TRANSTIPO.com, Mamasa – Sejak pekan lalu, Januari 2022, seorang pemuda di Desa Baruru, Kecamatan Aralle, Kabupaten Mamasa, Sulawesi Barat, gundah gulana. Kegelisahan bercampur bingungnya ia ekspresikan di halaman akun facebook miliknya.
Publik kemudian mengetahui apa yang ia terakan meski dalam kalimat pendek. Ia juga sertakan sejumlah foto rumah warga di desanya yang rusak akibat gempa bumi pada 15 Januari 2021, berpusat di Majene, Sulawesi Barat.
Gempa dengan kekuatan 6,2 magnitudo itu berdampak hingga ke Kabupaten Mamasa. Dampak paling serius terjadi di dua kecamatan yakni Kecamatan Tabulahan dan Kecamatan Aralle.
Pemerintah Kabupaten Mamasa menyimpulkan bahwa terdapat 576 rumah di dua kecamatan tersebut yang rusak: 56 rusak berat (RB), 96 rusak sedang (RS), dan 422 rusak ringan (RR).
Perihal data hingga bantuan kepada masyarakat yang dijanjikan oleh pemerintah sesuai jumlah rumah yang rusak, itulah yang kemudian membuat pemuda Baruru, Habel Amos (34 tahun) bicara terang-terangan.
Ia belum puas membuka informasi melalui media sosial, sejak 14 Januari 2022. Kepada transtipo, pemuda Habel berkisah panjang lebar.
“Satu malam setelah gempa, 16 Januari 2021, saya dihubungi seorang kawan yang juga pejabat di GTM, ia juga termasuk salah satu anggota Tagana Rajawali yang dibentuk oleh BPS GTM,” awal kisah Habel, Sabtu, 15 Februari 2022.
Menurut Habel Amos, dengan penugasan ini merupakan kegiatan pertama pasca dirinya dan sejumlah orang selesai pelatihan selama 3 hari di Mamasa, beberapa bulan sebelumnya.
Pelatihan itu, kata Habel, pesertanya dari Gereja Eukumene dan ini terkait dengan Tagana Rajawali.
Penugasan pasca gempa Sulawesi Barat ini, kisah Habel, membuat video, lakukan pemotretan sebanyak-banyak di sejumlah titik lokasi yang terdampak gempa di Kecamatan Aralle.
“Intinya kami kerja di lapangan. Kami 5 orang. Setelah semua itu rampung, kelengkapan data kami bawa ke Sekretaris GTM. Kami dibawa ke Aula Mini Mamasa dikasi ketemu dengan bupati, wakil bupati, kadis sosial, kadis kesehatan, kepala BPBD, dan ketua BPS GTM,” kisah Habel.
Di antara 5 orang tersebut, jelas Habel, ada yang jabat BPD di desa, ada Kaur di desa merangkap Tagana Rajawali, dan ada pejabat Gereja, termasuk saya dan rekan dan rekan dari Tagana Rajawali.
“Yang kami beritahukan kepada beliau-beliau, bahwa sekitar 20an titik longsor, yang lainnya retak.” Itulah antara lain yang mereka sampaikan di aula mini.
Tapi belakangan, sebut Habel, setelah masuk berkas dari kades (Baruru), sejak itulah mulai kacau karena tidak kerja sama dengan sekum BPS untuk melihat siapa saja yang kami foto, videokan. Dan, Habel tengarai, sejak itu pihaknya mulai ‘ditinggalkan’.
“Akhirnya beginimi sekarang karena pemerintah desa dan BPBD tidak panggil kami untuk kerja sama selaku orang lapangan. Mana ada Tagana Sosial yang turun? Mereka datang saja ke lokasi kumpul. Makanya kacau penggolongan mana rumaj rusak ringan, mana rumah rusak sedang, dan mana rumah rusak berat,” kisah Habel Amos.
Habel mengaku hanya kelompoknya yang ada di lapangan, tidak ada orang lain. “Tapi inimi yang terjadi, semua foto dan video yang kami itu dipakai oleh segelintir pejabat. Itumi yang kita lihat sekarang.”
Ia bilang bahwa memang pernah datang sekitar 10 orang mendata, ada tentara, polisi, dan dari daerah. Contoh, di dusun Katimbangan ada warga bernama Herson, tapi yang ada di data jadi Esrom, eh dapat Rp25 juta. Padahal rumah tidak retak.
Habel mengaku miliki arsip lengkap terkait kerja mereka di lapangan pasca gempa.
Habel menilai, kerancuan data bencana mulai dari yang dibuat pemerintah desa sampai ke kabupaten lantaran tidak ada komunikasi yang bagus antara Tagana Rajawali (GTM) dengan pemerintah.
