas.
Penelusuran di bagian dalaman gedung — lantai 1 dan lantai 2 — ditemukan banyak titik retakan, tetutama rekatan dinding pada tiang-tiang bangunan.
Pada lantai dua bangunan ini, di mana terdapat rak-rak buku yang sudah berisi buku-buku, pada saat melangkah untuk beberapa orang, termasuk tukang dan buruh yang lalulalang dari atas plafon ke lantai bawahnya, terasa miris.
Bergetar selaksa diayun dan bunyi kaca sungguh menakutkan. Persis bunyi dan getaran serasa gempa bumi berkekuatan magnitudo yang kecil. Meski begitu, kami mempercepat pengambilan gambar lalu turun ke lantai satu lantaran kuatir dampak buruk dari getaran bangunan tersebut.
Bangunan perpustakaan ini dikerjakan oleh CV Mattampa Jaya, Tobadak, Mamuju Tengah. Khairuddin, pimpinan perusahaan ini mengamini fakta kerusakan pada bangunan yang dikerjakan perusahaannya sejak awal 2023 lalu. (Terkain ini akan diulas pada tulisan selanjutnya).
Tepat matahari berada di garis lurus di atas kepala, kami kembali ke tempat inap. Tidur sejenak untuk agenda penelusuran mendalam pada kegiatan proyek fisik lainnya di Kecamatan Topoyo.
Tepat pukul 15.45 WITA, kami bergerak ke Desa Tabolang, Kecamatan Topoyo, untuk melihat langsung proyek pembangunan IPAL yang dikerjakan perusahaan yang sama di Tobadak itu.
Proyek IPAL ini dibiayai APBD Kabupaten Mateng tahun 2023 dengan besaran anggaran Rp7,5 miliar.
Apa itu IPAL?
Instalasi Pengolahan Air Limbah atau biasa disingkat IPAL. Proyek ini merupakan sarana untuk mengolah limbah cair (limbah dari WC, dari air cuci/kamar mandi). Biasanya di lingkungan masyarakat lebih dikenal IPAL dari limbah kotoran padat (tinja) yang berasal dari WC yang dikenal dengan istilah septic tank.
Tak ada penunjuk ke arah proyek ini. Pada jalan Trans Nasional, persis di Desa Tabolang, ada jalan belok kanan arah ke Pasangkayu. Jalan menuju ke proyek IPAL itu cukup dilalui kendaraan roda empat. Berbilang ratusan meter jalan berlumpur, beberapa jembatan kecil dilalui. Berkelok. Tiba di perkebunan sawit, tampak jalan yang baru saja dibeton oleh perusahaan yang mengerjakan proyek IPAL.
“Itu jalan beton sekitar 4 meter lebih, justru anggaran paling besar dari proyek itu,” kata seorang sumber di Topoyo yang mengaku bagian dari pekerjaan proyek tersebut.
Panjang jalan beton dari ujung awalnya hingga ke titik bangunan IPAL yang tersampir sebuah bukit, panjangnya sekitar 500 meter lebih.
Kata sumber media ini, selesai dikerja beberapa bulan lalu. Memang, baik di sepanjang jalan betonisasi itu hingga di area bangunan IPAL sudah tak ada papan proyek yang berdiri.
Proyek IPAL Tabolang 7 miliaran itu dibangun di atas bukit dengan dasar tanah labil yang berwarna kemerahan. Ada bangunan baru menyerupai kantor dan rumah tinggal — mungkin untuk tempat pegawai penjaga bangunan kelak.
Saat sedang berada di lokasi bangunan IPAL, sebuah truk besar pengakut sampah kota sedang meraung di atasnya. Rukanya, berjarak sepelemlaran batu di ketinggian jalan di atasnya, adalah tempat pembuangan akhir (TPA) sampah Kabupaten Mateng.
Jadilah bukit di tengah perkebunan tanaman sawit inu tempat ‘penampungan’ kotoran manusia: sampah dan tahi.
Investigasi kali ini hanya menjangkau dua proyek jumbo dengan anggaran miliaran rupiah. Di waktu puasa, dengan waktu ‘produktif’ yang sangat terbatas, walau selama tiga hari untuk giat ini, hanya bisa mendeteksi dua titik proyek.
Di waktu normal tentunya, dengan durasi yang sama, tentu akan bisa sampai melihat dan mencermati detail proyek fisik 5 sampai 10 titik.
SARMAN SAHUDING