
Dana pinjaman Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) diadakan oleh Pemerintah Pusat diperuntukkan pemulihan ekonomi daerah.
Pinjaman, longgar, dan ini “imun” sungguh baik. Pemkab Mamasa upaya ‘menjolok’ dana pinjaman itu.
DPRD Mamasa ‘vakum’ dan ‘nguping’ — mungkin, saat Pemkab Mamasa ketik dan print out naskah pinjaman.
Yang ‘dijolok’ itu buah di angka Rp97 M. Lalu, keterbelahan pun menyeruak, hingga kini.
TRANSTIPO.com, Mamasa – Hari-hari ini atau katakanlah sebulan dua bulan belakangan, kita kerap sibuk masuk ruang “profesor google” mencari arti dan ulasan rupa-rupa kata dan kalimat yang kebaruan di benak kita.
Mesin lengkap sang profesor itu dengan setia menebar ulasan sesuai apa yang Anda cari. Walau Anda peminat ilmu eksakta, sang profesor menerangkan pengetahuan ekonomi, misalnya. Kuncinya, Anda punya cukup kuota untuk internet.
Di Jakarta, Pemerintah Pusat telah menerbitkan aturan berlapis yang mudah diakses siapa saja, apa itu dana pinjaman PEN.
Tahun 2021 ini Pemkab Mamasa ikut memburu laron-laron itu. Pemerintah di pusat melalui Kementerian Keuangan (Kemenkeu) sediakan triliunan rupiah. Siapa lihai menjolok, ia dapat.
Pemkab Mamasa sedang berusaha dapatkan dana pinjaman PEN itu.
Pada Rabu siang, 15 September 2021, Bupati Mamasa sebut diusulkan ke Kemenkeu Rp300 miliar. “Kita dikasi hanya Rp97 miliar sekian, sekian,” ujar Ramlan Badawi.
Dana PEN itu belum ditransfer ke Mamasa, “Masih proses di kementerian karena ada perbaikan. Selesai itu, ya, kita jalan,” tambah Ramlan Badawi.
Terkait pinjaman PEN ini, pihak DPRD Mamasa juga bekerja — sesuai koridor yang lembaga ini miliki.
Dari tiga fungsi DPRD, yakni fungsi legislasi, fungsi pengawasan, dan fungsi keuangan, yang menyeruak satu bulan lebih belakangan adalah fungsi keuangan — keuangan daerah tentunya.
Dana PEN yang akan dikucurkan ke Kabupaten Mamasa, Sulawesi Barat, itu sebesar Rp97 miliar lebih.
Ketentuan dari Kemenkeu (PMK Nomor 105/PMK.07/2020), pengembalian pinjaman PEN berjangka waktu paling lama 8 (delapan) tahun.
Artinya — jika dana PEN itu mulus lalu cair tahun ini — Pemkab Mamasa mulai membayar utang pokok serta bunganya mulai 2022 s.d. 2029.
Terpublis meluas, sebesar Rp20 miliar bunga utang yang akan dibayar dengan skema cicil oleh Pemkab Mamasa. Maka keseluruhannya Rp117 miliar lebih utang yang mesti dibayar oleh pemkab.
Ketentuan lainnya, jika itu bisa tereksekusi, Pemkab Mamasa pakai dana PEN untuk biayai program strategis — sesuai rincian item dalam isi proposal pengajuan semula — dengan metode pekerjaan tahun jamak.
Jadi misal, para kontraktor yang kerjakan proyek-proyek (fisik) berjangka tahun panjang ini, tak keburu waktu setiap akhir tahun anggaran berpacu dengan waktu.
Tapi, kenyataan hari-hari ini, suhunya belum sedingin cuaca Mamasa dalam keseharian yang dirasai nyata.
Rante-rante Terbelah
Teranyar, Selasa, 21 September 2021, teragenda Rapat Paripurna DPRD Kabupaten Mamasa tentang Pemandangan Umum Fraksi-Fraksi terkait rancangan KUA dan rancangan PPAS, yang sekaligus dilakukan penandatanganan rancangan itu menjadi naskah keputusan oleh Kepala Daerah dan Pimpinan DPRD.
Batal. Tidak qourum.
Diketahui, keabsahan dus pengambilan keputusan lembaga DPRD mesti dihadiri anggota dewan setidaknya lima puluh persen tambah satu (50 + 1). Nyatanya, hanya 12 legislator Mamasa yang duduk di ruang rapat paripurna.
Ketua DPRD Mamasa yang pimpin rapat sudah “siasati” dengan coba “buka tutup” rapat paripurna hingga terhitung tiga kali ketuk palu sesuai keformalan rapat resmi.
Orsan menyeru yang duduk semata wayang di atas deretan kursi pimpinan formal daerah, pada setiap waktu skorsing rapat ia buka jeda lima menit dengan harapan ada legislator yang datang menambah.