“Seolah-olah kami hanya diperalat saat itu untuk mendapatlan data-data yang itumi yang dikirim ke pusat. Di mana mereka dapat data? Mikirin di atas meja,” ungkap Habel.
Habel Amos seorang petani biasa di Dusun Seppom, Desa Baruru. Ia punya seorang istri dan dua orang anak. “Tak mungkin saya diam melihat sikon khususnya di Baruru,” kukuh Habel.
Ia belum merasa puas dengan informasi yang ia kirimkan lewat media digital.
“Tolong kalau bisa ketemu karena masih ada yang lebih prinsip. Saya belum bisa kasitau ki’, tapi saya mau kerja sama dengan kita,” ujar Habel.
Habel menutup ketikannya dengan mengatakan, “Sayang ini voucerku tinggal sedikit, tidak bisa menelpon. Masih ada yang lebih prinsip ini kalau mereka tidak penuhi janjinya.”
Janji 2022
Pada 19 Januari 2022, sekitar pukul 15.36 WITA, sejumlah pertanyaan dilayangkan kepada Pasamboan Pangloli, Kepala Bidang Rekonstruksi dan Rehabilitasi BPBD Kabupaten Mamasa. Dan ia jawab mulai pada pukul 22.56 WITA.
“Saya baru pulang dari Ralleanak ini naik truck karena mobil saya rusak di jalan,” Pasamboan dalam keterangan tertulisnya.
Terkait bantuan biaya bagi warga yang rumahnya rusak akibat gempa, Pasamboan sebutkan, “Sejak Desember 2021 sudah pencairan ke rekening warga 100 persen.”
Ia tambahkan, “Pencairan minggu ini sudah 40 persen. Minggu depan 80 persen.”
Pasamboan tak mengurai detail rincian pencairan dari Rp9.420.000.000 untuk 576 rumah yang terdampak gempa di Kecamatan Tabulahan dan Kecamatan Aralle, Kabupaten Mamasa.
Ia bilang bertahap, contoh dalam satu desa 100 kk, maka gelombang I 40 kk, gelombang II 40 kk, dan gelombang III 20 kk.
Meski Pasamboan jamin bahwa pekan depan cair 80 persen dana bantuan untuk warga tersebut, ia juga sesalkan Kementerian Keuangan yang terlambat mentrasfer dananya. Tak jelas terlambat itu di bulan kapan, sebab sesuai janji awal sudah 8 bulan warga menunggu realisasi bantuan, sejak Mei 2021 hingga tengah Januari 2022 ini.
Kendala yang dihadapi Pasamboan mengurusi proses realisasi bantuan untuk warga banyak, di antaranya, dana tunjangan operasional rencananya ditanggung oleh pusat ternyata dibebankan kepada daerah masing-masing sehingga membutuhkan pergeseran anggaran.
Kendala berikutnya, “Keterbatasan tenaga.”
“Saya tadi berangkat ke Ralleanak jam 7 pagi dan baru sampai ke rumah ini dan pasti capek pak. Sekarang sudah jam 23.37 (wita),” sebut Pasamboan Pangloli.
Ia sebut telah bekerja maksimal. “Kalau ada siapa pun yang lebih mampu kelola anggaran ini tanpa dukungan biaya operasional maka saya angkat tangan.”
Kepala Dinas Perumahan Kabupaten Mamasa Gusti, akui bahwa dana operasional melekat di kantornya.
“Kalau tidak salah sekitar 4 persen dari total bantuan BNPB sekitar 9,5 M,” sebut Gusti dalam keterangan tertulisnya, Kamis, 20 Januari 2022.
Sasaran dana operasional itu, Gusti tambahkan, kalau operarasional itu kurang lebih 70 persen honor pendamping dan tim lapangan (kades, babinsa, babinkamtibmas, dan sekretariat).
“Info lengkapnya bisa dikonfirmasi ke PPK, pak Pasamboan Pangloli. Kami telah memfasilitasi verifikasi calon penerima yang berhak sampai pada pembuatan RAB, dan tindak lanjutnya ada di PPK,” jelas Gusti.
Pekerjaan Gusti dan kantornya sudah bisa dibilang selesai. “Kami mulai bekerja sejak bulan Juli 2021, kalau PPK dan tim sekretariat sejak bulan April 2021. Kontrak pendamping hanya sampai Desember (2021).”
Kerja belum selesai.
Di Januari 2022 ini, seperti penyampaian Pasamboan Pangloli, “Hari Sabtu (22 Januari, red) rencana pak bupati akan lakukan penyerahan simbolis bantuan rumah rusak terdampak gempa di Lakahang Utama.”
SARMAN SAHUDING