TRANSTIPO.COM, Mambi – Persekutuan Mahasiswa dan wakil masyarakat dari tiga kecamatan di Kabupaten Mamasa, yakni Kecamatan Buntu Malangka (Bumal), Kecamatan Aralle, dan Kecamatan Mambi kian solid.
Yang menyolok tentu mahasiswa. Agar tak tampak bergerak sepihak, mahasiswa terus intensifkan gerakan sosialisasi terkait penolakan terhadap rencana tambang logam tanah jarak (LTJ) di tiga kecamatan dimaksud.
Sosialisasi akbar kali ini berlangsung di Kecamatan Bumal, Kamis, 17 September 2020. Sosialisasi ini sebagai agenda lanjutan dari aksi penolakan massal pada 25 Agustus 2020 di Mamasa.
Sosialisasi dilakukan di sebuah gedung pertemuan di Bumal yang diinisiasi oleh Aliansi Pemuda dan Mahasiswa Kabupaten Mamasa. Hadir puluhan mahasiswa dan pemuda yang umumnya berasal dari tiga kecamatan: Bumal, Aralle, dan Mambi.
Inti pembicaraan mereka dalam pertemuan kali ini, yakni tidak mentolerir atau menolak rencana perusahaan tambang melakukan ekploitasi di wilayah tiga kecamatan.
Dalam Siaran Pers pada Kamis malam, 17 September, aliansi ini menengarai bahwa Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Mamasa tak melakukan penelusuran terkait dampak yang akan dirasakan masyarakat ketika pertambangan ini beroperasi.
Ma’demmas, tokoh pemuda membenarkan hal tersebut. Ia turut menolak atas hadirnya tambang di Pitu Ulunna Salu (PUS).
Ia mengapresiasi pemuda dan mahasiswa yang bergerak untuk memikirkan kemaslahatan daerah dan masyarakat.
“Kalau perlu kita CKCK (saling merogoh kocek, rek) untuk pembuatan spanduk penolakan di tiga kecamatan,” sebut pemuda ini.
Senada, pemuda Usu, delegasi dari Kecamatan Aralle. Ia sampaikan, generasi sudah saatnya untuk memikirkan bagaiamana kelanjutan hidup masyarakat yang ada di daerahnya.
“Apalgi perusahaan sewenang-wenang melakukan kegiatan eksplorasi. Tentunya ini sangat melanggar undang-undang yang berlaku,” sebut Usu.
Hardianto, delagasi Kecamatan Mambi mengatakan adanya tambang ini akan membuat kerusakan di lingkungan masyarakat.
“Saya juga masih memperjelas terkait legalnya perusahaan ini. Karena selama ini tidak ada diskusi dan informasi ataupun publikasi dari perusahaan,” katanya.
Andi, koordinator lapangan Aliansi Pemuda dan Mahasiswa Kabupaten Mamasa mengatakan, perlunya sosialisasi tentang bagaimana dampak yang akan dialami masyarakat.
“Hadirnya tambang di PUS sangat tidak relevan dengan kondisi masyarakat. Masyarakat di PUS sangat menggantungkan hidup dengan hasil alamnya, lain lagi ketika berbicara soal tanah adat dan kuburan-kuburan tua yang akan dijadikan wilayah pertambangan. Masyarakat hanya akan menjadi korban ketika tambang beroperasi di wilayah PUS,” jelas Andi.
Menurut Andi, dalam perspektif sosial budaya, masyarakat hanya akan menjadi buruh atau pekerja biasa, ini dilihat dari potensi SDM yang ada daerah kami. Dan ternyata, tambah Andi, informasi yang kami dapat di lapangan, masyarakat diimingi dengan berbagai fasilisitas yang sangat tidak masuk akal. Misalnya, ketika tambang ini beroperasi akan menggunakan alat-alat manual.
Dalam waktu dekat ini, menurut Patak Rubak, Masyarakat dan Aliansi Pemuda dan Mahasiswa Kabupaten Mamasa akan melakukan unjuk rasa di depan Kantor Gubernur Sulawesi Barat.
“Agendanya tetap sama, sebagai bentuk penolakan terhadap hadirnya tambang LTJ tanpa persetujuan masyarakat. Kami lakukan ini demi keberlangsungan hidup masyarakat dan dampak kerusakan terhadap lingkungan di sekitarnya,” ungkap Patak Rubak.
SUGIARTO – SARMAN SHD