Hingga tiga kali ketukan skorsing rapat, hanya 12 kursi yang tetap terisi, sisanya kosong melompong. Tetap tak qourum — pilihan rapat ditutup tanpa hasil.
Dilema berikut, sudah tak qourum, kepala daerah juga tiada satu pun yang hadir: bupati, wakil bupati, dan sekretaris daerah.
Walau saja rapat paripurna mulus dan berkekuatan formil, lalu siapa wakil pimpinan daerah yang akan bubuhi tanda tangan? Lengkap, dua dilema.
Tolak PEN, Gantung KUA-PPAS 2022
Rancangan Kebijakan Umum Anggaran (KUA) dan rancangan Perhitungan Plafon Anggaran Sementara (PPAS) sebutannya biasa disingkat KUA-PPAS.
KUA-PPAS ini adalah pedoman penting sebagai acuan membahas dan memutuskan kebijakan anggaran berikutnya: APBD-Perubahan dan APBD pokok tahun berikutnya (ke 2022, misalnya).
Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) di Pemkab Mamasa dan Badan Anggaran (Banggar) DPRD Mamasa “haram hukumnya” lanjutkan rapat apa pun terkait roh APBD lanjutan manakala KUA-PPAS ini tak tuntas atawa absah secara formal.

“Kunci gantungan” KUA-PPAS ini rupanya ada di genggaman dewan. Lantas, adakah semacam “ranjau” di KUA-PPAS itu? Mungkin, PEN — beban utang berjangka Rp20 miliar itu.
Kicauan beragam di media sosial (facebook) dan aplikasi percakapan berantai (WhatsApp) misalnya, belum jua disudahi. Sebulan, dua bulan, dan entah sampai kapan.
Selasa kemarin, 21 September, sekitar siang di bawah daun pintu samping ruang rapat paripurna, Orsan Soleman coba sederhanakan persoalan.
Soal ketidak hadiran mayoritas anggota dewan — termasuk dua pimpinan lainnya — pada rapat paripurna. Ia tengarai bahwa itu lantaran dana PEN.
Orsan bilang agar tidak menggarangsikan dana pinjaman PEN dengan KUA-PPAS. “Hanya sebagian kecillll,” ujarnya, dengan lengan gerak ke kanan seolah mengikuti ucapan “kecillll” itu. “Ndak sampai 30 persen di APBD,” tambah Orsan.
Asumsi, bunga utang pinjaman PEN memang masih lebih besar dana refocusing APBD di 2020 lalu terkait penanganan Covid-19, yakni Rp27 miliar. Tapi hitungan politik di kubu “lawan” Orsan dkk tak menjangkau kalkulator normal.
Bukan bunga utang 20 miliar semata, mungkin sekadar mis-persepsi atau kebekuan roda kepentingan. Entahlah.
Siapa yang terbelah di DPRD Mamasa? Ketua DPRD Mamasa Orsan Soleman masih terang disahuti kor berpadu dari 11 legislator Selasa kemarin itu.
Mereka adalah legislator dari 4 fraksi: Nasdem, Golkar, PKB, dan gabungan PDI-P dan PAN. 12 yang hadir ini tak cukup untuk qourum-nya rapat paripurna.
Di kubu sebelah, sebutlah kubu “tolak” PEN juga berpenghuni 4 fraksi: Hanura (3), PKS (3), Demokrat (3), dan Gerindra-PPP (4).
Secara hitungan pengelompokan perpanjangan tangan politik partai di DPRD Mamasa, antara kubu “terima” PEN dan kubu “tolak” PEN seimbang.
Hanya memang, realitas politik dan hukum di Mamasa saat ini, sepertinya cenderung di atas angin kubu “tolak” dengan jumlah personalia 13 legislator. Dan, pada kenyataan di Rante-Rante (gedung dewan) kemarin itu, kubu “terima” kalah jumlah, 12 legislator.
Di luar sana, pandemi dan kekuasaan hukum punya jalannya sendiri. Dua legislator Mamasa sedang jalani proses hukum, ada pula terkena virus Covid-19 — yang bersangkutan entah sampai kapan untuk bisa berkantor lagi di Rante-rante, Kelurahan Mamasa itu.
Dukungan argumentatif dua kubu di dewan Mamasa itu masing-masing mengklaim kuat dan benar. Kubu yang “terima” PEN ingin bersama-sama pihak Eksekutif gunakan dana PEN untuk akselerasi dan penopang pembangunan yang strategis yang belum tersentuh APBD selama ini: jalan, jembatan, dan irigasi misalnya.
Meski bukan dari sumber yang kompeten, transtipo sudah beroleh “bocoran” sejumlah item pekerjaan fisik yang sejatinya akan dikerjakan kelak dengan memakai dana pinjaman PEN itu.
Di kubu “tolak” dana PEN, dukungan argumentasinya diklaim kokoh. Salah satunya, seperti yang disebutkan oleh Wakil Ketua II DPRD Mamasa, Juan Gayang Pongtiku (30 tahun) melalui aplikasi WhatsApp, Selasa malam, 21 September 2021.
“Dalam PP Nomor 12 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah, pada pasal 90 (1) Kepala Daerah menyampaikan rancangan KUA dan rancangan PPAS sebagaimana dimaksud dalam pasal 89 pada ayat (1) kepada DPRD paling lambat minggu kedua bulan Juli untuk dibahas dan disepakati bersama antara Kepala Daerah dan DPRD,” terang politisi Juan yang juga kader PKS.
Juan lanjutkan narasi hukumnya, “Pada ayat (2) Kesepakatan terhadap rancangan KUA dan rancangan PPAS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditandatangani oleh Kepala Daerah dan Pimpinan DPRD paling lambat minggu kedua bulan Agustus.”
Dana pinjaman PEN menjadi krusial lantaran ia melekat dalam KUA-PPAS tahun anggaran 2022. Sementara, pembahasan KUA-PPAS ini menjadi domain dewan, tentu bersama TAPD dari Pemkab Mamasa.
Pantas Ketua Orsan bilang bahwa dalam KUA-PPAS itu ada satu item yakni dana pinjaman PEN. “Tidak mungkin satu item (bisa) membatalkan KUA-PPAS,” sebut Orsan dengan suara meninggi di depan insan Pers yang mewawancarainya.
Kenyataan ini pula tak dibantah ketua Orsan, dengan tak hadirnya kubu “lawan” pada rapat paripurna Selasa, 21 September itu, berbuntut rapat bubar lebih cepat dan penandatanganan naskah KUA-PPAS menguap pula.
Kukuhnya Orsan sebelum bergeser ke ruang kerjanya, “DPRD tidak dalam posisi sepakat atau tidak terkait PEN ini. Kewenangan itu ada di eksekutif,” kata Orsan sembari mengarahkan telunjuk kanannya yang itu selurus ke kantor Bupati Mamasa.
Pandangan Juan Gayang Pongtiku — unsur pimpinan dewan — seolah menihilkan kemajuan pembahasan dana pinjaman PEN. “Belum ada kesepakatan di lembaga DPRD (Mamasa) soal dana PEN,” sebut Juan.
Tersirat dari “lawan” Orsan sesungguhnya yang tak lain rekan duduk setaranya selaku pimpinan dewan. Tapi dua seterunya itu yang berposisi wakil ketua DPRD, yakni David Bambalayuk dari Hanura dan Juan Gayang Pongtiku.
Di penghujung wawancara, Orsan tegaskan, “Kita (DPRD) tak mungkin menyandera APBD hanya karena PEN.”
Cuaca dingin masih berselimutkan kabut di Mamasa kota pada Rabu pagi, 22 September, sekitar pukul 06.30 WITA, Juan telah menghangatkan percakapan berjejaring.
“Kami 4 fraksi sudah jelas sikap kami di risalah rapat banggar, menolak pembayaran utang dan PEN dengan banyak alasan, yaitu (salah satunya) tidak melibatkan DPRD sama sekali,” terang Juan Gayang.
Pernyataan Bupati Ramlan bukan sekadar gertak sambal. “Tidak ada urusan dengan DPRD. Ini peluang yang mesti kita rebut. Silakan dewan awasi, karena memang itulah tugasnya,” ujar Ramlan Badawi.
Semalam, konfirmasi kepada David Bambalayuk melalui sambungan telepon tanpa kabel tak membuahkan hasil. Tapi sikap politik David — jika ditilik sebaran perbincangan di WAG September ini — terkait dana pinjaman PEN, ia juga menolak dengan bangunan segala asumsi.
Agenda sela lainnya sepertinya tak berkelindan di gedung dewan, misalnya pertanggungjawaban Kepala Daerah terkait APBD T.A. 2020.
“Kalau itu tidak ada masalah,” Juan, datar.
Ketegangan Juan dan David pada dana PEN rupanya “sederhana”: “Terkait yang kami maksudkan (dana PEN, pen), tidak melibatkan DPRD yaitu mulai dari pengajuan pinjaman sampai pengusulan program.”
Gembok kuat “pintu masuk” ini terbersit celah: ajak baik-baik dewan bahas tetek bengek duit Rp97 miliar itu. Tapi ini sudah bulan September, bukan lagi di awal tahun.
Lalu, adakah cara membalik waktu untuk membuka gembok prasyarat kokoh dari kubu “tolak” PEN?
Tak mungkin lagi. Sebab salah satu keabadian hukum Tuhan adalah waktu: setelah berlalu, tiada siapa pun yang kuasa membaliknya.
Lalu, adakah celah lain yang masih mungkin dibuka oleh David, Juan, dan kawan-kawannya? Laman ini teropong ada: beliau-beliau itu terbuka diajak diskusi.
Meski memang tak sekali pun pertanyaan yang diajukan menyinggung soal politik 2024.
SARMAN SAHUDING